AdvertisementAdvertisement

Dibutuhkan Kader Ideologis

Content Partner

jam ilustrasiMENURUT data sejarah yang terus berulang, keberadaan kader ideologis sangat kental dan kuat pada generasi awal sebuah lembaga, organisasi atau pergerakan.

Sebab, pada awal-awal pembentukan atau perintisan masih berinteraksi langsung dengan pendiri atau penggagas ideologis. Meskipun kondisi awal sangat sulit dan memprihatinkan tapi itulah yang memupuk idealisme mereka menjadi tumbuh subur.

Sebaliknya yang seringkali melunturkan idealisme adalah kemapanan, fasilitas berbagai kemudahan di sekitarnya. Nyaris tidak ada tantangan, tekanan dan kesulitan sehingga karakter seorang ideolog menjadi melemah dengan sendirinya. Hal ini terjadi ketika perjalanan lembaga sudah melewati dua tiga generasi dan mengalami banyak kemajuan atau bertambah besar.

Selanjutnya, kembali kepada permasalahan melahirkan kader ideologis yang menjadi keharusan dari sebuah pergerakan. Kerumitan dan berat dalam memproses calon-calon kader ideologis. Sebab, bukan hanya sisi intelektualitas tapi juga moralitas, mentalitas, spritualitas dan skill yang harus di atas rata-rata orang pada umumnya.

Apakah kader ideologis akan otomatis melahirkan kader ideologis? Ternyata tidak ada kelahiran kader ideologis yang otomatis. Ternyata dalam kenyataannya kader-kader ideologis yang sudah berkeluarga, kebanyakan hanya melahirkan kader-kader biologis.

Anak keturunannya tidak mewarisi ideologis yang dimiliki oleh orang tuanya. Ada yang lebih ironis, anak-anaknya merasa menyesal lahir dari keluarga ideologis karena penuh dengan penderitaan dan kesulitan sehingga mereka justru balik memusuhi gerakan ideologis.

Kader biologis yang lahir dari kader ideologis sebenarnya memiliki peluang lebih besar untuk menjadi kader ideologis juga. Sebab mereka memiliki gen keturunan yang sudah sesuai, ada kultur keluarga yang kondusif dan tauladan yang dekat dengannya. Tentu harus melewati berbagai persyaratan dan tahapan sebagaimana prosesnya lahir kader ideologis melalui proses pengkaderan yang ketat.

Sebab banyak generasi yang secara biologis jauh dari keturunan ideologis, artinya bukan anak siapa-siapa tapi bisa terantar untuk menjadi kader ideologis. Meski terkadang langkah-langkah awalnya masih diragukan komitmen dan kekaderannya.

Kemandirian dan kesungguhannya untuk berproses menjadi kader ideologis menjadikan mereka lebih bisa mewarisi ideologi dari sebuah gerakan dibandingkan kader biologis dari pergerakan tersebut.

Kemudian kader akademis juga memiliki peluang untuk menjadi kader ideologis. Meskipun bukan jaminan 100 persen untuk yang memiliki jenjang kader akademis bisa menjadi kader ideologis. Sebab kebanyakan kader akademis memiliki pemahaman hanya di permukaan atau bagian luar dari sebuah gerakan bukan pada intisari atau subtansi gerakan tersebut.

Inilah yang seringkali mengkhawatirkan dari generasi akademis yang memilki kemampuan akademis di atas rata-rata tapi tidak memiliki pemahaman yang utuh dari visi misi organisasi sehingga pada akhirnya mereka yang mengkaburkan atau membelokan arah tujuan organisasi.

Selanjutnya yang menjadi kesimpulan sementara dari lahirnya generasi ideologis memerlukan rekayasa sosial untuk pembentukan mental yang tangguh dan tahan banting. Secara intelektual juga harus digembleng untuk bisa memiliki pengetahuan dan skill yang profesional untuk menyelesaikan problamatika di tengah masyarakat.

Secara spritual juga tidak boleh kedodoran karena inilah unsur yang menjadi benteng untuk menyerap energi dari Allah swt karena banyak probelmatika yang tidak bisa dijangkau dengan otak dan kekuatan manusia biasa. Wallahu a’lam bish shawwab. *

_________________
ABDUL GHOFAR HADI, penulis adalah Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Hidayatullah (STISHID) Balikpapan, Kalimantan Timur. Sekaligus menjadi kepala pengasuh ratusan santri putri di komplek terpadu Pesantren Hidayatullah Gunung Tembak, Teritip.

 

 

 

 

- Advertisement -spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Indeks Berita Terbaru

Kebijaksanaan Rasulullah Menimbang Saran dengan Hati Terbuka

DALAM kajian psikologi sosial dan budaya, sifat manusia untuk menerima atau menolak saran adalah fenomena yang kompleks. Secara umum,...
- Advertisement -spot_img

Baca Terkait Lainnya

- Advertisement -spot_img