إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْه ُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ
الحمد لله الذي بَعَثَ في الناس رسولاً يَتْلُو عليهم آياتِه ويُزكِّيهم ويُعلِّمُهم الكتاب والحكمة، أَحْمَدُكَ يا ربّ على أنِ اخْتَرْتَ الرَّسُولِ الْكَريمِ لِيَكُوْنَ نُوراً لِلْعَالَمِين. ثم الصلاة والسلام على نبينا محمدٍ الذي كان ضِياءً للسَّالِكين، وقدوةً للناس أجمعين. أشهد أن لا إله إلا الله وأشهد أنّ محمداً رسول الله. أما بعد،
فأوصي نفسي وإياكم بتقوى الله، قال تعالى: (يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِه وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ)
وقال: (لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِى رَسُولِ ٱللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُوا۟ ٱللَّهَ وَٱلْيَوْمَ ٱلْءَاخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرًا)
Ikhwani jamaah jum’ah yang mulia
Bulan Rabiul awwal seyogyanya menjadi momentum bagi ummat Islam untuk merevitalisasi kecintaan kepada Allah dan Rasulullah ﷺ.
Maraknya pengajian dan maulid Nabi ﷺ menginatkan kita kembali akan sosok manusia agung Nabi ﷺ. Hendaknya ini menjadi washilah efektif semua kalangan untuk meningkatkan kecintaan kepada Allah dan Rasulullah ﷺ
Rasulullah ﷺ menjelaskan bahwa ada tiga tanda seseorang telah merasakan manisnya iman. Sahabat Anas bin Malik ra. meriwayatkan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ الإِيمَانِ أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا، وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ لِلَّهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ
“Tiga perkara yang apabila ada pada diri seseorang, ia akan mendapatkan manisnya iman: Dijadikannya Allah dan Rasul-Nya lebih dicintainya dari selain keduanya. Jika ia mencintai seseorang, dia tidak mencintainya kecuali karena Allah. Dan dia benci kembali kepada kekufuran seperti dia benci bila dilempar ke neraka” (HR. Bukhari no. 16).
Ikhwani jamaah jum’ah yang mulia
Tanda yang Pertama, Mencintai Allah dan Rasulullah ﷺ melebihi yang lainnya
Syarat pertama yang harus seorang muslim miliki untuk merasakan nikmatnya beriman adalah menghadirkan cinta yang seutuhnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Tak mungkin ada cinta tanpa mengenal. Tak kenal, maka tak cinta.
Ulama hadis Ibnu Rajab Al-Hambali menjelaskan ada dua cara menumbuhkan cinta kepada Allah. Pertama, melalui ma’rifatullah (mengenal Allah).
Mengenal Allah dapat dilakukan melalui mengenal nama, sifat, dan perbuatan Allah yang luar biasa megah. Selain itu, mengenal Allah dapat dilakukan melalui mentadabburi ciptaan-Nya, baik keselarasan, hukum, maupun keajaiban-keajaibannya.
Memahami semua hal itu akan membuat kita menyadari kesempurnaan, kekuasaan, dan kebesaran Allah.Kedua, mencintai Allah dengan mentafakuri nikmat-nikmat-Nya kepada kita. Rasulullah ﷺ bersabda:
أَحِبُّوا اللَّهَ لِمَا يَغْذُوكُمْ مِنْ نِعَمِهِ
“Cintailah Allah karena nikmat-nikmat yang telah ia berikan kepadamu” (HR. Tirmidzi no. 3789).
Wujud cinta kepada Allah adalah lahirnya ketaatan tanpa keterpaksaan. Kecintaan dalam ketaatan memiliki dua tingkat. Pertama, adalah cinta yang wajib. Hal itu diwujudkan dengan melaksanakan perintah Allah, menjauhi larangan-Nya, dan bersabar pada ketetapan-Nya.
Orang yang mengaku mencintai Allah, tetapi melanggar batasan yang Allah tetapkan adalah cinta palsu. Karena, saat ia meninggalkan kewajiban atau melakukan larangan Allah, dia sedang meletakkan ego dan hawa nafsunya di atas cintanya kepada Allah.
Tingkatan Kedua, berupa keinginan untuk selalu dekat dengan Allah melalui amalan sunnah, menjauhi perkara makruh dan syubhat, serta ridha dengan ketetapan-ketetapan Allah yang menyakitkan.
Jika seseorang telah mencapai cinta di level ini, maka sempurnalah cintanya kepada Allah.
Dia tidak lagi khawatir dengan apa yang Allah takdirkan untuk siang dan malamnya, karena cinta telah membuatnya menerima apapun yang Allah tetapkan untuknya.
Adapun kecintaan kepada Rasulullah ﷺ akan datang dengan sendirinya dengan kecintaan kepada Allah. Karena panduan menaati Allah datang dari Rasulullah ﷺ.
Mencintai Allah berarti menaati Rasulullah ﷺ, dan menaati Rasulullah ﷺ berarti mencintai beliau ﷺ. Sebagaimana firman Allah:
قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللّٰهَ فَاتَّبِعُوْنِيْ يُحْبِبْكُمُ اللّٰهُ
Katakanlah (Nabi Muhammad), “Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintaimu (QS. Ali Imran [3]: 31).
Ikhwani jamaah jum’ah yang mulia
Tanda Kedua seseorang telah merasakan manisnya iman adalah mencintai karena Allah.
Mencintai sesuatu selain Allah dalam rangka cinta kepada-Nya adalah dasar iman sekaligus tingkat iman yang paling tinggi.
Rasulullah ﷺ pernah ditanya tentang amalan yang paling utama. Beliau ﷺ kemudian menjawab,
“Mencintai dan membenci karena Allah.” (HR. Abu Dawud )
Ketika seorang muslim sudah menempatkan cinta kepada Allah di posisi tertinggi, maka ia tidak akan mencintai selain-Nya, kecuali dalam rangka cintanya kepada Allah.
Semua hal yang dia sukai dan tidak sukai akan bersesuaian dengan apa yang Allah cintai. Allah mensifati orang-orang yang mencintai-Nya dalam firman-Nya:
فَسَوْفَ يَأْتِى اللّٰهُ بِقَوْمٍ يُّحِبُّهُمْ وَيُحِبُّوْنَهٗٓ ۙاَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ اَعِزَّةٍ عَلَى الْكٰفِرِيْنَۖ يُجَاهِدُوْنَ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَلَا يَخَافُوْنَ لَوْمَةَ لَاۤىِٕمٍ
“Maka Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Dia mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang-orang mukmin dan bersikap tegas terhadap orang-orang kafir. Mereka berjihad di jalan Allah dan tidak takut pada celaan orang yang mencela” (QS. Al-Maidah [5]: 54).
Dalam ayat di atas, Allah menggambarkan bahwa orang yang mencintai Allah akan bersikap dan berbuat hal-hal yang Allah sukai.
Ikhwani jamaah jum’ah yang mulia
Tanda Ketiga seseorang telah merasakan manisnya iman adalah membenci kekufuran.
Ketika seseorang mencintai Allah, maka ia akan merasakan manisnya iman dan selalu ingin meningkatkan kualitas imannya.
Sebagaimana seorang pencinta selalu ingin bersama orang yang ia cintai, maka muslim yang mencintai Rabb-Nya selalu ingin ada di dekat-Nya, dan berpisah atau menjauh dari-Nya adalah hal yang paling ia benci.
Rasulullah ﷺ menggambarkan hal ini dalam sabda beliau ﷺ:
أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ أَحَبُّ إِلَيْهِ مِنْ أَنْ يَرْجِعَ إِلَى الْكُفْرِ
“Dia lebih suka dilempar ke neraka daripada harus kembali kepada kekufuran, setelah Allah menyelamatkannya dari neraka itu” (HR. Bukhari)
Ada banyak contoh orang-orang saleh terdahulu yang telah merasakan manisnya iman dan merelakan diri mereka tersiksa daripada harus kembali kepada kekafiran.
Di antaranya adalah Maisarah yang memilih masuk ke dalam minyak panas bersama anak-anaknya daripada menanggalkan keimanannya.
Lalu ada sosok sahabat Bilal bin Rabah yang memilih terluka di tengah terik matahari dan ditindih batu besar dari pada kembali kepada kekafiran. Begitu juga sahabat Sumayyah ra. dan Yasir ra. yang mati terbunuh mempertahankan keislaman mereka.
Semua itu tidak lain karena mereka telah merasakan manisnya iman dan tak mau menukarnya dengan apa pun. Mereka adalah orang-orang yang telah menundukkan hawa nafsunya, dan mencintai segalanya karena Allah.
Ikhwani jamaah jum’ah yang mulia
Itulah tanda-tanda orang yang telah mendapatkan manisnya iman. Jika kita sudah merasakan tanda-tanda di atas, maka itu menandakan hati kita sehat, dan kita telah menjadi hamba yang Allah cintai.
Melalui mimbar Jum’at ini, khatib mengajak, mari perbaiki hati kita yang masih sering lalai dari meninggikan Allah, atau lalai dari mencintai-Nya. Kita juga dapat berdoa untuk meraih cintanya dengan doa berikut:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ حُبَّكَ وَحُبَّ مَنْ يُحِبُّكَ وَالْعَمَلَ الَّذِي يُبَلِّغُنِي حُبَّكَ اللَّهُمَّ اجْعَلْ حُبَّكَ أَحَبَّ إِلَىَّ مِنْ نَفْسِي وَأَهْلِي وَمِنَ الْمَاءِ الْبَارِدِ
Ya Allah, aku memohon cinta-Mu, dan cinta orang yang mencintai-Mu, serta amalan yang menyampaikanku kepada cinta-Mu. Ya Allah, jadikanlah cinta-Mu lebih aku cintai daripada diriku, keluargaku serta air dingin (di tengah rasa haus) (HR. Tirmidzi).
بَارَكَ الله لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Khutbah Kedua:
اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ،
فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ