Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mohammad Mahfud MD, mengatakan Indonesia mempunyai semua hal untuk menjadi bangsa yang besar dan berwibawa, namun kita tidak punya orang untuk mengelola. Sebab umumnya pemangku amanah rakyat berprilaku seperti kancil pilek.
Mahfud meminta agar Hidayatullah tidak berhenti berupaya mengisi kekosongan tersebut dengan kiprah nyata membangun integritas bangsa melalui dakwah dan pendidikan.
Hal itu disampaikan Mahfud dalam sesi diskusi umum bertajuk “Membangun Integritas Bangsa” di arena Silatnas Hidayatullah, Balikpapan, Kaltim, beberapa waktu lalu.
“Untuk melakukan perubahan di negeri ini, kita membutuhkan orang yang berani. Bukan hanya berani tapi juga bersih, atau merah putih. Merah berarti berani, putih berarti suci. Tapi nyatanya kebanyak seperti kancil pilek,” kata Mahfud di hadapan ribuan peserta Silatnas Hidayatullah.
Mahfud kemudian menuturkan sebuah anekdot ihwal kancil pilek ini. Konon, ada seekor singa yang menjadi raja hutan yang sangat disegani. Saking gaharnya, rakyat hutan enggan berbicara dengan si raja.
Suatu hari, sang raja mengadu ke ibu singa perihal perilaku rakyatnya yang tidak mau berbicara apalagi menghadap kepadanya. Ibunya pun menyatakan bahwa rakyat hutan tak mau mendekat padanya karena tubuh raja bau.
Mendengar penjelasan ibunya, sang raja rimba itu sedikit murka. Dikumpulkanlah semua rakyatnya untuk membuktikan pernyataan itu. Yang pertama dipanggil adalah kijang, “benarkah tubuhku bau?” Tanya raja. Si kijang menjawab seadanya bahwa tubuh raja memang bau, “bau sekali raja,” kata kijang. Raja murka, dihabisilah kijang itu.
Giliran kedua, anjing dipanggil maju. Ditanya raja dengan pertanyaan serupa, si anjing rupanya ingin mencari selamat. Dia bilang tubuh raja tidak bau bahkan justru harum sekali. Tak dinyana, ternyata si anjing juga dicabik-cabik sampe tewas karena menyinggung perasaan sang raja. “Wong ibuku aja bilang saya bau,” guman raja.
Giliran ketiga, kancil dipanggil maju. Melihat kanan kirinya telah tewas kijang dan anjing, kancil juga khawatir berakhir tragis. Kancil memang cerdik, saat ditanya benarkah tubuh raja bau, dia jawab, “maaf raja, saya lagi pilek tidak bisa membau”. Alhasil si kancil pun aman.
“Umumnya perilaku birokrat dan pejabat kita seperti kancil pilek layaknya anekdot tadi, hanya cari aman, tidak berani, dan penuh kepura-puraan. Tentu tidak semua, yang baik juga banyak tapi kalah populer oleh kancil pilek,” katanya kemudian.
Kata Mahfud, kekayaan Indonesia luar biasa. Soliditas sosial juga terjaga. Yang kita tidak punya, kata dia, adalah integritas dan penegakan hukum. Setiap program pemerintah selalu beranggaran besar. Namun kita tetap saja terpuruk dalam bidang ekonomi karena korupsi, sebab hukumnya tidak pernah ditegakkan dengan benar.
“Kita harus punya komitmen untuk menegakkan hukum. Membangun strong leadership. Negara ini akan beres lebih dari 50 persen kalau hukum ditegakkan. Saya yakin, seyakin yakinnya,” tegasnya.
“Momentum ini sangat penting karena kita menyongsong berbagai agenda nasional ke depan yang diharapkan dapat membangun integrasi bangsa,” kata Mahfud.
Lebih jauh ia mengatakan Hidayatullah telah berhasil dalam gerakan dakwahnya. Sejak tahun 70-an akhir Mahfud mengaku sudah mengenal Hidayatullah ketika dirinya menjadi mahasiswa di Yogyakarta.
Pada waktu itu, akunya, belum banyak organisasi organisasi yang betul betul menonjol kecuali yang sudah ada lebih dulu seperti NU dan Muhammadiyah.
“Tapi waktu itu Hidayatullah muncul memberikan wawasan baru melengkapi yang sudah ada. Sehingga saya merasa Hidayatullah adalah suatu organisasi dakwah amar ma’ruf nahi munkar, yang saya yakin, berhasil melakukan gerakan Islam Indonesia dan memberi warna terhadap kehidupan politik,” tandasnya.