HIDORID — Meski telah dinayatakan gagal digelar, Pekan Kondom Nasional (PKN) masih menyisakan kekesalan di benak banyak pihak. Selain dianggap irasional, program yang didukung Kemenkes itu dinilai sebagai upaya promosi seks bebas oleh industri kondom.
Lembaga kesehatan kemanusiaan nasional, Islamic Medical Service (IMS) dalam pernyataannya kepada media ini merekomendasikan cara-cara pencegahan dan pemberantasan virus HIV dan AIDS yang sangat serius, yaitu dengan menghentikan kampanye penggunaan kondom. Kampanye pemakaian kondom dinilai justru makin menyuburkan dan melegalkan seks bebas sebagai faktor utama penularan penyakit AIDS.
“Karena itu IMS menolak dan meminta kepada pemerintah untuk menghentikan acara tersebut untuk tahun ini dan tahun-tahun yang akan datang,” tegas Direktur IMS Drg Fathul Adhim di Jakarta, ditulis Hidorid Rabu (04/12/2013).
Fathul menjelaskan, kampanye pemakaian kondom sejatinya hanya diperuntukkan kepada suami istri sebagai alat kontraksepsi, bukan kepada para remaja yang ditakutkan salah dalam penggunaan. Ia menegaskan, produk kondom yang beredar saat ini hanya untuk sebagai alat kontrasepsi, bukan untuk menangggulangi penyakit AIDS.
Program bagi-bagi kondom tidak menjawab akar penyebab dari timbulnya penyakit tersebut, tapi dengan acara itu, kata Fathul, justru malah menyuburkan penyakit AIDS yang terjadi di Indonesia. Serta secara tidak langsung melegalkan seks bebas dan pemahaman yang salah dalam pemakaian dan penggunaan kondom.
Fathul menerangkan, kalaupun dipaksakan kampanye penanggulanagn penularan virus HIV dan penyakit AIDS dengan cara memakai kondom, maka tingkat kesalahan carapemakaian kondom apalagi bagi pemula, bisa mencapai 44,7%, sehingga efektifitas pemakaian kondom dalam penangulangan AIDS sangat diragukan.
“Karena cara penularan virus HIV melalui kontak langsung dengan cairan yang dimiliki manusia yaitu darah, air mani, air susu ibu, maka cara penanggulangannya yang efektif adalah stop prostitusi, seks bebas, dan narkoba,” ulasnya.
Dikatakan Fathul, hasil penelitian membuktikan bahwa negara termasuk provinsi di negara Indonesia yang sangat longgar terhadap kebebasan seks jauh lebih banyak yang terkena virus HIV dan AIDS daripada negara dan provinsi di Indonesia yang mengontrol kuat terhadap pergaulan bebas.
“Untuk itu cara yang efektif adalah pembekalan agama sejak dini khususnya kepada para remaja termasuk memberi pengetahuan yang sebenanrnya terhadap bahaya virus HIV dan AIDS,” ujar dia.
Bagi penderita yang sudah terlanjur terjangkit virus HIV dan AIDS sementara sampai sekarang belum ada obat yang bisa menyembuhkan penyakit tersebut, maka pemerintah wajib untuk mengisolasi dengan ketat atas biaya negara dan swasta yang berminat.
Pemerintah, kata Fathul, juga harus jeli dan wajib mempertahankan untuk tidak terpengaruh oleh budaya asing termasuk dalam penanganan pergaulan bebas dan cara penanggulangannya yang sangat berbeda dengan adat ketimuran apalagi mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim.
Karena literatur tentang virus HIV dan AIDS dan cara penanggulangannya hampir semua mengambil ilmu dari Barat, maka Fathul berharap kalangan cendekiawan di bidang kesehatan khususnya di lingkungan kampus dan Depkes, menambah referensi dari karya-karya cendekiawan dari Timur sehingga dalam upaya penanggulangannya bisa menjawab secara paripurna bukan malah sebaliknya.
“Ini menyangkut masalah hidup orang banyak apalagi jenis penyakit AIDS luar biasa bahayanya. Maka pemerintah harus bisa mencegah kepentingan ekonomi dengan kedok membantu pemerintah untuk ikut serta menanggulangi masalah kesehatan di Indonesia,” tandas Fathul mewanti-wanti. (ybh/hio)