ENTAH apa yang dirasakan oleh seorang bapak ketika mendengar putra kesayangannya wafat dalam menjalankan ketaatan berdakwah di luar pulau.
Apa yang dirasakan oleh seorang ibu, ketika anak yang dikandung, dilahirkan dan dibesarkan telah pergi mendahuluinya?
Apa yang dirasakan seorang istri ketika belahan jiwa dan hatinya yang selama ini bersama dalam suka dan duka, kini harus terpisah dan tidak akan kembali lagi? Terbayang beratnya menjadi single parent secara psikologis maupun finansial.
Apa yang dirasakan anak-anak yang belum baligh, ditinggalkan ayah yang menjadi kebanggaan, pelindung, dan memimpinnya? Kini harus yatim bersama tiga adiknya yang masih kecil-kecil.
Bagaimana perasaan kakak atau adiknya, ketika saudara kandung se-rahim dan selama ini bersama-sama dalam persaudaraan, tiba-tiba harus terpisah selamanya?
Mungkin kita atau orang lain yang tidak terkena musibah bisa mengatakan, “sabar, ini takdir, pasti ada hikmah besar dan kata atau kalimat yang lain”
Mungkin juga berduka dan sedih tapi terkadang hanya sesaat ketika mendengar kabar tersebut dengan emoji menangis, doa dukanya dan kirim donasi takziyah. Namun setelah itu, mungkin tidak merasakan sebagaimana yang dirasakan oleh ibu-bapaknya, istri, anak dan saudara-saudaranya.
Tulisan ini bukan mengajak kepada kesedihan bersama-sama, karena kemungkinan tidak bisa. Tapi berempati dan simpati terhadap musibah yang hari ini menimpa saudara-saudara kita, itu yang sangat penting. Mereka telah mengorbankan dirinya, waktu bahkan nyawanya untuk berdakwah di jalan Allah.
Selang beberapa hari, mereka sudah ceria dan tersenyum kembali namun kebahagiaan bersama almarhum tinggal menjadi kenangan. Kerinduan yang paling berat adalah kerinduan yang tidak mungkin bertemu kembali kecuali di akherat kelak.
Kepedulian Kepada Para Janda
Rasulullah sendiri menyampaikan beberapa hadist tentang janda dan anak-anak yatim.
“Orang yang berusaha memenuhi kebutuhan janda dan orang miskin, pahalanya seperti mujahid fi Sabilillah atau seperti orang yang rajin puasa di siang hari dan rajin tahajud di malam hari.” (HR. Bukhari 6006 & Muslim 7659)
Hadis di atas memotivasi untuk menafkahi janda, bukan menikahi janda. Meskipun bisa juga amal baik seorang lelaki ditunjukkan dalam bentuk menikahi janda. Dan jika janda ini dinikahi maka statusnya bukan lagi janda.
Hadis di atas sebagai bentuk keperpihakan kepada janda dan perintah untuk lebih menjaga dan memperhatikan janda dan orang-orang miskin, tidak semata mementingkan ibadah yang sifatnya pribadi. Ini amanah besar.
Mereka menjadi janda bukan cita-citanya tapi musibah yang menimpanya. Apalagi terkadang di sebagian masyarakat, masih menganggap sebelah mata tentang keberadaan janda, dikucilkan dan tidak diperhatikan karena dianggap bisa mengganggu rumah tangganya. Padahal musibah itu bisa menimpa siapa saja yang Allah kehendaki.
Adapun di pihak bapak-bapak, terkadang keberadaan janda hanya sebatas dibuat canda. Hal itu menjadikan posisi janda semakin tidak nyaman, padahal mereka harus menanggung beban ekonomi, pendidikan dan masa depan anak-anak yatim.
Perlu ada kebijakan atau rekayasa sosial untuk bisa membantu kehidupan para janda baik dari segi sosial, finansial dan mental.
Selama ini belum ada penanganan program secara serius untuk membantu mereka. Baik oleh pemerintah, swasta ataupun komunitas masyarakat.
Kepedulian Anak Yatim
Abu Hurairah berkata, Rasulullah bersabda, “Orang yang menjamin anak yatim dan yang lainnya, maka aku dan dia seperti ini di surga.”
Beliau mengatakan begitu seraya mengisyaratkan dengan jari telunjuk dan jari tengahnya. (HR Bukhari dan Muslim). Artinya hubungannya sangat dekat antara Rasulullah dengan anak-anak yatim.
Meskipun anak yatim hidup tanpa kelengkapan keluarga (ayah atau ibu), namun mereka mempunyai syafaat luar biasa. Itu sebabnya bagi mereka yang peduli, bertanggung jawab dan amanah merawatnya akan dijanjikan surga.
Kehidupan anak anak yatim pada umumnya memang sangat berat. Anak-anak kecil tanpa seorang ayah atau ibu, tidak ada tempat bersandar dan mengadu, tidak ada yang membimbing dan melindunginya. Luar biasa penderitaan yang harus ditanggungnya.
Keberadaan panti-panti asuhan dengan dukungan dana dari pemerintah dan masyarakat, sebenarnya cukup memadai tapi terkadang ada yang menyalah gunakan pendanaannya atau pembinaan kepada anak-anak yatim yang masih terbatas.
Hal ini perlu ada penguatan dari berbagai pihak untuk peduli terhadap keberadaan panti asuhan bisa lebih profesional dan pendanaan yang memadai.[]
*) Abdul Ghofar Hadi, penulis adalah Wakil Sekretaris Jenderal Dewan Pengurus Pusat (DPP) Hidayatullah