Hidayatullah.or.id — Sejak awal perlangkahannya, Pondok Pesantren Hidayatullah selalu menempatkan diri sebagai pemersatu umat dengan menjadikan dakwah, pemberdayaan, sosial, dan pendidikan sebagai concern aksi. Hal ini harus terus menjadi kultur lembaga ini hingga kini menjadi organisasi massa.
Demikian ditegaskan Pimpinan Umum Hidayatullah, KH. Abdurrahman Muhammad, saat menyampaikan taushiah dalam kesempatannya berkunjung ke Pondok Pesantren Hidayatullah Kota Depok, Jawa Barat, belum lama ini. Beliau menegaskan bahwa gerakan Hidayatullah adalah gerakan dakwah kasih sayang yang mengesampingkan praktik-praktik anarkisme.
“Jangan merubah kejahatan dengan cara anarkis, tapi rubahlah dengan membawa cahaya cahaya (kebaikan) ini. Semoga kita membaca, bahwa sesederhana apa pun pekerjaan tapi kerjakanlah dengan maksimal. Libatkan semua potensi yang ada untuk menghadirkan kekuatan kekuatan baru,” kata beliau.
Sebagaimana kita ketahui, terang dia, telah disepakati bahwa eksistensi Hidayatullah adalah gerakan pejuangan Islam (al haraqah jihadiyah al islamiyah). Kita semua ini adalah pendudukung dari gerakan Islam yang menumbuhkan mahabbah dan kepekaan rasa.
“Kita ini adalah bagian kecil dari pendukung dari gerakan perjuangan Islam. Walaupun kelihatan pekerjaan-pekerjaan kita sederhana-sederhana saja, tetapi ada tonggak kepemimpinan untuk mempertanggungjawabkan kepemimpinan ini kepada manusia, Allah Ta’ala, dan kepada orang orang beriman,” imbuhnya.
Dalam kesempatan itu Ustadz Rahman mengingatkan bahwa kader Hidayatullah harus selalu berfikir dan beribadah keras.
“Semua tantangan apa saja itu sebenarnya otomatis bisa dihadapi ketika ada lokomotif. Lalu, apa lokomotif kita dalam kehidupan kita ini? Lokomotif kita adalah Laailaahaillallah,” ingatnya.
Dunia, kata Allah, hanyalah permainan dan sendau gurau semata. Sebagai orang beriman maka ‘bermainlah’ dengan sungguh-sungguh di dunia, jika tidak, engkau yang akan dipermainkan.
“Kita jangan pesimis bahwa aku tidak bisa. Kita harus mengatakan aku adalah bahagian dari proses ini. Kita harus dikuatkan dengan sesuatu di luar yang nyata ini”.
Ustadz Rahman juga menerangkan bahwa ujian keimanan yang dihadapi umat Islam saat ini belumlah seberapa daripada ujian yang dialami oleh Nabi Nuh Alaihissalam. Saking kerasnya tantangannya, Nuh sampai berdoa kepada Allah untuk membinasakan saja semua orang-orang kafir seluruh dunia.
“Untungnya kita mengikuti khittah dakwah Rasulullah, jadi kita tidak berdoa seperti Nuh. Tapi, karena dahsyatnya gelombang tantangan Islam saat ini, maka kita harus membangun kapal Nabi Nuh,” imbuh beliau.
Dalam rangka mendakwahkan Islam ini, seorang dai kata Ustadz Rahman jangan pernah mengatakan banyak betul sudah pengorbanan yang saya berikan tapi hanya seberapa saja yang saya dapatkan.
“Berfikir rata rata manusia adalah pragmatis, mengukur apa yan dilihat mata. Anda jangan menjadi orang yang rata-rata. Umat menanti tangan tangan pemuda yang mengeluarkan cahaya untuk menerangi umat seperti Musa mengeluarkan umatnya dari kegelapan,” tandasnya. (ybh/hio)