BETAPA banyak orang yang tidak begitu yakin dengan kehidupan akhirat, bahkan ada yang menolak sama sekali keberadaan akhirat di masa mendatang. Tetapi sadarkah kita bahwa sesungguhnya manusia dalam upaya apapun adalah dalam menyiapkan akhir yang baik.
Bukankah saat seorang pelajar tekun dalam menuntut ilmu, disiplin dalam pembelajaran adalah dalam rangka meraih masa depan (akhir) yang baik?
Perhatikan pula apa yang menjadi motivasi pejabat negara korupsi? Akhir. Ya, dia ingin sebelum masa jabatannya berakhir mendapatkan banyak simpanan harta yang memadai, sehingga bisa kembali ikut kompetisi dan menjadi pejabat lagi.
Terus seperti itu, sampai tibalah masa dimana penjara menyeret jiwa dan raganya justru di masa ketika akhir itu diharapkan bahagia, yakni kala umur tak lagi muda. Artinya, manusia sadar bahwa akhir, besok, masa depan atau apapun istilahnya adalah lebih patut diperjuangkan.
Lantas mengapa saat ajaran Islam ini hadir, lengkap dengan sosok teladan yang konkret hati kita masih ragu dengan akhirat?
Mengapa hati dan akal masih saja menghendaki kehidupan dunia, kehidupan kini yang fana dan sudah pasti akan berakhir?
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga dengan banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian hancur. Dan di akhirat (nanti) ada adzab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (QS. Al-Hadîd [57]:20).
Ayat itu menuntun para sahabat Nabi Muhammad ﷺ sama sekali tidak ambisius terhadap kehidupan dunia. Mereka lebih memilih berjuang menggapai kebahagiaan hidup di akhirat, yang abadi, bukan tempat berbangga-bangga yang penuh kepalsuan.
Maka, saat harta, kedudukan menghampiri kehidupan mereka, hati mereka sama sekali tidak berubah menjadi tamak dan menjadi pemuja harta dunia. Sebab mereka sadar, itu hanyalah kesenangan sementara.
Di dalam ayat yang lain Allah Ta’ala tegaskan.
“وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَعِبٌ وَلَهْوٌ ۖ وَلَلدَّارُ الْآخِرَةُ خَيْرٌ لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ ۗ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
“Dan kehidupan dunia ini tiada lain hanyalah main-main dan senda gurau belaka. dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu mau memahaminya?” (QS. Al-An’âm [6]:32).
Dengan demikian untuk apa hati kita gelisah, sibuk, gembira, bahkan berbangga-bangga dengan urusan dunia.
Sebuah alam kehidupan yang Allah tegaskan tak lebih dari tempat bermain dan bersenda gurau.
Mari lihat alam akhirat dengan memupuk kebaikan dalam diri sampai menjadi insan yang bertaqwa. Sungguh hanya itulah cara terbaik hidup bahagia, selamat, dan sukses sejati.
Sukses yang akan menjadikan hati ini ridha dengan ketetapan-Nya, sehingga tidak ada yang menjajah akal dan hati kita dari konsisten, komitmen dan istiqomah beribadah hanya kepada-Nya.
IMAM NAWAWI SURADI