إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى سيدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن
أما بعد : عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ قَالَ اللهُ تَعَالَى: يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
Ma’asyiral muslimin jamaah jumu’ah rahimakumullah
Riyadhah dan mujahadah di bulan Ramadhan pada intinya adalah untuk mensucikan hati dan meningkatkan ketaatan. Dari hati yang suci, akan tumbuh energi iman yang menggerakkan manusia mentaati perintah dan menjauhi larangan Allah Subhanahu wa ta’ala.
Dan, aktualisasi ketaatan itulah yang disebut taqwa. Bagi yang berhasil meraih predikat taqwa di bulan Ramadhan, maka sesungguhnya dia telah berada pada maqom atau kedudukan yang paling mulia, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa ta’ala:
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu.” (QS. Al-Hujurat: 13)
Gelar taqwa yang telah diraih di bulan Ramadhan akan menjadi fasilitas atau menjadi kepribadian seorang muslim. Karakter ‘muttaqin’ akan menghadirkan keteladan solusi dalam berbagai dimensi kehidupan.
Karakter muttaqin ini telah Allah Subhanahu wa ta’ala sebutkan secara detail dalam Al Qur’an surah At Talaq ayat 2-5:
1. Solusi kehidupan dan rizki yang luas
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ
“Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya”
2. Dimudahkan segala urusannya
وَمَنْ يَّتَّقِ اللّٰهَ يَجْعَلْ لَّهٗ مِنْ اَمْرِهٖ يُسْرًا
“Siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia menjadikan kemudahan baginya dalam urusannya“
3. Dihapuskan kesalahannya dan pahala yang besar
وَمَنْ يَّتَّقِ اللّٰهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّاٰتِهٖ وَيُعْظِمْ لَهٗٓ اَجْرًا
“Siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan memperbesar pahala baginya“
Ma’asyiral muslimin jamaah jumu’ah rahimakumullah
Bersyukurlah bagi orang yang telah meraih predikat taqwa tersebut, karena Allah Subhanahu wa ta’ala tidak akan mencabutnya. Allah Subhanahu wa ta’ala ingin melihat hamba-Nya berada dalam kenikmatan dan kemuliaan.
Namun, sangat disayangkan, kebanyakan manusia sendirilah yang mencabut nikmat itu dengan sengaja. Maka tidak mengherankan banyak alumni Ramadhan mengalami krisis nilai, krisis moral, jauh dari syariah karena tidak istiqamah dengan ibadah dan amalan amalan utama.
Tanda tanda inilah yang disebutkan dalam firman Allah Subhanahu wa ta’ala dalam Al Qur’an surah Al Anfal ayat 53:
ذٰلِكَ بِاَنَّ اللّٰهَ لَمْ يَكُ مُغَيِّرًا نِّعْمَةً اَنْعَمَهَا عَلٰى قَوْمٍ حَتّٰى يُغَيِّرُوْا مَا بِاَنْفُسِهِمْۙ وَاَنَّ اللّٰهَ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌۙ
“Yang demikian itu karena sesungguhnya Allah tidak akan mengubah suatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum sehingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”
Ma’asyiral muslimin jamaah jumu’ah rahimakumullah
Fenomena seperti ini dirasakan setiap Ramadhan. Kaum muslimin bersemangat dalam kegiatan ibadah, masjid masjid makmur, shalat lima waktu berjamaah, tadarrus, dan infaq. Namun sangat disayangkan, pasca Ramadhan, frekuensi ibadah menurun draktis. Anjlok!
Keadaan umat seperti inilah yang pernah ditanyakan kepada Imam Hasan Al Bashri, bahwa ada kaum yang rajin ibadah dan bersemangat sekali di bulan Ramadhan. Lalu sang Imam menjawab:
بِئْسَ القَوْمُ لاَ يَعْرِفُوْنَ اللهَ حَقًّا إِلاَّ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ إِنَّ الصَّالِحَ الَّذِي يَتَعَبَّدُ وَ يَجْتَهِدُ السَّنَةَ كُلَّهَا
“Sejelek-jelek kaum adalah yang mengenal Allah di bulan Ramadhan saja. Ingat, orang yang saleh yang sejati adalah yang beribadah dengan sungguh-sungguh sepanjang tahun.” (Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 390)
Ma’asyiral muslimin jamaah jumu’ah rahimakumullah
Mari kita berjuang, istiqamah mempertahankan nilai nilai Ramadhan. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ
“Amalan yang paling dicintai di sisi Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinyu walau jumlahnya sedikit.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ma’asyiral muslimin jamaah jumu’ah rahimakumullah
Agar nilai-nilai Ramadhan tetap terpelihara dan predikat taqwa tetap menjadi karakter kehidupan, maka kita perlu menguatkan manajemen hidup Islami pasca Ramadhan.
Untuk kebutuhan tersebut, maka perkenankan kami, khatib, menyampaikan beberapa kegiatan yang bisa memberdayakan hidup kita secara pribadi, keluarga, dan juga dalam sistem hidup berbangsa dan bernegara.
Pertama, selalu hidup bersama Al Qur’an
Manusia lahir ke bumi membawa fitrah, yaitu potensi keyakinan dan keinginan untuk berbuat yang terbaik. Namun, fitrah yang suci itu tidak serta merta manifest atau aktual dalam kehidupan.
Keberadaan kefitrahan ini harus dituntun oleh petunjuk yang juga suci. Maka, dari itulah Allah Subhanahu wa ta’ala menurunkan Al Qur’an, wahyu ilahi yang suci.
Orang yang membaca al Qur’an langsung tenang jiwanya, karena bertemu antara cahaya dari hati dan cahaya dari langit.
Ketika seseorang sibuk tadarrus dan tilawah secara benar, maka dia akan mendapatkan kekuatan ruhiyah dan petunjuk keimanan dan jalan kehidupan. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman dalam Al Qur’an surah Asy Syura ayat 52:
وَكَذٰلِكَ اَوْحَيْنَآ اِلَيْكَ رُوْحًا مِّنْ اَمْرِنَاۗ مَا كُنْتَ تَدْرِيْ مَا الْكِتٰبُ وَلَا الْاِيْمَانُ وَلٰكِنْ جَعَلْنٰهُ نُوْرًا نَّهْدِيْ بِهٖ مَنْ نَّشَاۤءُ مِنْ عِبَادِنَاۗ وَاِنَّكَ لَتَهْدِيْٓ اِلٰى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيْمٍۙ
“Demikianlah Kami mewahyukan kepadamu (Nabi Muhammad) rūh (Al-Qur’an) dengan perintah Kami. Sebelumnya engkau tidaklah mengetahui apakah Kitab (Al-Qur’an) dan apakah iman itu, tetapi Kami menjadikannya (Al-Qur’an) cahaya yang dengannya Kami memberi petunjuk siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Sesungguhnya engkau benar-benar membimbing (manusia) ke jalan yang lurus”
Ketika menafsirkan ayat ini, Syaikh ‘Abdur Rahman as-Sa’di berkata sebagaimana dinukil dari Kitab “Taisiirul Kariimir Rahmaan”, halaman 762:
“Ini adalah (fungsi) al-Qur-an yang mulia, Allah Subhanahu wa ta’ala menyebutnya sebagai ruh karena ruh yang menjadikan tubuh manusia hidup. (Demikian) pula al-Qur-an yang menjadikan hati dan jiwa manusia hidup, sehingga hiduplah (terwujudlah) dengan al-Qur-an semua kebaikan (dalam urusan) dunia dan agama, karena di dalamnya banyak kebaikan dan ilmu yang luas”
Ketika al Qur’an diamalkan, didakwahkan, dan menjadi sistem kehidupan, maka keadaan akan menjadi mulia karenanya.
Dan sebaliknya, ketika hidup mengabaikan nilai-nilai al Qur’an maka umat akan jatuh menjadi hina. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
إنَّ اللهَ يَرْفَعُ بِهَذَا الكِتَابِ أقْوَاماً وَيَضَعُ بِهِ آخرِينَ ( رَوَاهُ مُسْلِمٌ )
Dari Umar bin Al-Khatthab radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah mengangkat (meninggikan) derajat dengan kitab ini (Al-Qur’an) dan merendahkan kaum yang lain dengannya juga.” (HR. Muslim)
Ma’asyiral muslimin jamaah jumu’ah rahimakumullah
Mari segenap kaum muslimin berusaha menghidupkan kegiatan-kegiatan tilawah dan pembelajaran al Qur’an.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam juga secara khusus memerintahkan kepada keluarga muslim untuk menghidukan suasana Al Qur’an di rumah masing-masing karena dari rumah itulah cahaya peradaban terpencar menerangi lingkungan sekitar.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
إِنَّ الْبَيْتَ لَيَتَّسِعُ عَلَى أَهْلِهِ وَتَحْضُرُهُ الْمَلَائِكَةُ وَتَهْجُرُهُ الشَّيَاطِينُ، وَيَكْثُرُ خَيْرُهُ أَنْ يُقْرَأَ فِيهِ الْقُرْآنُ، وَإِنَّ الْبَيْتَ لَيَضِيقُ عَلَى أَهْلِهِ وَتَهْجُرُهُ الْمَلَائِكَةُ، وَتَحْضُرُهُ الشَّيَاطِينُ، وَيَقِلُّ خَيْرُهُ أَنْ لَا يُقْرَأَ فِيهِ الْقُرْآنُ
Dari Abu Hurairah RA “Sesungguhnya rumah akan terasa luas bagi penghuninya, para malaikat akan mendatanginya, setan-setan akan menjauhi, dan kebaikannya akan bertambah jika al-Qur’an dibaca di dalamnya. Sungguh rumah akan terasa sempit bagi penghuninya, para malaikat menjauhinya, setan-setan datang, dan kebaikannya berkurang jika di dalamnya tidak dibacakan Al Qur’an.” (H.R. al-Darimi)
Upaya selanjutnya adalah menghidupan al Qur’an di setiap komunitas, sampai semua kaum muslimin mendapatkan pencerahan al Qur’an.
Serta, yang paling populer dan itulah yang pertama dilakukan nabi di Makkah adalah membentuk Majelis Qur’an yang dipimpin seorang murabbi atau mu’allim.
Dari majelis-majelis inilah, Allah Subhanahu wa ta’ala melahirkan rabbani atau umat terbaik, sebagaimana dalam firman-Nya dalam Al Qur’an surah Ali Imran ayat 79:
كُونُوا۟ رَبَّٰنِيِّۦنَ بِمَا كُنتُمْ تُعَلِّمُونَ ٱلْكِتَٰبَ وَبِمَا كُنتُمْ تَدْرُسُونَ
“Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya”
Semangat ber-Qur’an setelah Ramadhan harus lebih meningkat. Kita berjuang agar majelis-majelis qur’an menyentuh semua lapisan umat Islam. Yang lebih strategis lagi adalah bagaimana cahaya Al Qur’an menerangi hati para pemimpin dan elit umat Islam.
Ketika cahaya dan petunjuk al Qur’an menyinari dan menuntun para elit umat Islam, maka revolusi mental dan revolusi akhlak akan bertransformasi secara kuat dan cepat sampai ke masayakat bawah.
Ma’asyiral muslimin jamaah jumu’ah rahimakumullah
Kedua, Memakmurkan masjid
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mendidik dan mendakwahkan Islam di Madinah bermula dari masjid. Dari masjid ini pula Rasulullah mulai membangun tatanan kehidupan beragama, bermasyarakat, dan bernegara.
Komunitas khairu ummah, sebaik-baik umat yang disebut dalam al Qur’an adalah jamaah masjid Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Sehingga tepatlah ketika masjid disebut sebagai pusat Peradaban Islam.
Memakmurkan masjid adalah tanda dari keimanan seseorang. Sebagaimana Allah Subhanahu wa ta’ala sebutkan dalam firman-Nya dalam Al Qur’an surah At Taubah ayat 18:
اِنَّمَا يَعۡمُرُ مَسٰجِدَ اللّٰهِ مَنۡ اٰمَنَ بِاللّٰهِ وَالۡيَوۡمِ الۡاٰخِرِ وَاَ قَامَ الصَّلٰوةَ وَاٰتَى الزَّكٰوةَ وَلَمۡ يَخۡشَ اِلَّا اللّٰهَ
فَعَسٰٓى اُولٰۤٮِٕكَ اَنۡ يَّكُوۡنُوۡا مِنَ الۡمُهۡتَدِيۡنْ
“Hanyalah yang memakmurkan masjid Allah SWT adalah orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat dan mengeluarkan zakat dan tidak takut kepada siapapun kecuali kepada Allah SWT. merekalah yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapatkan petunjuk“
Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, beliau bersabda,
إِذَا رَأَيْتُمُ الرَّجُلَ يَعْتَادُ الْمَسَاجِدَ فَاشْهَدُوا لَهُ بِالإِيمَانِ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى (إِنَّمَا يَعْمُرُ
مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ) الآيَةَ
“Apabila kalian melihat seseorang biasa ke masjid, maka saksikanlah bahwa ia beriman. Allah Ta’ala berfirman, Orang yang memakmurkan masjid-masjid Allah adalah orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir.” (HR. Ibnu Majah, no. 802; Tirmidzi, no. 3093.
Perintah shalat berjama’ah di masjid bukanlah ritual belaka dan bukan pula sekedar mengejar ganjaran 27 derajat. Akan tertapi, esensi shalat berjama’ah di masjid memiliki makna strategis untuk bangunan peradaban Islam.
Seruan datang ke masjid adalah mengorientasikan tujuan hidup untuk Allah Subhanahu wa ta’ala.
Setiap jama’ah bisa menempati shaf terdepan, berarti Islam tidak mengenal status sosial. Shaf yang rapat dan lurus adalah simbol ukhuwah yang sangat kuat.
Semua gerakan harus ikut gerakan imam, ini mengajarkan tentang kepemimpinan. Dan, ketika imam batal/udzur, maka dia harus mundur dari tempatnya. Hal ini mengajarkan etika dan kejujuran pemimpin.
Pelajaran esensial dari ibadah shalat berjamaah berikutnya adalah salam. Salam di akhir shalat adalah simbol ajaran Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam.
Demikian itulah muatan nilai dari shalat berjama’ah, sehingga Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menjadikannya hal yang sangat utama.
Dikisahkan, ada seorang buta meminta keringan kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam untuk tidak shalat jama’ah di masjid, maka kemudian Rasulullah menjawab, sebagaimana hadits berikut:
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kedatangan seorang lelaki yang buta. Ia berkata, ‘Wahai Rasulullah, aku tidak memiliki seorang penuntun yang menuntunku ke masjid.’ Maka ia meminta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk memberinya keringanan sehingga dapat shalat di rumahnya. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberinya keringanan tersebut. Namun ketika orang itu berbalik, beliau memanggilnya, lalu berkata kepadanya, ‘Apakah engkau mendengar panggilan shalat?’ Ia menjawab, ‘Ya.’ Beliau bersabda, ‘Maka penuhilah panggilan azan tersebut.’ (HR. Muslim, no. 503)
Ma’asyiral muslimin jamaah jumu’ah rahimakumullah
Ketiga, Membangun ekonomi umat
Islam mengajarkan syariah dan pola hidup wasathiyah, penuh keseimbangan. Semua harus berusaha menjadi orang shaleh secara individu, namun saat bersamaan harus berjuang membangun kesalihan sosial.
Tidak dibenarkan seorang muslim asyik beribadah dengan harta pribadi yang melimpah, sementara tidak peduli tetangganya yang bernasib miskin dan sangat membutuhkan pertolongan. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman dalam Al Qur’an surah Ali Imran ayat 112:
ضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ ٱلذِّلَّةُ أَيْنَ مَا ثُقِفُوٓا۟ إِلَّا بِحَبْلٍ مِّنَ ٱللَّهِ وَحَبْلٍ مِّنَ ٱلنَّاسِ وَبَآءُو بِغَضَبٍ مِّنَ ٱللَّهِ وَضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ ٱلْمَسْكَنَةُ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ كَانُوا۟ يَكْفُرُونَ بِـَٔايَٰتِ ٱللَّهِ وَيَقْتُلُونَ ٱلْأَنۢبِيَآءَ بِغَيْرِ حَقٍّ ۚ ذَٰلِكَ بِمَا عَصَوا۟ وَّكَانُوا۟ يَعْتَدُونَ
“Kehinaan ditimpakan kepada mereka di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka (berpegang) pada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia. Mereka pasti mendapat murka dari Allah dan kesengsaraan ditimpakan kepada mereka“
Ayat ini mengajarkan keseimbangan antara hubungan vertikal kepada Allah Subhanahu wa ta’ala dan mengurus urusan-urusan keumatan.
Untuk terpenuhinya keseimbangan ini, maka Allah Subhanahu wa ta’ala mensyariatkan perintah shalat bergandengan dengan perintah zakat.
Setidaknya, ada 24 tempat ayat Al-Qur’an menyebut shalat dan zakat secara beriringan. Contohnya seperti dalam surah Al Baqarah ayat 43 berikut:
وَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱرْكَعُوا۟ مَعَ ٱلرَّٰكِعِينَ
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku“
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka kemiskinan di Indonesia masih tinggi. Hingga Maret 2023, jumlah penduduk miskin mencapai 25,9 juta orang atau 9,36% dari total jumlah penduduk Indonesia.
Jumlah yang masih besar itu diyakini mayoritas adalah umat Islam. Angka kemiskinan tersebut sebenarnya dapat diatasi jika kesadaran berzakat umat Islam dan pengelolaan zakat oleh para amil sudah maksimal.
Indonesia memiliki potensi zakat mencapai Rp 327 triliun pertahun menurut data yang dihimpun dari pusat kajian strategis lembaga BAZNAS. Potensi itu bersal dari zakat penghasilan, jasa pertanian, perkebunan, peternakan, dan sektor lainnnya.
Sayangnya, potensi yang besar itu baru dapat direalisasikan sekitar 17 triliun pada tahun 2021, berarti baru sekitar 6% dari potensi yang ada. Butuh perjuangan sistemik untuk mewujudkannya.
Ma’asyiral muslimin jamaah jumu’ah rahimakumullah
Semoga kepemimpinan bangsa ke depan, bersama lembaga lembaga amil yang terpercaya dapat bersinergi optimal untuk penghimpunan dan pemberdayaan umat dalam skala besar. Tagline kita adalah Umat Berdaya Bangsa Berjaya.
Di akhir khutbah ini, mari secara berjama’ah kita menundukkan fikiran, mengkhusyu’kan hati, sembari berdo’a kepada Allah Subhanahu wa ta’ala, semoga kita bisa istiqamah dengan nilai ketaqwaan yang diraih di bulan suci Ramadhan.
Kita juga bermunajat semoga bangsa dan negara kita lebih bermartabat dengan nilai-nilai keagamaan dan muncul kesadaran dari segenap kaum muslimin untuk peduli terhadap sesama melalui kegiatan kegiatan muamalah.
KHUTBAH KEDUA
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيْرًا بَصِيْرًا، تَبَارَكَ الَّذِيْ جَعَلَ فِي السَّمَاءِ بُرُوْجًا وَجَعَلَ فِيْهَا سِرَاجًا وَقَمَرًا مُنِيْرًا. أَشْهَدُ اَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وأَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وُرَسُولُهُ الَّذِيْ بَعَثَهُ بِالْحَقِّ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا، وَدَاعِيَا إِلَى الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيْرًا
اللهم صل و سلم على هذا النبي الكريم و على آله و أصحابه و من تبعهم بإحسان إلى يوم الدين. أما بعد
DOA PENUTUP
إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَآأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا
الَّلهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَعَلَى خُلَفَائِهِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَمَنْ سَارَ عَلَى نَهْجِهِمْ وَطَرِيْقَتِهِمْ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَاأَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ الأَحْيَآءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مَجِيْبُ الدَّعَوَاتِ
اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَوَحِّدِ اللَّهُمَّ صُفُوْفَهُمْ، وَأَجْمِعْ كَلِمَتَهُمْ عَلَى الحَقِّ، وَاكْسِرْ شَوْكَةَ الظَّالِمِينَ، وَاكْتُبِ السَّلاَمَ وَالأَمْنَ لِعِبادِكَ أَجْمَعِينَ
اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ الْمُوَحِّدِيْنَ الْمُخْلِصِيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ الْمُسْلِمِيْنَ ودَمِّرْ أَعْدَآئَنَا وَأَعْدَآءَ الدِّيْنِ وأَعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْنَ
رَبَّنَا لا تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا، وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً، إِنَّكَ أَنْتَ الوَهَّابُ
رَبَّنَا آتِنَا في الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ و َمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن
وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ ……. عِبَادَ اللهِ
إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي القُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُو