JAKARTA (Hidayatullah.or.id) – Hampir setiap menjelang penetapan awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha, jika ada perbedaan antara pemerintah dan ormas, juga saat ada perbedaan dengan pemerintah Saudi, masyarakat seringkali mengalami hiruk-pikuk.
Akibatnya, umat saling berpendapat, mengapa tidak begini, tidak begitu. Mengapa menurut ormas ini begini dan begitu, termasuk sampai memperdebatkan pendapat ulama’ dan Syaikh ini-itu dengan beragam dalilnya.
Tak pelak, di media sosial pun berseliweran berbagai maklumat dan juga dalil yang dimaksud. Akhirnya ribut sendiri, adu argumen berdasarkan ra’yu-nya sendiri-sendiri.
Di Hidayatullah masalah penentuan hari-hari besar Islam seperti awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha sudah selesai.
“Secara organisasi, Hidayatullah sudah punya ketetapan yang dihimpun dalam buku Ketetapan Majelis Syura Hidayatullah, yang terbitkan tahun 2015 silam,” kata Ketua DPP Hidayatullah Asih Subagyo dalam obrolan dengan Hidayatullah.or.id, Jum’at (17/8/2018).
Dengan berbagai rujukan berbagai dalil yang rajih serta komprehenshif, ketepatan hasil Musyawarah Majelis Syura Hidayatullah tersebut yang menegaskan sikap Hidayatullah hadir dengan semangat menyatukan umat ini, maka dalam hal awal Ramadhan, Syawal Dan Dzulhijjah, Hidayatullah mengikuti keputusan sidang itsbat yang mempertemukan semua/mayoritas golongan sebagai representasi umat di bawah koordinasi pemerintah.
Ketetapan tersebut dipahami sebagai fiqhud dakwah Hidayatullah yang karena itu diterima dengan lapang akan menerima tanpa reserve sebagai konsekwensi atas kepemimpinan Hidayatullah.
“Dus artinya adalah, kita tidak terpengaruh dengan kehebohan yang terjadi di luaran. Sebab prinsip dan sikap kita, berdasar pada dalil yang rajih. Tidak perlu diperdebatkan lagi,” katanya.
Dengan demikian maka, terang Asih, untuk saat ini ketetapan tersebut sudah cukup sebagai pedoman bagi kader dan jamaah. Seraya dengan itu dia menambahkan kedepan perlu perbaikan dan peningkatan lebih komprehenship lagi.
“Dan untuk itu, menurut saya kuncinya adalah di sumber daya manusia,” katanya.
Karena itu, menurut Asih, PR yang mesti segera dijawab, dan ini menjadi salah satu konsideran dari sikap Hidayatullah itu yaitu mengeliminir munculnya potensi mispersepsi jamaah dan ketidakmampuan mengambil sikap karena kurangnya SDM yang berkompeten. Sehingga dia menegaskan menjadi keharusan bagi organisasi untuk menyiapkan SDM yang berkompeten di bidang ini.
“Olehnya, kita perlu mengirimkan kader-kader kita untuk menekuni ilmu falakh, dan menjadi ahli di bidang ilmu hisab dan rukyat serta astronomi secara umum, serta disiplin ilmu yang terkait lainnya. Baik secara talaqqi kepada syaikh/ulama’, maupun ditempuh melalui institusi pendidikan yang ada,” imbuh Asih.
Sehingga, lanjutnya, diharapkan kedepan semakin banyak pakar Hidayatullah yang rujukannya lahir bersumber dari disiplin keilmuan yang dikuasai dan dalam satu tim dengah fuqaha yang kapabel juga khususnya di bidang ilmu falakh. (ybh/hio)