JAKARTA (Hidayatullah.or.id) — Pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi mestinya berbanding lurus dengan tingkat kecerdasan dan kedewasaan. Dengan berbagai kemudahan pada akses dan penggunaan, teknologi sejatinya bisa bikin kita makin banyak belajar.
Demikian disampaikan Wakil Sekretaris Jenderal I Dewan Pengurus Pusat (DPP) Hidayatullah Dr. Abdul Ghaffar Hadi, S.Pd.I, M.Pd.I ketika meluangkan waktu berjumpa dalam koordinasi pagi rutin bersama staf kantor Pusat Dakwah Hidayatullah Jakarta, Jln Cipinang Cempedak, Otista, Polonia, Jakarta, Rabu, 8 Muharam 1445 (26/7/2023).
“Tapi meskipun kemajuan sudah sedemikian rupa seperti yang ada hari ini, tetapi, tetap saja ada yang terkecoh hal mistik yang dibungkus kebaharuan. Disinilah kita harus selalu hati hati karena siapapun bisa terjebak,” kata Ghaffar.
Ghaffar lantas menceritakan pengalamannya belum lama ini yang dijumpai seseorang tak dikenal yang antusias sekali menjelaskan tentang “Harta Soekarno”. Seperti yang Anda tahu, harta Soekarno yang konon katanya punya 57 ton emas di Bank Swiss selalu menjadi kisah legenda sampai hari ini.
Seraya bercerita penuh percaya diri dan dengan sangat meyakinkan, orang tersebut kemudian menawarkan kepada Ghaffar ihwal menarik soal harta karun Soekarno yang disebut sangat menjanjikan itu. “Nilainya fantastis, miliaran sampai triliunan,” kata Ghaffar.
“Awalnya, saya sempat mau percaya karena langsung juga diperlihatkan data data dengan teknologi juga,” kata Ghaffar tersenyum yang mengaku sudah beberapa kali menjumpai keterangan serupa. “Tapi lama lama, kok, semakin tidak masuk akal,” imbuhnya.
Diskusi pun berlangsung hangat yang ujungnya sudah bisa ditebak: orang yang mengaku sebagai pewaris harta Soekarno itu tetap pada pendiriannya. Ghaffar pun hanya bisa memberi dua patah kata nasihat.
Sekedar diketahui, sejarawan Indonesia, Ong Hok Ham, pernah membantah rumor soal harta Sukarno ini lewat tulisan Kuasa dan Negara (1983). Menurut Ong, tidak mungkin ada seseorang mewarisi harta dari kerajaan kuno. Apalagi mewariskan batangan emas.
Belum lagi, harta kerajaan kuno disebut Ong tidak sebesar yang dibayangkan. Artinya, cerita soal harta karun emas batangan Presiden Pertama Indonesia itu tidaklah benar. Namun, tidak sedikit pihak tak bertanggung jawab yang menjadikan legenda tersebut untuk melakukan penipuan.
Gerakan Nawafil Hidayatullah
Lebih jauh Ghaffar mendorong terus dibangun kesadaran berjamaah agar antar satu dengan yang lainnya selalu saling mengingatkan. Berikutnya, senantiasa berikhtiar menghidupkan Gerakan Nawafil Hidayatullah (GNH) sebagai tameng dalam menghadapi berbagai godaan.
“Godaan atau iming iming materi itu biasanya paling berat, ini tidak mudah. Makanya kita harus selalu hati hati. Harus hati hati,” katanya mewanti wanti.
Dengan GNH, kata Ghaffar, setidaknya kita akan mendapatkan rasa kepercayaan diri yang baik serta memiliki benteng pribadi sebagai bekal kita dalam menjalani kehidupan sehari hari.
Disamping itu, ia menekankan kepada staf yang umumnya anak muda itu untuk menjadi pengguna teknologi smart yang dengannya ia semakin produktif, positif, cerdas, shaleh, dan kian dewasa.
“Semoga kita semakin cerdas seiring dengan perkembangan zaman yang luar biasa hari ini,” tandasnya.*/Yacong B. Halike