JAKARTA (Hidayatullah.or.id) – Barangkali umumnya kita khususnya umat muslim belum mengetahui apa itu blockchain. Menurut Ketua Bidang Ekonomi DPP Hidayatullah Asih Subagyo, blockchain merupakan teknologi yang penting dikuasai saat ini khususnya oleh anak-anak muslim millenial.
Kata Asih, umat Islam khususnya di Indonesia saat ini hanya tahu sedikit tentang ini. Sehingga, menurutnya, kita sering mendengarkan penghakiman yang sepihak dari ulama dan bahkan keluar fatwa haram berkenaan dengan blockchain ini.
“Semestinya sebelum keluar fatwa, perlu adanya kajian komprehensip berkenaan dengan blockchain ini,” tulis Asih.
Justru, Asih menilai, teknologi ini bisa dimanfaatkan untuk kepentingan umat yang lebih luas. Bahkan dia menggagas pemanfaatan teknologi blockchain menjadi semacam zakat tracking.
“Olehnya, sekarang saatnya zakat berbasis blockchain mesti mulai diimplementasikan, agar umat tetap menjadi leader, tidak jadi sekedar follower lagi,” imbuhnya.
Berikut ini tulisan lengkap Asih Subagyo dikutip dari blog pribadinya Masbagyo.net baru baru ini.
######
Zakat Berbasis Blockchain
SEBAGAI sebuah teknologi, blockchain masih tergolong baru. Sekitar tahun 2009, teknologi ini mulai dikenal. Dan sebagaimana watak teknologi, dia terus berkembang, mengikuti dinamika peradaban.
Sebagai sebuah tools, sebenarnya blockchain ini, tidak berbeda dengan teknologi lainnya. Tergantung siapa dan bagaimana cara penggunaanya. Bahkan, dalam sebuah diskusi, sesungguhnya blockchain ini sebuah teknologi yang syar’i.
Dimana, dia menyediakan sebuah sistem yang memungkinkan setiap orang dengan syarat tertentu, bisa memverifikasi atas apa yang dilakukannya. Persis, bagaimana ketatnya standar sanad dalam ilmu hadits.
Dengan teknologi bawaan blockchain yang terdistribusi, sehingga memungkinkan banyak pihak sebagai verifikator, atas yang dilakukan oleh orang lain. Semua tercatat dalam ledger (buku besar), sehingga praktis, apa yang tercatat di ledger tersebut juga diketahui, dilihat, disimpan dan selanjutnya di verifikasi oleh pihak lainnya.
Dengan demikian maka, blockchain merupakan teknologi yang mengajarkan kejujuran, sebab semua informasi tercatat dan tersebar ke berbagai pihak. Sehingga tidak ada alasan bagi umat Islam untuk tidak menguasai teknologi blockchain ini, sebagai sebuah teknologi masa depan.
Pertanyaannya kemudian adalah, mengapa umat Islam seringkali tertinggal dalam hal teknologi? Termasuk berkenaan dengan blockchain tersebut.
Hal ini, tentu bukan hanya mengundang sejumlah pertanyaan, tetapi layak menjadi perhatian khusus, terutama bagi generasi muda Islam.
Sebagaimana kita ketahui bahwa Islam itu unggul dan tidak ada yang mengunggulinya. Sehingga Islam menganjurkan umatnya untuk menjadi cerdas. Namun kenyataannya daam beberapa sisi umat Islam saat ini selalu menjadi terbelakang.
Padahal Islam sempat menguasai teknologi dan peradaban dunia. Mungkin ini terjadi karena selama ini, kita selalu memperdebatkan masalah yang sebenarnya tidak perlu diperdebatkan.
Dan seharusnya dengan panduan Al-Quran dan Hadist sebagai suatu dan dengan tuntunan ulama, seharusnya umat ini benar-benar unggul.
Kembali tentang technologi blockchain, umat Islam khususnya di Indonesia saat ini hanya tahu sedikit tentang ini. Sehingga kita sering mendengarkan penghakiman yang sepihak dari ulama dan bahkan keluar fatwa haram berkenaan dengan blockchain ini.
Semestinya sebelum keluar fatwa, perlu adanya kajian konfrehensif berkenaan dengan blockchain ini. Sering kita jumpai adalah ulama yang belum mengerti tentang teknologi secara menyeluruh. Ada yang masih belum bisa membedakan antara bitcoin dan blockchain, sehingga wajar keluar fatwa tersebut.
Dan di lain pihak para pelaku, praktisi dan teknolog yang kurang faham dengan faqih terhadap ilmu agama. Mereka tidak bisa dibenturkan dengan sudut pandang masng-masing, namun harus duduk bersama dan sekali lagi melakukan kajian yang konfrehensif, sehingga nantinya akan menghasilkan fatwa kontemporer. Dan dari sini umat akan mendapatkan panduan yang tepat.
Sedikit penjelasan tentang bitcoin, agar kita bisa membedakannya dengan blockchain. Bitcoin adalah sebuah uang elektronik yang di buat pada tahun 2009 oleh Satoshi Nakamoto.
Nama tersebut juga dikaitkan dengan perangkat lunak sumber terbuka yang dia rancang, dan juga menggunakan jaringan peer-to-peer tanpa penyimpanan terpusat atau administrator tunggal di mana Departemen Keuangan Amerika Serikat menyebut bitcoin sebuah mata uang yang terdesentralisasi.
Tidak seperti mata uang pada umumnya, bitcoin tidak tergantung dengan mempercayai penerbit utama. Bitcoin menggunakan sebuah database yang didistribusikan dan menyebar ke node-node dari sebuah jaringan P2P ke jurnal transaksi, dan menggunakan kriptografi untuk menyediakan fungsi-fungsi keamanan dasar, seperti memastikan bahwa bitcoin-bitcoin hanya dapat dihabiskan oleh orang memilikinya, dan tidak pernah boleh dilakukan lebih dari satu kali.
Problem di bitcoin dari sisi syar’i adalah tidak adanya underlying (aset yang dijadikan sebagai dasar transaksi) dan penyangga dari mata uang (bitcoin) yang dikeluarkan sebagai alat pembayaran itu. Dan inilah yang memicu ulama untuk mengeluarkan fatwa haram, karena adanya unsur spekulasi dan juga maisyir dan ghoror-nya tinggi.
Singkatnya, bitcoin adalah termasuk mata uang digital yang berbasis trust (kepercayaan) dan berjalan dengan menggunakan platform blockchain.
Sementara itu, dari sisi teknologi, sesungguhnya kita dapati fakta bahwa blockchain ini merupakan teknologi yang hebat, dan olehnya bisa menjadi platform bagi banyak sistem yang ada di bawahnya.
Secara umum, blockchain adalah dompet yang terdiri dari buku besar (ledger) atau catatan yang akurat dan dapat diakses oleh publik (dompet ledger publik).
Teknologi ini bisa digunakan tidak hanya untuk penggunaan bitcoin, tetapi bisa juga banyak aplikasi lainnya. Misalnya aplikasi pembayaran, voting, peternakan, pendidikan, keuangan, manajemen aset dan lainnya. Sehingga saat ini, banyak developers blockchain yang sukses mengembangkan teknologi ini untuk berbagai kepentingan
Zakat Tracking
Dalam kaitannya tentang pemanfaatan teknologi blockchain ini, Pendiri dan Managing Director Eethiq Advisors yang berbasis di Luksemburg, Rachid Ouaich, juga akan mengembangkan sebuah platform dengan memanfaatkan teknologi blockchain yang dapat menangkap operasi investasi sesuai dengan standar etika dan persyaratan syariah untuk kepentingan umat.
Dan, platform tersebut akan dibangun di atas protokol blockchain, dan ditambah dengan analisis data dan kecerdasan buatan. Kemudian akan menjadi ‘antarmuka’ antara sistem perbankan dan klien pengguna akhir. Sehingga solusinya ini bertujuan untuk memastikan semua transaksi melibatkan pengalihan aset dan layanan riil, sementara pada saat yang sama memastikan bahwa transfer dan kepemilikan dapat dilacak, dapat diaudit, dan aman setiap saat.
Sedangkan menurut para mitranya, bahwa solusinya ini bertujuan untuk memastikan semua transaksi melibatkan pengalihan aset dan layanan riil, sementara pada saat yang sama memastikan bahwa transfer dan kepemilikan dapat dilacak, dapat diaudit, dan aman setiap saat. Dan hal ini membuat platform menjadi pasar terbuka.
“Ini berarti semua klien yang ingin berinvestasi melalui rekening investasi bagi hasil syariah harus dapat memilih untuk melakukannya melalui platform ini. Pada gilirannya, semua bank yang ingin memiliki akses ke klien tersebut akan tertarik mengikuti program ini,” kata Ouaich.
Sementara itu pemanfaatan di bidang zakat, adalah menggunakan teknologi blockchain untuk melacak sumbangan amal dan zakat dan memberi para donatur kemampuan untuk melacak setiap rupiah (harta) yang diberikan pada setiap saat, dengan pasti bahwa catatan tidak akan pernah hilang, dan bukti bahwa ia telah pergi ke tempat yang seharusnya pergi.
Artinya blockchain dipergunakan untuk mencatat zakat dari muzakki, yang di kelola oleh BAZNas atau LAZNas, dan kemudian di distribusikan ke muzaki (8 asnaf) yang berhak menerima. Semua muzaki, bisa mengetahui alur dari zakatnya kemana di tasyarufkan.
Dan ini tidak hanya diketahui oleh BAZNas ata LAZNas yang menerimanya, tetapi kepada siapa saja yang terhubung dalam sebuah sistem blockchain tersebut. Hal ini akan menjamin keakuratan dari pentasyarufan (penyaluran) zakat yang tepat sasaran. Serta menjamin tidak terjadinya tumpang tindih mustahik.
Dan selanjutnya mempermudah dan membantu bagi akuntan publik dalam meng-auditnya. Dan juga bagi Kemenag, dalam rangka audit syariah, dlsb.
Sekali lagi, teknologi blockchain sangat memungkinkan untuk melakukan itu semua. Sehingga BAZNas dan LAZNas dapat bekerja secara profesional, transparan dan akuntabel. Meminimalisir terjadinya penyimpangan. Karena banyak pihak yang berfungsi sebagai ‘auditor’ bersebab data yang terdistribusi itu.
Jika hal ini bisa diterapkan, maka dunia perzakatan akan semakin bergairah lagi. Sebab, salah satu alasan mengapa dari potensi zakat sebesar 217 T, baru tergali sekitar 5-6 T, adalah karena belum percayanya umat kepada BAZNas dan LAZNas. Demikian juga, bahwa belum memanfaatkan teknologi.
Maka blockchain ini, menjadi jawabannya. Dan sejak dini sudah diperkenalkan kepada generasi jaman now, anak milenial, yang nantinya menjadi muzakki pada masanya. Ini tantangan bagi BAZNas dan LAZNas untuk mulai mempersiapkan diri, berkenaan dengan perkembangan teknologi tersebut.
Demikian juga untuk mentriger DSN MUI agar segara duduk bersama dengan pakar dan praktisi blockchain dan segera menerbitkan fatwa (panduan) pemanfaatan blockchain ini bagi umat, selengkap-lengkapnya, tentu dari aspek syar’i dan memperhatikan halal-haram dlsb.
Sehingga menjelaskan, sekaligus mengkonfirmasi bahwa, Islam itu tidak bertetentangan dengan teknologi. Bahwa Islam itu dulunya sebagai pioner teknologi, dan kini saatnya untuk merebut kembali.
Olehnya, sekarang saatnya zakat berbasis blockchain mesti mulai diimplementasikan, agar umat tetap menjadi leader, tidak jadi sekedar follower lagi. Wallahu a’lam.*
Jakarta, 5 Maret 2018