Hidayatullah.or.id — Dua pekan sebelum Musyawarah Nasional Hidayatullah di Balikpapan digelar, almarhum Ustadz Usman Palese telah memesan tiket pesawat untuk hadir di perhelatan akbar lima tahunan tersebut.
Meski tubuhnya ketika itu sudah amat lemah dan selera makan sudah menurun, semangat beliau untuk bertemu saudara-saudara seperjuangan tetap membara. Beliau memang dikenal sebagai dai yang gemar silaturrahim.
Beliau sempat menghubungi ketua Yayasan Hidayatullah Depok yang juga muridnya, Ustadz Wahyu Rahman, dan meminta tolong agar segera dibelikan tiket pesawat agar bisa ikut acara Munas.
“Beliau minta berangkat tanggal empat,” jelas Ustadz Wahyu Rahman.
Namun, belum sempat tiket itu dibelikan, tiket lain telah juga datang kepada beliau, yakni tiket menuju balik papan yang sesungguhnya. Tiket menuju Allah Subhanahu Wata’ala.
Dalam salah satu ceramahnya yang sempat direkam redaksi Hidayatullah.or.id yang disampaikan beliau pada hari Kamis selepas dzuhur tanggal 17 Februari 2011, Ustadz Usman Palese berpesan bahwa kematian adalah sebuah kepastian.
Maka dari itu, kata belaiu, kita perlu untuk selalu bersiap diri, sebab kematian datang tidak pernah ada yang tahu masanya. Kematian adalah dzikir yang hendaknya harus terus diingat.
Pesan tersebut belaiu sampaikan usai menyalatkan jenazah almarhumah Euis Tejaningsih (38 tahun) istri dari Ustadz Suyudi As’ad, santri senior di Pesantren Hidayatullah Kota Depok, Jawa Barat, hari Kamis tahun 2011 silam.
Ustadz Utsman melanjutkan, orang orang yang sejak awal telah mempersiapkan diri menghadapi kematian serta sudah terlatih dalam menghadapi berbagai macam musibah dan cobaan Tuhan dalam hidup, maka tatkala kematian itu suatu saat benar benar datang, maka ia bukanlah sesuatu yang harus disedihkan.
“Kematian adalah nasehat. Ia datang sekehendak Allah tanpa kita tahu kapan dan bagaimana,” kata Ustadz Usman.
Selamat jalan Ustad kami. Semoga segala perjuanganmu menjadi sebab kecintaan Allah SWT kepadamu, dan Allah SWT memasukkanmu ke dalam Surga-Nya bersama para suhada pembela agamamu. Amin. (Mahladi/Ainuddin)