AdvertisementAdvertisement

Kisah Umar bin Khattab dan Syair Rindu di Ujung Malam

Content Partner

Gambar hanya ilustrasi/ net

Oleh Mohammad Ramli

UMAR BIN KHATTAB adalah khalifah kedua dari khulfaurrasyidin menggantikan Abu Bakar. Sebelum meninggal Abu Bakar berwasiat yang menjadi penggantinya adalah Umar, dan ini merupakan isyarat penunjukan dari Khalifah yang mulia yang timbangan imannya tidak akan terkalahkan oleh iman seluruh umat manusia.

Selain terkenal sebagai orang yang tegas dan berfisik kuat, semua musuh bertekuk lutut tak berdaya dihadapannya, Umar juga memiliki sifat hati yang lembut, zuhud dan penyayang pada para sahabat dan rakyatnya.

Ada kisah yang menarik bernafas romantis, yaitu tentang rindu yang terpendam, gejolak biologis yang datang dari seorang wanita dimana malam-malamnya dia lewati tanpa seorang suami disampingnya.

Seperti biasa Umar berkeliling tiap malam untuk melihat rakyatnya di kota Madinah lalu di malam yang hening dia mendengar seorang perempuan sedang mendendang syair dari dalam rumahnya.

“Malam ini begitu panjang dan dinding-dindingnya gelap gulita. Membuatku terenyuh tidak ada teman untuk bercumbu. Andaikan bukan karena rasa takutku kepada Allah semata. Niscaya akan bergoyang dinding ranjangku ini”

Umar kemudian mendatangi wanita itu dan berkata,ā€apa yang terjadi padamu?ā€

Wanita itu menjawab, “kau telah menjadikan suamiku seorang duda selama beberapa bulan. Aku kini sangat merindukannya.ā€

Umar berkata, “kalau demikian, kuasailah dirimu, saya akan utus orang untuk menemui suamimuā€

Setelah mendegar syair itu, Umar yang sudah sepanjang malam berkeliling harus pulang dan menjumpai anaknya Hafsah dan bertanya,

ā€œWahai Hafsah, berapa lama seorang wanita mampu menahan rindu kepada suaminya?ā€

Hafsah menundukkan kepalanya, karena dia merasa malu ditanya soal ini. Umar kemudian berkata, ā€œsesungguhnya Allah tidak malu mengatakan yang benar”.

Hafsah kemudian memberi isyarat tiga bulan, jika tidak, maka empat bulan.

Kemudian Umar memerintahkan agar bala tentara yang dikirim ke medan perang (jihad) tidak boleh tinggal lebih dari tiga hingga empat bulan di medan perang.

Syair di atas adalah ekspresi gejolak batin juga biologis, dimana seorang istri merindukan ada suami yang hadir menemani malamnya. Tapi karena tugas negara (jihad) diapun harus tabah, menahan rasa rindu selama empat bulan.

Dan rasa takutnya kepada Allah yang melahirkan muraqabah, menjadikan dirinya wanita yang senantiasa bersabar dan mampu mampu menjaga dari kemaksiatan.

Bagaiamana dengan wanita sekarang, isteri-isteri kita, anak-anak kita bahkan dengan ibu-ibu kita tentu juga para lelaki dan suami.
Kalau keterbatasan teknologi di zaman Umar saja nyaris menggelincirkan iman seorang wanita mukminah, bagaimana dengan kita sekarang? Zaman dimana teknologi telah menyatu dengan kehidupan manusia bahkan bisa menjadi budak teknologi.

Hampir tak ada wilayah privacy yang tidak tersentuh produk teknologi ini, bahkan ketika kita menghadap Allah pun ringtone HP masih menyertai.

Dan dengan keputusan Umar yang mengharuskan bagi para mujahid untuk tidak meninggalkan istri lebih dari empat bulan meski dalam tugas jihad. Kemudian kebikajan ini terkenal bahwa Umar sangat memperhatikan rakyatnya termasuk juga memperhatikan aspek psikologis. Lantas, bagaimanakah dengan pemimpin di era sekarang?. Allahu Aā€™lam

______
MOHAMMAD RAMLI, penulis adalah dosen dan pengasuh Pondok Pesantren Hidayatullah Batam, Kepulauan Riau.

- Advertisement -spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Indeks Berita Terbaru

Al-Alaq sebagai Tantangan Intelektual Menemukan Tuhan

TULISAN ini bukanlah sebuah tafsir, melainkan hasil ikhtiar refleksi diri mentadaburi surah Al-ā€˜Alaq yang merasa penulis perlu renungkan kembali...
- Advertisement -spot_img

Baca Terkait Lainnya

- Advertisement -spot_img