Hidayatullah.or.id – Kader dai Hidayatullah menjadi salah satu peserta silaturrahim dai dan ulama se-Asia Tenggara dan dunia yang diselenggarakan di Kota Padang, Sumatera Barat.
Pertemuan yang diantara agendanya membahas mengenai persatuan umat sebagaimana tema acara ini dihadiri oleh ulama dan dan dai se-Asia Tenggara, Eropa, dan Afrika.
Ustadz Dzulkifli Manshur, dai yang mewakili Hidayatullah melaporkan pertemuan ini berjalan semarak yang dihadiri sejumlah tokoh nasional dan internasional.
Silaturrahim dan diskusi internasional yang diselenggarakan oleh Yayasan al-Manarah al-Islamiyah bekerja sama dengan Pemerintah Kota Padang dan Majelis Ulama Indonesia ini mengangkat tema terkait persatuan umat.
Dalam sambutannya saat membuka acara ini, Wali Kota Padang Mahyeldi Ansharullah mengatakan, tema pertemuan ketiga kali ini memberikan inspirasi kepada para dai di Indonesia khususnya, untuk mengedepankan dakwah yang wasathiyah (pertengahan), tidak ekstrem kiri maupun kanan.
“Karena mengokohkan konsep wasathiyah dalam dakwah yang mencerdaskan umat,” ujarnya di Masjid Raya Sumatera Barat, Padang, lansir Islamic News Agency (INA).
Penasihat Utama Yayasan al-Manarah al-Islamiyah, Prof Syeikh Sulaiman al-Bierah, mengungkapkan, hari ini realita umat Islam menunjukkan dalam kondisi penuh luka dan banyak mengalami persoalan internal di berbagai bidang.
Terutama, menurutnya, semenjak jatuhnya Khilafah Utsmaniyah. Dimana negara-negara Islam dipecah-pecah dan dibagi-bagi sehingga secara entitas politik tidak memiliki kekuatan.
Di sisi lain, sambung Syeikh Sulaiman, umat Islam juga mengalami masalah kemiskinan, kebodohan, dan kemunduran.
“Kita harus mengenali dan memahami kondisi umat Islam sendiri,” ujarnya.
Imam Masjidil Haram yang juga guru dari Syeikh as-Sudais ini menjelaskan, meskipun kondisi umat Islam terpecah. Tetapi tidak boleh kehilangan harapan dan yakin suatu ketika dipulihkan oleh Allah Subhanahu Wata’ala.
Karenanya, Syeikh Sulaiman menyampaikan, perlunya semua pihak bergerak melakukan upaya apapun untuk bisa pulih dari kondisi-kondisi tersebut.
“Olehnya, upaya yang dilakukan al-Manarah bertujuan untuk membangun itu, bukan memperdalam luka, tapi memulihkan harapan kembali. Menyatukan tanpa menyinggung perbedaan-perbedaan yang ada,” imbuhnya.
“Semua disatukan dengan kalimat tauhid. Usaha saat ini adalah mendekatkan bukan saling menjauhkan,” tandasnya menutup.*