اَلْحَمْدُ للهِ، اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ أَمَرَنَا بِالْاِعْتِصَامِ بِحَبْلِ اللهِ، وَهُوَ الَّذِيْ أَدَّبَ نَبِيَّهُ مُحَمَّدًا ﷺ فَأَحْسَنَ تَأْدِيْبَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ، اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ خَيْرِ خَلْقِ اللهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنِ اتَّبَعَ هُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، أما بعد
فيا أيها الحاضرون، أُوْصِيْنِي نَفْسِيْ وَ إِيَّاكُم بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْن. قال الله تعالى في كتابه الكريم، بسم الله الرحمن الرحيم، وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
Hadirin jama’ah Jum’at yang dirahmati Allah
Dalam perspektif agama-agama, Indonesia adalah negara yang dimiliki umat Islam. Artinya, umat Islam adalah pemilik sebenarnya dari negara Indonesia.
Jumlah populasi Muslim mencapai 85% dari jumlah penduduk Indonesia sehingga merupakan mayoritas dan karena itu keberadaannya harus diutamakan.
Lebih dari itu, sepanjang dalam sejarah kemerdekaan dan bahkan masa penjajahan, umat Islam mengambil peran sentral dalam perjuangan sehingga Indonesia menjadi negara yang merdeka.
Karena itu, di masa penjajahan hingga sampai kemerdekaan, yang disebut “pahlawan” adalah kalangan dengan latar belakang ulama atau santri dan secara umum beragama Islam.
Tetapi apa yang sekarang terjadi dengan umat Islam di Indonesia? Apakah posisinya sebagai pemilik negera ini, umat Islam telah mendapatkan keadilan secara ekonomi dan juga politik?
Jumlah penduduk miskin mencapai 27,74 juta jiwa atau 10,70% dari jumlah penduduk Indonesia. Menurut Menteri PPN, sejak September 2016, termasuk kategori miskin jika penghasilan perkapita kurang dari batas garis kemiskinan, Rp. 361.990.
Selain itu, bagaimana dengan individu yang berpenghasilan Rp.400.000 atau Rp.500.000 per bulan? Bukankah dengan nominal seperti itu sulit juga untuk memenuhi kebutuhan? Jika penghasilan tersebut dimasukkan dalam kategori miskin, berapa jumlah orang miskin di Indonesia?
Jika kita masukkan standar kemiskinan World Bank sebesar US$ 2 (setara Rp. 32.000,-), maka terdapat 100 juta lebih orang miskin di Indonesia, dan itu tentulah umat Islam.
Hadirin jama’ah Jum’at yang dirahmati Allah
World Bank lewat laporan bertajuk Indonesia’s Rising Divide menyebutkan empat hal yang mendorong ketimpangan di Indonesia yang berpotensi mempengaruhi kehidupan warganya berikut generasi penerus masa depan.
Masalah pertama adalah ketimpangan kesempatan yang memperkecil peluang sukses anak-anak dari keluarga miskin. Dengan terbatasnya sumber daya, mereka berpotensi mengalami stunting atau kekurangan gizi.
Persoalan kedua adalah ketimpangan upah dalam dunia kerja. Mereka yang punya kecakapan tinggi akan digaji besar sekali. Sebaliknya, yang kurang cakap akan terjebak dalam pekerjaan informal, bergaji kecil.
Persoalan ketiga adalah guncangan, misalnya PHK dan bencana alam. Apabila hal itu terjadi, rumah tangga yang tergolong miskin dan rentan miskin, dan itu adalah umat Islam, akan rentan ambruk.
Persoalan keempat adalah pemusatan kekayaan yang tinggi. Sebanyak 10 persen orang kaya memiliki 77 persen seluruh kekayaan negara.
Pundi-pundi uang yang didapat dari aset finansial dan fisik mengalir hanya ke kantong para orang kaya sehingga penghasilan yang didapat lebih besar.
Tercatat pula bahwa kekayaan empat orang terkaya di Indonesia setara dengan gabungan kekayaan 100 juta orang termiskin. Hal itu membuat peringkat ketimpangan ekonomi Indonesia berada di posisi enam terburuk di dunia.
Ketimpangan yang luar biasa ini tak hanya memperlambat pengentasan masyarakat dari kemiskinan, tetapi juga memperlambat pertumbuhan ekonomi dan mengancam kohesi sosial dan itu berarti ancaman terhadap integritas bangsa menuju disintegrasi. Bila hal itu terjadi maka tidak ada yang tersisa dari negara ini.
Kondisi yang tidak kalah memprihatinkannya juga terjadi di bidang politik dan pemerintahan. Era saat ini menawarkan keterbukaan tetapi juga kekonyolan yang luar biasa.
Semua pihak mampu mengekspresikan hak-hak politiknya, tetapi juga pada pertarungan yang konyol, di mana para politisi harus melalui “perjudian” dengan mengundang para botoh atau penyandang dana yang akan memeras sumberdaya jika jagonya berkuasa.
Gelanggang politik Indonesia saat ini tak ubahnya seperti kubangan lumpur dengan penuh air keruh. Sulit menemukan tokoh-tokoh yang awalnya memiliki integritas moral akan keluar dengan tetap bersih. Apa yang terjadi adalah, mereka tersandera oleh jaringan korupsi yang sistemik dalam politik di Indonesia.
Dengan posisinya sebagai penentu kebijakan yang mendapat mandat dari umat, seharusnya mampu memberikan contoh dan manfaat secara signifikan bagi masyarakat, tetapi justru menambah penderitaan rakyat.
Hadirin jama’ah Jum’at yang dirahmati Allah
Rusaknya moral elit pemimpin negara memiliki dampak serius bagi kehidupan bermasyarakat di Indonesia. Konflik horizontal terjadi karena elit mengeksploitasi ‘kekalahan’ dan juga ‘ketidaktahuan’ umat.
Hingga akhirnya di tengah situasi yang begitu carut-sengkarut ini, pesimisme masyarakat kemudian dengan cepat menjalar. Tidak ada lagi yang mereka harapkan dari para elit untuk menyelesaikan kondisi yang terjadi.
Bagi kita, segala peristiwa politik yang dihadirkan oleh elit negara ini menjadi tanda yang sangat jelas bahwa Indonesia, dan bisa saja dunia Islam saat ini, betul-betul dalam krisis kepemimpinan yang luar biasa.
Kondisi internal umat Islam sendiri pada dasarnya telah tumbuh kelas menengah baru yang educated, secara ekonomi mampu, yang memiliki dorongan kuat untuk menjadi masyarakat yang religious.
Pada tahap tertentu bahkan memiliki antusiasme dalam perjuangan dan kesiapan untuk berkorban yang tampaknya lebih bisa diharapkan dari tokoh dan ‘ulama’ konvensional yang tidak terbebas dari beban pretensial.
Persoalan besarnya adalah belum adanya kepemimpinan Islam dalam skala nasional, sehingga mampu mengkonsolidasikan kekuatan mereka.
Hadirin jama’ah Jum’at yang dirahmati Allah
Alhamdulillah, kita diberikan kesempatan umur oleh Allah SWT untuk berjumpa dengan bulan Rajab 1445 Hijriah. Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam setiap masuknya bulan Rajab sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ahmad sering berdoa:
اَللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَبٍ وَشَعْبَانَ وَبَارِكْ لَنَا فِي رَمَضَانَ
“Ya Allah, Ya Allah berkahilah kami di dalam bulan Rajab dan Sya’ban, dan sampaikanlah kami pada bulan Ramadhan.”
Bulan Rajab adalah bulan di mana kita sebagaimana do’a Rasulullah SAW memasuki masa persiapan untuk bertemu dengan mulia dan yang dirindukan yaitu bulan Ramadhan.
Adalah hal lumrah bagi kita pada untuk menjadikan bulan Rajab sebagai titik di mana kita memulai satu demi satu, langkah demi langkah, untuk terus naik hingga akhirnya kita mampu merengguk suatu puncak kenikmatan spiritual pada bulan ramadhan.
Selain daripada itu, sejarah yang agung mencatat bahwa pada bulan Rajab terjadi pembebasan Al-Quds oleh Sultan Salahuddin Al-Ayyubi.
Bulan ini adalah saat di mana kita harus mampu mengeskalasi kondisi spiritualitas kita menjadi energi besar yang mampu menggerakkan kita untuk membebaskan segala persoalan yang sudah khatib sampaikan sebelumnya.
Sebagaimana Salahuddin Al Ayyubi yang mampu membebaskan Al-Quds sebab telah sampainya kebersihan hati karena spiritualitasnya, maka kita juga harus mampu mencapai derajat itu.
Aktivitas ruhiyah kita harus mampu meraup cahaya langit dan bumi yang Allah ciptakan, sehingga kita mampu menjadi mercusuar bagi umat.
ٱللَّهُ نُورُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ ۚ مَثَلُ نُورِهِۦ كَمِشْكَوٰةٍ فِيهَا مِصْبَاحٌ ۖ ٱلْمِصْبَاحُ فِى زُجَاجَةٍ ۖ ٱلزُّجَاجَةُ كَأَنَّهَا كَوْكَبٌ دُرِّىٌّ يُوقَدُ مِن شَجَرَةٍ مُّبَٰرَكَةٍ زَيْتُونَةٍ لَّا شَرْقِيَّةٍ وَلَا غَرْبِيَّةٍ يَكَادُ زَيْتُهَا يُضِىٓءُ وَلَوْ لَمْ تَمْسَسْهُ نَارٌ ۚ نُّورٌ عَلَىٰ نُورٍ ۗ يَهْدِى ٱللَّهُ لِنُورِهِۦ مَن يَشَآءُ ۚ وَيَضْرِبُ ٱللَّهُ ٱلْأَمْثَٰلَ لِلنَّاسِ ۗ وَٱللَّهُ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمٌ
“Allah (pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya-Nya, seperti sebuah lubang yang tidak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam tabung kaca (dan) tabung kaca itu bagaikan bintang yang berkilauan, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang diberkahi, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di timur dan tidak pula di barat, yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah memberi petunjuk kepada cahaya-Nya bagi orang yang Dia kehendaki, dan Allah membuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS: An-Nur 35)
Hadirin jama’ah Jum’at yang dirahmati Allah
Akhirnya, puncak dari aktivitas ruhiyyah yang direpresentasikan dalam ibadah adalah hadirnya cahaya dalam hati dan diri kita yang mampu mencerahkan, menggerakkan, dan membebaskan. Semoga kita semua mampu mencapai derajat itu, Aamin ya Rabbal Alamin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ, وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah Kedua
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيْرًا بَصِيْرًا، تَبَارَكَ الَّذِيْ جَعَلَ فِي السَّمَاءِ بُرُوْجًا وَجَعَلَ فِيْهَا سِرَاجًا وَقَمَرًا مُنِيْرًا. أَشْهَدُ اَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وأَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وُرَسُولُهُ الَّذِيْ بَعَثَهُ بِالْحَقِّ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا، وَدَاعِيَا إِلَى الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيْرًا
اللهم صل و سلم على هذا النبي الكريم و على آله و أصحابه و من تبعهم بإحسان إلى يوم الدين. أما بعد
Do’a Penutup
إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَآأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا
الَّلهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَعَلَى خُلَفَائِهِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَمَنْ سَارَ عَلَى نَهْجِهِمْ وَطَرِيْقَتِهِمْ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَاأَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ الأَحْيَآءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مَجِيْبُ الدَّعَوَاتِ
اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَوَحِّدِ اللَّهُمَّ صُفُوْفَهُمْ، وَأَجْمِعْ كَلِمَتَهُمْ عَلَى الحَقِّ، وَاكْسِرْ شَوْكَةَ الظَّالِمِينَ، وَاكْتُبِ السَّلاَمَ وَالأَمْنَ لِعِبادِكَ أَجْمَعِينَ
اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ الْمُوَحِّدِيْنَ الْمُخْلِصِيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ الْمُسْلِمِيْنَ ودَمِّرْ أَعْدَآئَنَا وَأَعْدَآءَ الدِّيْنِ وأَعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْنَ
رَبَّنَا لا تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا، وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً، إِنَّكَ أَنْتَ الوَهَّابُ
رَبَّنَا آتِنَا في الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ و َمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن
وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ ……. عِبَادَ اللهِ
إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي القُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُو