SOSOKNYA low profile, dengan badannya yang tambun dan dikenal humoris. Suka cerita lucu-lucu tapi kadang bicara serius.
Ustadz Lukman Hakim, alumni STAIL Surabaya tahun 2002. Tugas pertama setelah lulus ke Hidayatullah Bengkulu bersama dengan Ustasz Hasan teman seangkatan.
Awalnya sebagian pengurus yang tidak respek dengan kedatangan mereka berdua. Karena sejumlah alumni STAIL Surabaya yang tugas di Sumatera tidak betah atau pulang pindah ke cabang Hidayatullah lain.
Namun beliau berdua cuek, tetap melakukan pendekatan dan berusaha menjalankan amanah apa saja yang diberikan. Sehingga akhirnya mendapatkan trust atau kepercayaan.
Hingga akhirnya ditunjuk menjadi ketua DPW termuda yaitu di Bengkulu tahun 2005. Saat itu usianya baru 26 tahun. Padahal beliau bukan kandidat, tapi kandidat yang terpilih saat itu yaitu Ustads Ali Hermawan memberikan amanah kepada Ustadz Lukman.
Alhamdulillah amanah menjadi ketua DPW Bengkulu hingga dua periode berturut-turut. Artinya ada prestasi dan kepercayaan.
Tahun 2015-2020 diberikan amanah pindah tugas menjadi ketua DPW Sumatera Utara. Awalnya berat juga karena sudah merasa mapan dan nyaman di Bengkulu, tapi karena tugas maka harus berangkat.
Saat itu sedang menikmati kebahagiaan dengan istri dan anak-anak yang masih kecil. Berangkat tugas ke Medan sambil mengantar anak sekolah di Hidayatullah Batam.
Padahal saat di Bengkulu hendak pindah tugas ke medan dalam posisi menurut orang orang “sedang mapan” rumah, gaji, sertifikasi guru sudah lumayan. Ketika pindah ke daerah tugas itu semua harus rela berpisah dan ditinggalkan.
Karena di Bengkulu sertifikasi Diknas sementara di Medan sekolahnya berafiliasi ke Kemenag. Waktu itu tidak bisa diurus perpindahan sertifikasinya.
Di Sumatera Utara yang awalnya berat membenahi sana-sini, dengan law profile nya bisa membuat tim yang lumayan solid dan program berjalan cukup baik. Berharap ada waktu untuk menyempurnakan, apalagi masa pandemi covid-19.
Ternyata hanya satu periode saja dan ditugaskan kembali menjadi ketua DPW Sumatera Selatan. Padahal Palembang adalah kota yang selama dihindari karena sudah tahu sedikit banyak tantangan dakwah tarbiyahnya yang berat.
Alhamdulillah jiwa kekaderannya tetap ada, meski seberat apapun tugas. Beliau tetap berangkat untuk menjadi ketua DPW keempat kalinya.
Ustadz Lukman pertama kali masuk Hidayatullah Kudus saat masih usia SMA. Waktu itu sedang sekolah di MAN 2 Kudus karena di dalam belum ada pendidikan. Waktu itu ada ustadz Imam Syahid dan ustadz Sholeh Hasyim.
Selain sekolah, juga diamanatkan menjaga toko Amanah milik Pesantren Hidayatullah di kota. Sehingga berangkat ke sekolah jam 06.00 pulang jsm 21.00 karena lamgsung jaga toko.
Sebenarnya tersiksa sekolah di MAN karena bercampur putra dan putri. Bertentangan dengan prinsipnya dan ajaran di Hidayatullah. Maka setelah lulus dan ditawari kuliah di STAIL, semangat dan langsung berangkat.
Ustadz Lukman menikah dengan salah satu guru yaitu ibu Herlina rekrutmen di Hidayatullah Bengkulu alumni PGTK Aisyiah Palembang. Pernikahan cukup sedih juga, karena tidak dihadiri keluarga satupun, mungkin jauh. Hidangannya adalah bersamaan dengan aqidah lahirnya putri ketiga anak ustadz Ali Hermawan.
Alhamdulillah sudah paham dan menguatkan serta lebih nyaman bergabung di Hidayatullah. Walaupun masih baru rekrutmen tapi dalam penghayatan kelembagaan cukup lumayan cepat. Salah satu buktinya siap menemani tugas suami yang cukup berat dan menantang.
Sementara pada umumnya wanita maunya bahagia dan nyaman dengan terpenuhinya fasilitas.
Pengalaman yang terkesan dari ustadz Lukman saat tugas di Sumatera Utara adalah berdakwah di kampung muallaf. Tiba-tiba datang anak muda yang menyampaikan bahwa bapaknya wafat.
Dia ingin bapaknya dimakamkan secara Islam. Tapi saat ditanya, “Apa agamanya bapak?”
” Tidak jelas, pernah masuk Islam lalu Kristen, masuk Islam lagi dan Kristen lagi.”
” Jadi terakhir agamanya apa?”
” Tidak tahu, tapi yang jelas kami ingin dia dimakamkan secara Islam”
Ustadz Lukman bingung juga, lalu diskusi dengan Ustadz Sriyono, rekanya, untuk mencari solusi.
” Begini, kita sama-sama tanya ibu atau istrinya bapak karena dia orang yang paling dekat sehari hari menemaninya” kata ustadz Lukman.
Ketika ditanya istrinya, dia menjawab “Dia Islam ustadz, saat mau wafat sering mengucapkan syahadat dan dia ingin rajin ke masjid”
Akhirnya diputuskan dimandikan, dikafani, dan dikubur secara Islam. Malamnya berkumpul semua tetangganya, Kristen dan Islam bercampur. Mereka membaca Yasin dan tahlil. Yang umat Kristen hanya mendengarkan saja.
Setelah itu, Ustadz Lukman memberikan tausyiah.
“Bapak-bapak, ibu-ibu bahwa agama itu penting untuk dunia dan akherat. Salah satunya biar mudah kalau wafat, mau dirawat Islam atau Kristen”. Itu intinya.
Besoknya ada 8 orang bersyahadat masuk Islam dan minta dikhitan meski sudah berkeluarga, diajari wudhu, dan sholat.
Ustadz Lukman Hakim sudah selesai S2, ingin diakhir umurnya untuk mengajar. Istrinya sedang kuliah S2 dan menjadi Sekretaris Pengurus Wilayah Mushida Sumatera Selatan. Anaknya tiga. Anak pertama sedang belajar di Turki, kedua di Jawa dan ketiga masih di rumah.
Kunci kepemimpinannya adalah merangkul semua pihak, berkomunikasi yang baik dan disiplin musyawarah. Pendekatan sederhana itu yang membuat beliau mudah diterima dan mudah mengembangkan program organisasi.
ABDUL GHOFAR HADI