Perkampungan Pengkaderan Yang Diimpikan
Usai pendidikan muballigh di Makassar Muhsin Kahar berangkat ke Surabaya dengan mengajaka Usman Palese untuk seterusnya ingin mengikuti pendidikan di Pondok Modern Gontor. Memang keduanya sempat mendaftar dan ikut belajar tapi hanya seminggu lalu pindah ke PERSIS Bangil. Di Pesantren Bangil juga hanya 3 bulan. Di Pesantren yang dipimpin oleh Ustadz Abdul Qadir Hassan ini, tidak banyak belajar karena Ustadz Mansyur Hassan ( adik kandung Ustadz Abdul Qadir Hassan, putera Ustadz Ahmad Hassan), senang mengajak diskusi bahkan selalu ditugaskan membawakan khutbah Jum’at dan ceramah-ceramah di Mesjid Persis.
Selama di Pesantren Bangil Ustadz Muhsin Kahar banyak di bantu oleh sepupunya di Surabaya, Jaksa Arsyad Hasan, SH (mantan kepala Kejaksaan Negeri di beberapa kota Jawa Timur, seperti Nganjuk, Bangkalan, dll, terakhir diangkat menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi di NTB tetapi minta pensiun dini). Dia sangat senang jika berada di tempat saudaranya ini karena Puang Aresya, demikian panggilan akrabnya dikalangan keluarga, senang sekali berdiskusi masalah hukum dan politik dan juga hal-hal yang menyentuh agama. Disamping itu kemanakan-kemanakannya di tempat itu, anak Pak Arsyad: Makmun, Bustamin, Sahrah, Nasrah, Halda, Hurlina semuanya selalu bermanja-manja kepadanya.
Akhirnya pesantren yang banyak menekuni masalah fikhi ini ditinggalkan dan menuju Jakarta. Di Jakarta bertempat tinggal di Kali Baru, Tanjung Periok. Ditempat yang banyak dihuni oleh orang Bugis ini bersama-sama Ustadz As’ad El-Hafidy mengadakan kursus muballigh melibatkan tokoh-tokoh Islam yang ada di Kali Baru seperti Pak Ramli Ya’kub (paman Ustadz Muhsin Kahar), Nurdin Djafar (sepupu) dan Achmad Dahlan Abdullah (kemanakan) untuk menjadi pengurus. Banyak anak-anak remaja ataupun yang sudah tergolong dewasa jama’ah Mesjid Nurul Jihad Kali Baru mengikuti kursus ini. Diantaranya Marhumah Hasyim (kemanakan), Nurhilaliyah Nurdin (kemanakan), dll. Cukup berhasil kursus muballigh itu menelorkan muballigh dan muballighat muda.
Ustadz Muhsin Kahar kembali lagi ke Makassar, kota Anging Mammiri yang selalu dirindukan. Kembali menggabung dengan kegiatan Ustadz Ahmad Marzuki Hasan di Kompleks Pendidikan Muhammadiyah, samping Mesjid Raya Makassar. Mulailah diprogram pengkaderan yang lebih intens untuk melibatkan sejumlah anak-anak binaan Ustadz Ahmad Marzuki Hasan dalam upaya pemberantasan kemaksiatan yang tengah marak di kota Makassar dan sekitaranya. Yang paling mencolok daya rusaknya waktu itu adalah penjudian dalam bentuk lotere.
Pengkaderan yang dimaksudkan ini diselenggarakan di Maros (30 Km sebelah utara Makassar) dengan melibatkan puluhan anak-anak muda. Walaupun sangat singkat waktunya, hanya seminggu (1-8 Agustus 1969) tapi frekuensi penggemblengannya dilakukan siang dan malam. Instrukturnya disamping Ustadz Muhsin Kahar sendiri juga Kyai Ahmad Marzuki Hasan, Drs.H.Mahyuddin Thaha[19].
Dalam penyelenggaraan kursus ini sulit dilupakan jasa-jasa dari orang-orang seperti Bapak Usman Ali (Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Maros), H. Abdul Latif Daeng Mangngatta (pedagang kain dan Pengurus Muhammdiyah), Abdurrasyid Tata (Kepala Desa Aliritengngae, Maros) Burhanuddin Hamid (Panitera Pengadilan Negeri Maros), Drs. Mustafa Rauf (Pegawai Kantor Gubernur Sulsel), Zaenal Abidin (pemuda Muhammadiyah), dan lain-lain. Peserta diarahkan untuk dapat melaksanakan kewajiban amar ma’ruf dan nahyi munkar sebagaimana mestinya. Ujung-ujungnya adalah membakar semangat anak-anak muda yang tengah dilanda puber aqidah itu untuk memberantas penjudian yang tengah marak di Makassar dan sekitarnya. Dalam penutupan acara itu peserta menyanyikan lagu Panggilan Jihad, yang lagi tenar waktu itu.
[19] Mantan Ketua Biro Kader PB.PII Pusat, priode Ahmad Djuwaini.[button