AdvertisementAdvertisement

Membaca sebagai Syarat Mutlak untuk Bertuhan

Content Partner

DEPOK (Hidayatullah.or.id) — Al Qur’an surah Al-‘Alaq ayat 1-5 adalah surah pertama yang diturunkan oleh Allah Ta’ala kepada Nabi Muhammad Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam sebagaimana pendapat mayoritas ulama, dimana kondisi tatanan masyarakat Arab pada saat itu sangatlah rusak, mulai dari sisi aqidah, sosial, budaya, ekonomi dan politik.

Kadep Dewan Pengurus Pusat (DPP) Hidayatullah, Dr. Dudung A. Abdullah, lebih lanjut menjelaskan, bahwa Al-‘Alaq dengan demikian adalah kunci pembuka untuk merubah manusia menjadi beradab dan sebagai solusi ditengah masyarakat.

“Orang yang ingin bertuhan harus ber-iqra’ dan berilmu terlebih dahulu. Karena tanpa proses ber-iqra’ yang baik dan benar maka akan terjadi kesesatan,” katanya saat menyampaikan pengajian rutin pekanan mahasiswa di Kampus STIE Hidayatullah, Depok, Jawa Barat, Jum’at (30/7/2021).

Abah Dudung, demikian ia karib disapa, mengatakan pada dasarnya manusia itu mempunyai yang namanya sense of religion. Karena, dia menjelaskan, walau bagaimanapun fitrah manusia rindu terhadap agama, yang menjadi permasalahan adalah dia mau membaca atau tidak.

“Pertanyaannya, dia mau dibimbing wahyu atau tidak. Maka sejarah membuktikan ketika mereka rindu dengan agama tetapi tidak ada wahyu yang membimbing maka yang terjadi adalah ketersesatan,” kata Abah.

Abah menerangkan, surah Al-‘Alaq adalah sebagai metode berislam yang baik dan benar. Surah ini merupakan tarbiyah Allah Ta’ala kepada Nabi Muhammad yang kemudian disampaikan kepada ummatnya. Ia juga sebagai bantahan kepada filsuf yang menempatkan Tuhan dan Nabi sebagai objek kajian, bukan subjek yang berbicara kepada manusia.

“Al-‘Alaq ini juga berbicara konsep ketuhanan (Tauhid), proses penciptaan manusia yang terbuat ‘alaq (segumpal darah), berbicara tentang konsep penciptaan alam semesta dan juga berbicara tentang konsep wahyu, kenabiaan dan ilmu,” jelas Abah Dudung.

Perintah membca dalam surah Al ‘Alaq tidak ada objeknya, artinya apapun bisa dibaca. Tetapi, Abah mengingatkan, bahwa pembacaan yang dilakukan harus selalu dilandasi dengan atas nama Allah (bismirabbik) agar apa yang dibaca selalu dalam bimbingan wahyu dari sang pencipta.

“Adapun instrumen membaca itu bisa dengan indra, akal dan hati yang dibingkai oleh wahyu dari Allah sehingga hasil dari iqra’-nya adalah kebenaran yang hakiki,” katanya.

Lebih jauh Abah menerangkan, ber-iqra’ bismirabbik akan membawa perubahan mendasar pada pelaku dan lingkungan sekitarnya. Sebutlah misalnya terjadi pada masyarakat jahiliyah yang telah melakukan proses iqra’ dengan baik dan benar, maka mereka yang awalnya penuh kesyirikan, khurafat dan takhayul berubah menjadi mentauhidkan Allah Ta’ala.

Demikian pula mereka yang awalnya merendahkan kedudukan wanita, melakukan perbudakan dan penindasan, lantas kemudian mereka berubah menjadi amat menghormati wanita dan menghapus perbudakan.

Pun begitu masyarakat jahiliyah yang tercerahkan dengan Al ‘Alaq. Mereka yang awalnya mengumbar hawa nafsu (hedonisme), gemar zina dan minum minuman keras, mengambil hak orang, berjudi dan riba, akhirnya berubah menjadi pribadi yang berakhlak mulia, penyayang dan menegakkan kebenaran. Demikian halnya perang antar saudara dan antar suku, menjadi jalinan persaudaraan dalam iman dan perdamaian.

Abah Dudung juga menjelaskan tentang iqra’ dalam dimensi ilmu pengetahuan, dimana menurutnya iqra’ itu bisa berarti membaca yang kemudian bisa mengetahui.

Lebih dalam lagi iqra’ bisa bermakna menelaah, yang kemudian hasilnya adalah bisa membedakan. Dan lebih tinggi lagi, iqra’ bisa bermakna meneliiti yang kemudian hasilnya bisa mengembangkan.

Iqra’ juga bisa berdimensi masa lalu, sekarang dan masa yang akan datang yang kemudian akan melahirkan manusia yang visioner,” imbuh Abah yang juga pernah mengetuai kampus STIE Hidayatullah ini.

Tidak kalah pentingnya ia juga menjelaskan urgensi dari iqra’ bismirabbik. Dimana dengan iqra’ menjadi pembeda antara manusia dan binatang. Iqra’ merupakan fitrah manusia, dengan ber-iqra’ berarti berproses untuk mengetahui, mengilmui, punya keyakinan dan bisa membedakan yang baik dan buruk

“Sejatinya target dari ber-iqra’ adalah iman bertambah, ilmu meningkat, menjadi manusia yang mulia dimana ilmu dan amal berjalan beriringan,” pungkasnya.*/Najibullah

- Advertisement -spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Indeks Berita Terbaru

Tanah Wakaf Hj Nila Dewi di Tanjung Morawa Wujudkan Harapan untuk Pesantren Tahfidz

DELI SERDANG (Hidayatullah.or.id) -- Suasana haru dan syukur menyelimuti acara serah terima tanah wakaf seluas 2.300 m² yang berlangsung...
- Advertisement -spot_img

Baca Terkait Lainnya

- Advertisement -spot_img