JAKARTA (Hidayatullah.or.id) — Perbedaan partai yang kita pilih tidak harus menimbulkan pertentangan, permusuhan, apalagi dendam. Itulah sebabnya, hindari provoasi, jauhkan adu domba, dan politik pecah belah.
“Ummat Islam jangan mau difitnah, jangan mau diprovokasi, dan jangan mau dipecah belah. Kita adalah satu saudara. Jika kita bentrok, mereka yang bersuka cita. Kalau kita terbelah, mereka yang senang gembira,” demikian nukilan dari naskah khutbah Idul Fitri 1444 DPP Hidayatullah yang dikutip pada Kamis, 14 Syawal 1444 (4/5/2023).
Jika kita beradu, maka jika kalah kita akan jadi abu dan jika menang akan menjadi arang. Sama-sama tidak menguntungkan.
Hari ini (Idul Fitri) umat Islam telah membuktikan bahwa perbedaan itu tidak membahayakan ketenangan dan ketentraman masyarakat, asal disertai argument yang kuat dan benar serta dialog yang baik dan makruf.
Sejak zaman Nabi, para sahabat sudah sering berbeda pendapat. Antara Abu Bakar dengan Umar bin Khaththab juga sering terjadi perbedaan pandangan. Ukhuwwah dan persaudaraan di antara mereka mengatasi semua perbedaan, mereka bahkan lebih dari saudara kandung.
Hindari pihak-pihak yang sering mengipas-ngipasi atau provokasi perbedaan, sekalipun mereka itu seorang tokoh. Jauhkan cara-cara adu domba sesama muslim. Kita, sesama muslim adalah saudara. Al-Qur’an menegaskan:
“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat”. (QS. Al Hujurat: 10)
Bagi kita, memilih pemimpin itu bagian penting dari syariat Islam. Jika kita ingin negara kita ini maju, berdaulat, adil dan makmur. Wajib bagi kita memilih pemimpin yang bisa membawa rakyat dan bangsa Indonesia yang memiliki kapasitas dan untuk itu. Jika kita ingin negara ini baik, maju dan ber-peradaban, maka pilihlah pemimpin baik baik. Dalam hal ini Rasulullah bersabda:
“Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi suatu bangsa, maka dijadikan pemimpin- pemimpin mereka orang-orang yang bijaksana dan dijadikan ulama-ulama mereka yang mengendalikan hukum dan peradilan. Allah juga akan menjadikan harta perbendaharaan di tangan orang-orang dermawan. Tetapi jika Allah menghendaki kehancuran suatu bangsa, maka dipilihlah pemimpin-pemimpin mereka dari orang-orang sufaha (dungu), hukum-hukum dikendalikan oleh orang-orang dzalim (jahil), dan harta benda dikuasai oleh segelintir orang yang bakhil. (HR. Ad-Dailami)
Rasulullah telah memberi resep yang sederhana dan jitu, jika bangsa ini menginginkan perubahan nasibnya lebih baik lagi, maka cara yang paling efektif adalah memilih pemimpin yang seperti digambarkan dalam hadits di atas. Tidak ada cara yang lebih efektif untuk saat ini, di era demokrasi ini, kecuali melalui pemilu. Inilah cara yang paling beradab dan tidak berdarah-darah.
Perubahan nasib bangsa kita tidak bisa digantungkan kepada bangsa lain. Perubahan nasib bangsa Indonesia terjadi oleh dan dari bangsa kita sendiri. Allah juga menyerahkan nasib bangsa kita kepada kita sendiri. Allah berfirman:
“Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya” (QS. Ar Ra’d: 11)
Ayat di atas memberi isyarat kepada kita agar bersungguh-sungguh melakukan segala bentuk ikhtiyar, usaha, dan aksi nyata di lapangan. Jika kita bekerja dan berjuang seadanya saja, maka mustahil kemenangan dapat diraih.
(Diedit oleh Ainuddin Chalik)