SAAT ini, menunjukkan citra diri sebagai “manusia beragama” sedang sangat populer. Pamer diri sebagai orang yang beragama atau religius marak dilakukan di media sosial terutama oleh para umat Islam perkotaan dengan menonjolkan simbol-simbol keislaman lewat pakaian, makanan, bahkan selera musik.
Pada dasarnya, manusia memang mempunyai keterbatasan pengetahuan dalam banyak hal. Manusia terbatas dalam mengetahui baik sesuatu yang tampak maupun yang tak tampak atau gaib. Manusia juga terbatas dalam memprediksi apa yang akan terjadi pada dirinya dan orang lain, dan lain sebagainya.
Setinggi apapun derajat/kedudukan seseorang dan sebanyak apapun kekayaan sesorang serta secemerlang apapun prestasi, gelar akademik yang disandang, tidak patut untuk membusungkan dadanya. Pada hakikatnya manusia itu mahallul khatha wan nisyan (tempat salah dan lupa). Dan tempat melekatnya segala kotoran. Baik kotoran mata, telinga, hidung, mulut, qubul dan dubur.
Karena berbagai keterbatasan itulah, maka manusia membutuhkan agama untuk membantu dan memberikan pencerahan spiritual untuk dirinya sendiri. Manusia membutuhkan agama bukan sekedar untuk kebaikan dirinya di hadapan Tuhan semata, tapi juga agar bisa membantu dirinya dalam menghadapi bermacam-macam masalah dalam hidup yang kadang-kadang tidak bisa dipahaminya.
Atas kondisi tersebut, Nurcholish Madjid dalam bukunya Islam, Kemodernan dan Keindonesiaan (2008) menuliskan bahwa disinilah manusia diisyaratkan oleh diri dan alamnya bahwa sesungguhnya ada zat yang lebih unggul daripada dirinya, yakni Yang Maha Segala-galanya.
Hal ini serupa dengan apa yang dijelaskan oleh para antropolog bahwa agama adalah respons terhadap kebutuhan untuk mengatasi kegagalan yang timbul akibat ketidakmampuan manusia untuk memahami kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa yang rupa-rupanya tidak bisa diketahui dengan tepat.
Karena itulah, kita sebagai kaum Muslimin, perlu bersandar dan berpasrah atau tawakal kepada Allah Swt. melalui agama. Sebab, agama mampu menjadi tempat bagi kita untuk mengadu dan berkomunikasi dengan Tuhan. Kepasrahan kita kepada Tuhan didasarkan pada suatu ajaran bahwa manusia hanya bisa berusaha, lalu Tuhan yang menentukan.
Beragama bukan hanya citra diri di media sosial dan simbol-simbol. Agama adalah pijar kehidupan, menerangi hidup yang penuh kegelapan di mana manusia seringkali tidak mampu mengetahui apa yang sebenarnya sedang terjadi dalam hidupnya.
Berikut ini adalah empat fungsi agama dalam kehidupan yang tercantum dalam buku Pengantar Studi Islam (2001) yang ditulis oleh Ahmad Miftah Fathoni.
Pertama: sebagai pembimbing dalam hidup,
Kepribadian seseorang adalah pengendali dalam hidupnya. Pengendalian tersebut mencakup segala unsur pengalaman pendidikan dan keyakinan yang didapat seorang manusia sejak kecil. Jika dalam pertumbuhan seseorang terbentuk suatu kepribadian yang agamis, di mana segala unsur pokoknya terdiri dari pengalaman yang menentramkan jiwa, maka dalam menghadapi dorongan baik yang bersifat biologis ataupun rohani dan sosial akan mampu menghadapi dengan tenang.
Kedua, penolong dalam kesukaran,
Orang yang kurang yakin akan agamanya atau bisa disebut lemah imannya akan menghadapi cobaan atau kesulitan dalam hidup dengan rasa pesimis, bahkan cenderung menyesali hidup dengan berlebihan dan menyalahkan semua orang. Hal ini akan berbeda dengan orang yang beragama dan teguh imannya.
Dengan keteguhan iman, seseorang akan menerima setiap cobaan dengan lapang dada. Fluktuasi kehidupan dimaknai dan dinikmati dengan spirit yang sama. Pulang dan pergi, pertemuan dan perpisahan, pasang dan surut, muncul dan tenggelam, kelahiran dan kematian, adalah peta kehidupan yang bisa diambil hikmahnya. Ketika naik bersyukur, saat turun bersabar.
Keteguhan iman akan menimbulkan keyakinan bahwa setiap cobaan yang menimpa dirinya merupakan ujian dari Allah Swt. yang harus dihadapi dengan keteguhan jiwa kesabaran yang kokoh. Sebab, Allah Swt. memberikan cobaan kepada hamba-Nya sesuai dengan kemampuannya. Islam juga mengajarkan, barang siapa yang mampu menghadapi ujian dengan sabar, maka akan ditingkatkan kualitas kemanusiaannya. Sehingga motto hidupanya: harap senang ada ujian.
Ketiga, penentram batin
Jika seseorang tidak percaya akan kebesaran Allah Swt., tak peduli orang itu kaya atau miskin pasti akan selalu merasa gelisah dalam hidupnya. Kehidupannya menjadi lebih cemas. Sehingga, sekalipun gemuk badannya akan menjadi kurus. Orang yang kaya takut kehilangan harta kekayaannya karena akan habis atau dicuri oleh orang lain. Orang yang miskin selalu merasa kurang bahkan cenderung tidak mensyukuri hidup.
Hal ini tidak akan berlaku dengan orang yang beriman. Orang kaya yang beriman tidak akan gelisah memikirkan harta kekayaannya. Sebab, dalam ajaran Islam, harta kekayaan adalah titipan/amanah Allah Swt. yang didalamnya terdapat hak orang-orang miskin dan anak yatim piatu. Bahkan sewaktu-waktu bisa diambil oleh Pemiliknya yang Maha Berkehendak, maka tidak mungkin menjadi gelisah.
Begitu juga dengan orang yang miskin yang beriman. Batinnya akan selalu tentram sebab setiap yang terjadi dalam hidupnya adalah ketetapan Allah Swt. dan yang membedakan derajat manusia di mata Allah Swt. bukan harta di dunia, tapi kualitas keimanan dan ketakwaannya.
Keempat, pengendali moral
Setiap manusia yang beragama yang beriman akan menjalankan setiap ajaran agamanya. Dalam ajaran Islam, akhlak sangat diutamakan dan dijunjung tinggi. Pelajaran moral dalam Islam sangat penting sebab Islam mengajarkan untuk menghormati orang lain tapi sama sekali tidak diperintah untuk meminta dihormati. Akhlak adalah timbangan yang berat di Akhirat. Keimanan yang tidak membuahkan akhlak sama jeleknya dengan akhlak yang tidak bersumber dari keimanan kepada Allah Swt.
Islam juga mengatur hubungan orang tua dan anak dengan begitu indah dan mengatur semua hal yang berkaitan dengan moral, mulai dari berpakaian, berperilaku, bertutur kata hubungan manusia dengan manusia lain yang juga disebut hablum minannas atau hubungan sosial. Berkata dan berbuat yang makruf.
Ada nilai kejujuran dalam ajaran agama Islam. Seseorang yang berkata bohong, maka dia akan disiksa oleh api neraka. Ini hanya contoh kecil peraturan Islam yang berkaitan dengan moral.
Selain itu, masih banyak lagi aturan dalam Islam dan ajaran agama Islam yang berkaitan dengan tatanan perilaku moral yang baik, tapi tidak bisa semuanya dituliskan di sini.
Munafiq
Bila engkau dipercaya
Lain di bibir lain di hati
Dan bila engkau berjanji
Selalu engkau ingkari
Bila kau dipercaya lalu kau mengkhianatinya, lalu kau mengingkarinya
Itulah munafiq namanya.