HIDORID — Meski dilanda ketidakstabilan ekonomi, para pelajar Indonesia di Timur Tengah, khususnya Yaman dan Sudan, tetap konsisten menuntut ilmu. Bagi mereka, naiknya kurs dolar maupun harga-harga barang dan jasa tak menyurutkan semangat belajar.
“Alhamdulillah tetap semangat karena ini termasuk jihad. Seandainya (ekonomi) itu menjadi sebuah alasan untuk tidak semangat dalam belajar, seharusnya musim dingin yang sedang berlangsung ini sudah cukup membuat kita untuk down (turun semangat),” ujar Abdul Mannan Hajar, mahasiswa Universitas Yemenia kepada Hidayatullah.com via surat elektronik, Jumat, 24 Shafar 1435 H (27/12/2013).
Menurut mahasiswa asal Pesantren Hidayatullah Balikpapan ini, pilihan menuntut ilmu di negeri yang jauh dari kampung halaman sudah dipertimbangkan baik-baik sebelumnya. Apa pun yang terjadi harus siap diterima.
“Ke sini kan sudah harus siap segalanya. Mau belajar jauh-jauh ke negeri orang, berarti harus siap menghadapi apa pun yang akan terjadi di sini karena ini sebuah konsekuensi,” tegas pria asli Makassar ini.
Semangat senada disampaikan Muzhirul Haq, mahasiswa jurusan hadits di Al-Iman University, Sana’a, yang sudah sekitar 6 tahun menetap di Yaman.
“Kurs boleh turun naik, tapi semangat belajar harus naik terus,” ujar alumnus Madrasah Aliyah Raadhiyatan Mardhiyyah Putra Pesantren Hidayatullah Balikpapan, Kalimantan Timur ini.
Di Sudan, Fathi Farhat mengemukakan optimisme yang sama. Menurut mahasiswa Ma’had Lugho Arobiyyah Wa Dirosatil Islamiyah Li Annatiqin Ghoiru Arob, Hajj Yusuf, Khartoum ini, pantang surut hanya gara-gara kurs dolar. Pesan serupa diserukan buat rekan-rekannya di luar negeri.
“Alhamdulillah semangat. Ibarat jebur sumur, mending sekalian minum. Tetap belajar meski dolar menggubar. Gubar, terpedo padang pasir,” aku pria yang belum lama ini menikahi seorang Muslimah asal Mojokerto, Jawa Timur.
Faiz Ahmad Kholis, mahasiswa semester 1 International University of Africa segendang sepenarian dengan Farhat. Faiz mengaku rugi jika sudah jauh-jauh meninggalkan Tanah Air namun harus mundur hanya gara-gara ekonomi.
“Harus tetap semangat, karena sama di Indonesia juga lagi susah. Susah ke luar negeri harus ada yang dihasilkan, yaitu belajar dan belajar. Baru nanti sukses, sukses dunia dan akhirat,” tegas lajang asal Dumai, Kepulauan Riau yang mengambil jurusan Syari’ah (Dirosat Islamiyah) ini.
Diberitakan sebelumnya oleh Hidayatullah.com, melejitnya kurs dolar berpengaruh pada tabungan rupiah para pelajar Indonesia di Timur Tengah, khususnya Yaman dan Sudan. Mereka “kehilangan” nilai uang hampir 50 persen, dan harus menjerit dengan segala keterbatasan ekonomi. Apalagi yang masih mengandalkan kiriman dari Tanah Air.* (Hidcom)