BALIKPAPAN (Hidayatullah.or.id) – Cendikiawan internasional yang banyak mengabdikan diri pada pengembangan pendidikan Islam, Dr Abu Ameenah Bilal Philips, hadir di arena Silaturrahim Nasional Hidayatullah 2018. Silatnas yang diselenggarakan sejak 20-25 November 2018 ini menggelar beragam kegiatan termasuk seminar yang menghadirkan muallaf yang juga bekas pengagum Marxis-Leninisme itu bahkan sempat menjadi pengurus partai komunis di Kanada.
Philips menjadi pembicara dalam acara kuliah umum membahas isu pendidikan yang mengangkat tajuk “A Lecture on Divine Civilization: Educating The New ‘Sahabah Generation’ Problems and Solutions” digelar selepas shalat Jum’at di Masjid Ar Riyadh, Kampus Induk Pondok Pesantren Hidayatullah Gunung Tembak, Kelurahan Teritip, Balikpapan (23/11).
Penampilan Philips didampingi interpreter yang juga Ketua Departemen Hubungan Luar Negeri Dewan Pengurus Pusat (DPP) Hidayatullah, Dzikrullah W. Pramudya. Dalam pemaparannya Philips mengemukakan pentingnya mengaktualisasi nilai-nilai pendidikan Islam yang tidak mendikotomi antara pengajaran agama dan pengetahuan umum. Kata dia, kosenp pendidikan yang terintegrasi ini akan mengatasi problem split personality atau kepribadian yang terbelah.
“Kenyataan yang kita hadapi selama ini, tiga seperempat abad, materi pendidikan memisahkan antara materi agama dengan materi umum,” kata lelaki bernama lengkap Abu Ameenah Bilal Philips ini.
Philips menilai, untuk menyemai generasi Islam yang tangguh dan unggul, yang terpenting adalah dengan mengaktualisasi manhaj sebagaimana metodologi pendidikan yang pernah diterapkan oleh Rasulullah Muhammad SAW hingga berhasil melahirkan generasi sahabat.
“Jika kita sudah mengubah metodologi kita dalam menyelenggarakan pendidikan, insya Allah kita akan menyemai generasi sahabat,” kata mantan pembimbing rohani militer Amerika ini.
Di sisi lain, pendakwah internasional kelahiran Jamaika ini menaruh keprihatinan mendalam terhadap problem yang masih kerap melanda umat dan dunia Islam dewasa ini. Umat Islam, kata Philips, acapkali mendapat cap buruk seperti berprilaku koruptif dan tidak berprikaku jujur.
Keprihatinannya itu bukan asumsi semata, sebab dalam beberapa kali kunjungan ke berbagai lembaga pendidikan Islam di sejumlah negara di dunia, Philips sering menantang untuk mengacungkan tangan bagi peserta didik dan pengajar yang selama hidupnya tak pernah mencontek. Hasilnya cukup membuatnya prihatin.
“Dengan izin Allah, saya mengunjungi sekolah sekolah seluruh dunia termasuk Malaysia maupun Indonesia. Saya tanya, apakah mereka pelajar muslim sebenarnya. Mereka mengatakan iya. Tapi kenyataan tidak menunjukkan demikian,” kata pria usia 71 tahun, ayah dari 22 anak ini.
“Pertanyaan saya, coba angkat tangan yang selama hidupnya tidak pernah menncontek, tidak pernah berbohong. Mereka tidak berani mengatakan apa yang saya minta. Dan pengalaman ini bukan saja di sekolah sekolah modern, tapi juga sekolah tradisional bahkan di almamater saya,” kata Philips yang juga lulusan Universitas Islam Madinah, Saudi Arabia.
Philips lantas menekankan bahwa dalam Al Qur’an umat Islam diposisikan sebagai umat terbaik (khairah ummah) dengan pengamalan nilai-nilai agung amal makruf nahi munkar. Namun, di dunia internasional sekarang, umat Islam dikenal sebagai pencontek dan koruptif. Seolah olah kita umat pencuri, imbuh Philip.
Karena itu, menurut Philips, satu satunya cara memperbaiki umat yang sudah terkanjur besar ini adalah dengan menegakkan amar makruf nahi munkar dengan kembali pada pola pengajaran sebagaimana metodogi pendidikan yang pernah diterapkan oleh Nabi Muhammad dan para sahabatnya.
“Tugas kita diutus (oleh Allah) ke muka bumi bukan berlomba-lomba ke bulan atau berlomba menciptakan teknologi terbaru. Bagus itu jika bisa dilakukan. Tapi tujuan kita diutus ke muka bumi adalah untuk makaarimal akhlak,” jelas Philips.
Sebagai hamba yang diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia, Philips menekankan bahwa umat Islam adalah penjaga moral utama yang menyelematkan kehidupan dunia dari kesemrawutan dan kekacauan.
“Selama lebih dari 1400 tahun, kita satu satunya bangsa yang masih menjalankan tugas menjaga moral. Apa yang dulu ditetapkan oleh Nabi kita sebagai suatu hal yang haram, maka tetap haram seratus persen sampai sekarang. Tidak ada yang berubah dari moral kita sebagaimana yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad Shallallaahuu ‘Alaihi Wasallam,” tukasnya.
Dalam pada itu, Philips menjelaskan terminologi mendidik generasi sahabat yang dikutip dari salah satu guru Imam Syafii yaitu Imam Malik. Imam Malik, mengatakan umat yang belakangan hanya bisa diperbaiki dengan metodologi lampau.
Apa yang telah menjadikan sahabat baik di masa lalu, itu juga yang dapat memperbaiki umat saat ini. Maka sangat lumrah untuk kita mengatakan, satu satunya cara untuk memperbaiki generasi saat ini adalah melahirkan generasi sebagaimana dilahirkan di masa sahabat,” pungkasnya.
Acara kuliah umum ini diikuti oleh ribuan dai dari seluruh Indonesia. Selain kuliah umum tersebut, Silatnas Hidayatullah juga menggelar semina lainnya bertajuk “Hidayatullah Global Forum: Transforming Charity Organizations Into Global Peacemakers”, pada Sabtu ini dengan menghadirkan pembicara Founder Dakwah Corner Bookstore Farid Ullah A. Hussin (Makkah) dan Vice Chairman of IHH Huseyin Oruc (Turki).*