“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan sesuatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megahan diantara kamu, serta berbangga-banggaan akan banyaknya harta dan anak-anak. Seperti hujan (yang menumbuhkan) tanaman-tanaman yang menakjubkan para petani, kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya menguning, kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat nanti ada adzab yang keras dan ampunan dari Allah serta ridha-Nya. Kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.”(QS al-Hadid [57] : 20).
BEBERAPA tahun ini, dunia selalu dihebohkan oleh dirilisnya film-film kolosal dan spektakuler. Terakhir, film Star Wars yang fenomenanya mengglobal itu. Banyak orang yang bahkan rela berkemah beberapa hari di depan gedung bioskop hanya untuk mendapat tiket pemutaran hari pertama, yang harganya mencapai jutaan rupiah. Seluruh dunia kemudian ikut-ikutan demam Star Wars, termasuk di Indonesia.
Belum lenyap dari ingatan kita, dan sampai kini masih terus bergulir, masyarakat Indonesia juga terhipnotis dengan tayangan-tayangan reality show semacam Indonesian Idol, AFI atau KDI.
Tahap audisi salah satu kontes ini yang digelar di beberapa kota bahkan mencatat peserta hingga tembus angka diatas 25 ribuan. Banyak diantaranya yang sudah ikut pada audisi periode sebelumnya, atau tidak lolos audisi di kota lain dan berpindah ke kota berikutnya.
Konser-konser musik atau pergelaran lain yang bernuansa pesta memang sedang marak. Hampir tidak pernah sepi peminat, bahkan dihadiri pengunjung dalam jumlah yang fantastis. Walau, untuk semua ini diperlukan pengorbanan yang tidak kecil, baik secara materi maupun immateri. Belum lagi, potensi gangguan keamanannya yang besar. Sejak pagelaran musik sampai pertandingan sepak bola, semuanya dibanjiri penonton.
Di lain pihak, kita menyaksikan rumah-rumah Allah yang merana, ditinggalkan umatnya. Kehidupan yang shalih tidak begitu menarik lagi. Panggilan Allah menggema lantang, namun sepi penyambut. Shaf-shaf shalat fardhu tidak pernah penuh, kecuali di hari Jum’at. Lebih banyak hati yang tergerak memenuhi mall dibanding masjid pada waktu shalat. Seruan Allah diabaikan, “hayya ‘alal falaah”, marilah menuju kemenangan serta keberuntungan, seolah tidak pernah didengungkan.
Sadar atau tidak, fenomena ini adalah cermin semakin tumbuh suburnya kemunafikan di tengah-tengah umat. Padahal, al-Qur’an sering mengaitkan kemunafikan dengan keterpesonaan pada godaan dunia, atau kemalasan memenuhi panggilan Allah.
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu (hendak) menipu Allah, dan Allah membalas tipuan mereka. Bila mereka berdiri untuk shalat, mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya’ (pamer) di hadapan orang lain. Dan tidaklah mereka mengingat Allah (mengerjakan shalat) kecuali sedikit sekali.” (QS an-Nisa’ [04] : 142).
Sebab, diantara bibit utama kemunafikan adalah tidak adanya keyakinan akan janji Allah dan lebih mengutamakan penampakan dunia yang menipu. Orang munafik sering merasa bahwa keyakinan relijius itu bohong. Hati yang mengabaikan seruan Allah “menuju kemenangan” lewat shalat adalah hati yang sakit. Seakan-akan mereka adalah orang yang diseru dari tempat yang jauh, padahal saat itu di telinga mereka telah ada penyumbat (QS Hamim as-Sajdah [41] : 44).
Peradaban pesta
Bila kita perhatikan fenomena kontemporer di sekeliling kita, jelaslah bahwa peradaban yang tengah mendominasi adalah peradaban yang berakar pada pesta-pora, permainan, lalai dari Allah dan kehidupan akhirat. Musik, mode, media, teknologi canggih, tren gaya hidup, seluruhnya diarahkan untuk menghias dunia ini sebagai lantai dansa global.
Di setiap penjuru orang dibuat untuk mudah dan semakin dipermudah dalam menikmati hiburan yang diorganisir orang lain, atau setidaknya menghibur diri sendiri dengan berbagai bentuk. Misalnya, menikmati penampilan wanita-wanita yang mengumbar aurat, baik dalam bentuk gambar iklan atau manusia asli yang hidup.
Teknologi tercanggih dan tercepat perkembangannya dewasa ini, yakni di bidang informasi, selalu mengedepankan sisi hiburan. Belilah hand-phone seri terbaru, dan disana pasti akan disertakan fitur-fitur yang mempermudah penggunanya untuk mengakses hiburan, berpesta dan menyenangkan diri setiap saat.
Adakah Anda mendapati kampanye sarat teknologi terbaru secara besar-besaran yang ditujukan untuk mempermudah manusia mendekatkan diri kepada Allah, mengingat akhirat dan mewaspadai godaan dunia? Yang terjadi justru sebaliknya, manusia diingatkan dan didorong terus menerus untuk berpesta, menghibur diri dan bersenang-senang.
Jangan hanyut!
Jelasnya, dunia ini dikuasai orang-orang yang tengah tertipu, dan mereka berusaha keras menyebarkan keyakinannya yang melenceng itu. Sementara, Allah dan Rasul-Nya mengingatkan kita akan bahaya dunia. Maka, kita harus memandang dunia ini sebagai wasilah, piranti, sarana atau alat.
Dunia bukan ghayah, tujuan, atau terminal akhir dimana segalanya selesai disini. Segala pencapaian sains dan teknologi bukanlah tujuan akhir, namun sarana mengabdi kepada-Nya. Maka, kita harus mewaspadai bujukan dunia pada titik-titik tertentu dimana pesona kemolekannya demikian menggiurkan.
Allah mengingatkan bahwa dunia ini dipenuhi ujian, yakni agar Dia mengetahui siapa diantara kita yang terbaik amalnya (QS al-Mulk [67] : 2). Segala perhiasan yang ditampakkannya adalah tipuan untuk menguji, siapa yang tergoda dan siapa yang tetap teguh memegang janjinya kepada Allah.
Yang menjadi masalah bukanlah hidup di dunia ini, namun apa yang kita lakukan selama berada di dalamnya. Sebab, tidaklah mungkin ada yang selamat di akhirat kecuali melewati kehidupan di dunia ini terlebih dahulu dengan selamat pula, atas pertolongan Allah.
Kehidupan dunia menjadi hitam dan tercela manakala kecenderungan-kecenderungannya yang rendah diperturutkan. Pada saat itulah hidup di dunia benar-benar hanya menjadi kumpulan main-main, senda-gurau, persaingan kekayaan dan kemegahan, pamer perhiasan dan segala atribut pesta-pora lainnya. Tidak ada makna dan tujuan. Semakin diburu semakin jauh, semakin diteguk semakin terasa haus.
Solusi terbaik adalah memenuhi seruan Allah dan Rasul-Nya, sebaik mungkin. Rasulullah mengingatkan, dalam sebuah hadits hasan-shahih yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dari Ibnu ‘Abbas, bahwa kita harus senantiasa menjaga hukum dan perintah Allah, agar Dia juga senantiasa menjaga kita. Jika kita menjaga aturan-aturan Allah, maka kita akan mendapati-Nya berada “di depan kita”, membimbing dan merintis jalan.
Bila kita selalu “memperkenalkan diri” kepada Allah saat kita senang dan lapang, maka Dia pun akan mengenali kita pada saat terjepit dan kesusahan. Bagaimanapun juga, tidak ada perilaku yang menyalahi perintah Allah dan Rasul-Nya melainkan ancaman Allah segera datang.
“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa fitnah (cobaan, bencana) atau siksa yang pedih.” (QS an-Nuur [24] : 63).
Di titik ini, tidakkah kita bertanya-tanya, mengapa bencana dan kemalangan seolah tidak berhenti menimpa kita sebagai umat dan bangsa ? Wallahu a’lam.
Ust. M. Alimin Mukhtar