اَلْحَمْدُ ِللهِ جَعَلَ رَمَضَانَ شَهْرًا مُبَارَكًا، وَفَرَضَ عَلَيْنَا الصِّيَامَ لِأَجْلِ التَّقْوٰى. أَشْهَدُ أَنْ لَاۧ إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ . اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى سَيِّدِنَا مَحَمَّدِ نِالْمُجْتَبٰى، وَعَلٰى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَهْلِ التُّقٰى وَالْوَفٰى. أَمَّا بَعْدُ فَيَاأَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ! أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ فَقَدْ فَازَ مَنِ اتَّقَى. فَقَالَ اللهُ تَعَالٰى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ : أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ يَاۤأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءٰمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ
Ma’aasyiral Muslimiin jamaah shalat Jumat rahimakumullaah
Alhamdulillahillahi rabbil alamin. Segala puji bagi Allah Subhanahu Wata’ala, Tuhan semesta alam.
Pada bulan yang penuh berkah ini, marilah kita panjatkan rasa syukur yang mendalam ke hadirat Allah Subhanahu Wata’ala atas nikmat Islam dan iman, serta kesempatan untuk kembali bertemu dengan bulan suci Ramadhan.
Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, pembawa risalah Islam dan teladan utama kita dalam menjalankan ibadah.
Allah Subhanahu Wata’ala memberikan beragam fasilitas Ramadhan agar seorang hamba kembali ke jalan yang lurus. Sedangkan para pemuja syahwat ingin agar kita kembali kepada masa silam yang belum tersentuh wahyu, yaitu zaman jahiliyah.
وَٱللَّهُ يُرِيدُ أَن يَتُوبَ عَلَيۡكُمۡ وَيُرِيدُ ٱلَّذِينَ يَتَّبِعُونَ ٱلشَّهَوَٰتِ
أَن تَمِيلُواْ مَيۡلًا عَظِيمًا
“Dan Allah hendak menerima tobatmu, sedang orang-orang yang mengikuti keinginannya menghendaki agar kamu berpaling sejauh-jauhnya (dari kebenaran)” (QS. An-Nisa’ (4) : 27).
Ma’aasyiral Muslimiin jamaah shalat Jumat rahimakumullaah
Dengan tarbiyah Ramadhaniyah kita di-upgrade dan di-update untuk terampil mengelola hawa nafsu sebagai wasilatut taqarrub ilallah (media untuk mendekatkan diri kepada Allah).
Sebaliknya, ketika hawa nafsu diikuti, justru menjadi wasilatut taba’ud ‘ anillah (media untuk menjauhkan diri dari Allah).
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman dalam surat an Naziat ayat 40-41:
وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَىٰ
“Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya“
فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَىٰ
“maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya)”
Jadi, untuk menjadi warga perkampungan akhirat yang legal (bukan liar) adalah takut dengan kebesaran Rabb (Maqam Rabb) dan menahan diri dari memperturutkan hawa nafsu.
Ma’aasyiral Muslimiin jamaah shalat Jumat rahimakumullaah
Puasa Ramadhan mendidik, memandu, mengarahkan kita untuk menahan dari sesuatu yang membatalkan dan merusak pahala puasa, sekalipun halal.
Makan, minum, berhubungan suami dan istri, menjauhi dosa yang menodai anggota tubuh. Jika, terhadap yang halal saja bisa menahan diri, lebih-lebih terhadap yang haram.
Mengapa hawa nafsu masih dilekatkan di dalam diri kita ? Apakah unsur tersebut masih diperlukan? Sesungguhnya nafsu pada diri manusia yang berakal dijadikan kendaraan untuk menuju kesuksesan. Inilah nafsu yang terkendali dan terkontrol. Sehingga keberadaannya menjadi lebih bermanfaat.
Sebaliknya, ketika nafsu ditangan manusia yang minus akal sehat, maka keberadaannya tidak terkendali.
Inilah yang sangat membahayakan bagi pemiliknya dan orang lain. Apa jadinya jika mobil tidak dipasang komponen rem, adakah yang berani untuk mengendarainya.
Ma’aasyiral Muslimiin jamaah shalat Jumat rahimakumullaah
Peradaban modern ini jika diteliti sesungguhnya bergerak dan beroperasi atas dorongan hawa nafsu. Bahkan menjadi budak hawa nafsu. Termasuk produk pemikiran yang berhasil dirumuskannya diserap dari spirit hawa nafsu.
Tragedi kemanusian yang seringkali dipertontonkan pada era digital menjadi tambahan bukti, betapa mengguritanya kerusakan sosial yang diakibatkan oleh liarnya hawa nafsu. Hawa nafsulah sumber penyimpangan pemikiran (syubhat) dan perilaku bejat (syahwat).
Ibnu Athaillah mengatakan:
اَصْلُ كُلِّ خطِيئة رِضى الهوى
“Pangkal segala kesalahan adalah menuruti hawa nafsu”
Mafhum mukholafahnya, ketika hawa nafsu terkontrol, dari sinilah muncul sumber kebajikan dan kebijaksanaan.
Ketika hawa nafsu dominan, fitrah akan tenggelam. Ketika hawa nafsu dikelola dengan akal sehat, fitrah akan mendominasi kehidupan ini.
Lahirlah kehidupan individu yang hayatan thayyibah, keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah wa sa’adah, perkampungan yang mubarakah, negeri yang baladan aminan, beberapa negeri yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur, dunia yang kaffatan linnas wa rahmatan lil ‘alamin.
Ma’aasyiral Muslimiin jamaah shalat Jumat rahimakumullaah
Betapa bahayanya aktifitas yang dimotori oleh hawa nafsu. Urusan menjadi berantakan. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa ta’ala pada Surat Al-Kahf Ayat 28:
وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ ۖ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا
“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas”
Ma’aasyiral Muslimiin jamaah shalat Jumat rahimakumullaah
Ada lima golongan orang yang melaksanakan puasa tapi sia-sia. Orang yang termasuk golongan tersebut puasanya tidak ada maknanya. Ibadah hanya sekedar rutinitas. Tidak berdampak pada perubahan sikap dan perilakunya.
Pertama, berpuasa tapi masih berbohong
Dalam kajian kitab Shofahat Romadhoniat, golongan pertama ini adalah orang yang berpuasa tapi masih berbohong. Ia menjadi saksi-saksi dusta dan tidak pernah meninggalkan pekerjaan yang ada kebohongan di dalamnya.
Orang yang suka berbohong adalah tanda orang munafiq. Lain di mulut lain di hati. Sosok inilah yang tidak bisa diberi kepercayaan.
Kedua, menggunjing orang lain
Golongan ini adalah orang yang berpuasa tapi selalu menggunjing orang lain alias ghibah. Ghibah adalah menyebut kelemahan seseorang yang tidak disukainya (zikruka bimaa yakrahu).
Ketiga, mengadu domba
Golongan ini ialah orang yang selalu mengadu domba. Misalnya, membagikan sesuatu di media sosial yang menjadikan orang bermusuhan.
Share sesuatu menjadikan orang bermusuhan. Hari ini ribut orang. Bahasannya (kadang-kadang) urusan agama. Dinaikkan, diangkat, ramai hebat debat ustadz dengan ustadz. Seram. Masya Allah!.
Semuanya pengikut lihat komentar-komentarnya menghabiskan pahala puasa, caci maki semuanya. Penghuni kebun binatang keluar semua, tidak tersisa.
Keempat, tidak menjaga pandangan
Yaitu, golongan mereka yang berpuasa tapi tidak menjaga mata mereka dari yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala. Menjaga mata dari yang tidak dihalalkan Allah bukan sekadar di alam nyata, tapi juga di alam maya.
Di alam nyata barangkali masih ada malu untuk kita menatap auratnya dia karena di alam nyata dan dia pun masih manusia yang punya risih mungkin kalau kita lihat, tapi di alam maya siapa yang melarang?
Siapa yang malu? Kepada siapa lagi kalau bukan karena Allah Subhanahu wa ta’ala? Aurat lawan jenis lebih mudah ditemukan di dunia maya ketimbang di dunia nyata!.
Ternyata di alam maya lebih dahsyat lagi urusan aurat!
Di alam nyata mungkin ada perempuan yang tersingkap auratnya lalu kita ingin melihatnya terhenti di saat dia sudah mulai sadar kita lihat. Tapi, di alam maya, kalau tidak sadar tidak akan berhenti, dan ini kadang terjadi di bulan Ramadhan.
Ma’aasyiral Muslimiin jamaah shalat Jumat rahimakumullaah
Dan, yang Kelima, adalah golongan yang tidak menahan syahwat
Golongan terakhir ini adalah orang yang berpuasa tapi tidak bisa menahan syahwatnya, baik syahwat makan, syahwat suami-istri, maupun syahwat mata lainnya termasuk menonton konten-konten tidak pantas.
Karena dia tidak paham makna ini, maka di bulan Ramadhan pun ternyata dia masih asyik dengan tontonan-tontonan yang tidak patut. Inilah yang menjadi sumber kerusakan. Karena mengantarkan perbuatan yang tidak terkontrol.
Orang yang termasuk golongan-golongan tersebut hanya mengganti jadwal makan saja, dari siang ke malam. Sementara ibadah yang dilakukannya sia-sia.
Maka berdasarkan penjelasan tadi, dapat dipahami bahwa orang yang berpuasa tapi sia-sia ibadahnya ialah orang yang tetap berbohong, ghibah, mengadu domba, tidak menjaga mata, dan tidak menahan syahwat selama menjalankan puasa.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ, وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah Kedua
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيْرًا بَصِيْرًا، تَبَارَكَ الَّذِيْ جَعَلَ فِي السَّمَاءِ بُرُوْجًا وَجَعَلَ فِيْهَا سِرَاجًا وَقَمَرًا مُنِيْرًا. أَشْهَدُ اَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وأَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وُرَسُولُهُ الَّذِيْ بَعَثَهُ بِالْحَقِّ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا، وَدَاعِيَا إِلَى الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيْرًا
اللهم صل و سلم على هذا النبي الكريم و على آله و أصحابه و من تبعهم بإحسان إلى يوم الدين. أما بعد
Do’a Penutup
إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَآأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا
الَّلهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَعَلَى خُلَفَائِهِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَمَنْ سَارَ عَلَى نَهْجِهِمْ وَطَرِيْقَتِهِمْ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَاأَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ الأَحْيَآءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مَجِيْبُ الدَّعَوَاتِ
اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَوَحِّدِ اللَّهُمَّ صُفُوْفَهُمْ، وَأَجْمِعْ كَلِمَتَهُمْ عَلَى الحَقِّ، وَاكْسِرْ شَوْكَةَ الظَّالِمِينَ، وَاكْتُبِ السَّلاَمَ وَالأَمْنَ لِعِبادِكَ أَجْمَعِينَ
اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ الْمُوَحِّدِيْنَ الْمُخْلِصِيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ الْمُسْلِمِيْنَ ودَمِّرْ أَعْدَآئَنَا وَأَعْدَآءَ الدِّيْنِ وأَعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْنَ
رَبَّنَا لا تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا، وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً، إِنَّكَ أَنْتَ الوَهَّابُ
رَبَّنَا آتِنَا في الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ و َمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن
وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ ……. عِبَادَ اللهِ
إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي القُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُو