JAKARTA (Hidayatullah.or.id) — Laznas Baitul Maal Hidayatullah (BMH) yang telah berkiprah sejak tahun 2001 terus memperluas sepak terjangnya, tidak hanya dalam instrumen pemberdayaan melalui zakat, infaq, shadaqah (ZIS).
Tapi, laznas tersebut kini secara khusus mendukung pendirian Baitul Wakaf yang menangani wakaf sebagai sebuah harapan besar, agar mampu berkiprah lebih luas untuk mewujudkan kesejahteraan umat melalui wakaf.
Baitul Wakaf sebagai salah satu lembaga resmi yang konsen mengelola wakaf menggelar Seminar Wakaf bertajuk “Seminar Wakaf Era 4.0” di Hotel Sofyan Tebet Jakarta Selatan, Kamis (02/05/2019).
“Seminar ini sekaligus sebagai tanda di-launching-nya Baitul Wakaf sebagai lembaga pengelola wakaf yang legal menurut perundang-undangan yang berlaku,” terang Direktur Baitul Wakaf, Rama Wijaya.
Hadir sebagai narasumber, Wakil Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI) Dr Yuli Yasin, Pembina Baitul Wakaf Asih Subagyo, dan Chief Marketing & Philantrophy Officer Amanah Fintech Syariah Bambang Cahyono.
Disebutkan, Indonesia merupakan negara dengan aset tanah wakaf yang sangat besar. Menurut data yang dirilis oleh Kementerian Agama, tanah wakaf di Indonesia per Maret 2016 memiliki luas 4.359.443.170 m².
Sedangkan wakaf uang sendiri menurut Badan Wakaf Indonesia (BWI) potensinya menyentuh pada posisi Rp 180 triliun, namun realisasi pertahun 2018 baru mencapai Rp 400 miliar.
Maka, wakaf memiliki peluang sekaligus bagaimana meningkatkan pencapaiannya.
Sejumlah tantangan mesti dihadapi oleh nazhir/pengelola wakaf di Indonesia. Di antara problem terbesar saat ini adalah perlunya edukasi secara luas mengenai wakaf dan pengelolaan wakaf yang lebih modern dan produktif.
Sebab, harapannya, wakaf ke depan menjadi salah satu instrumen pendanaan yang mampu meningkatkan kesejahteraan umat dan mempererat solidaritas sosial masyarakat sangatlah tinggi.
Menurut Baitul Wakaf, dengan semakin besarnya potensi kelas menengah di Indonesia dan generasi millenial yang terus tumbuh dan mendominasi dalam berbagai sektor usaha, start up, dan beragam jenis usaha lainnya yang memiliki karakter fleksibilitas, juga merupakan segmen yang penting untuk ditumbuhkan kesadaran menunaikan wakaf.
Meski tak bisa dipungkiri, kelas menengah dan millenial yang telah bergeser perilaku dan preferensinya membuat pola pendekatan wakaf ke depan mesti berbeda. Karena, mereka lebih akrab dengan dunia digital dan banyak mengonsumsi pengalaman.*