AdvertisementAdvertisement

Menembus Ombak, Cerita Perjalanan Halaqah Gabungan ke Babel

Content Partner

(Belasan Kader Hidayatullah Sumatera Selatan (Sumsel) melakukan tur ke Bangka Belitung (Babel), mengikuti Halaqoh Gabungan Hidayatullah Sumsel, Babel, dan Jambi (28-20/08/2023). Berikut sebagian kisah perjalanannya yang singkat, ditulis salah seorang peserta tur, Kosim Abinya Aziyz, kontributor Hidayatullah.or.id)

PADA akhir Agustus tahun 2023, sebuah rombongan yang terdiri dari 18 orang, mewakili berbagai daerah seperti Banyuasin, Palembang, Ogan Ilir, Muara Enim, dan Muba, bersiap untuk melakukan perjalanan ke Kepulauan Bangka Belitung.

Perjalanan ini tidak hanya menghadirkan petualangan fisik, tetapi juga memperkaya jiwa dengan pengalaman baru yang menakjubkan.

Persiapan dan Keberangkatan

Pertemuan besar ini adalah Halaqoh Gabungan Hidayatullah Babel, Sumsel, dan Jambi, yang akan diadakan di Pesantren Hidayatullah Babel, Desa Teru, Kecamatan Simpang Katis, Kabupaten Bangka Tengah.

Kami memulai persiapan perjalanan dari beberapa daerah di Sumatra Selatan pada malam hari. Dengan satu mobil dan enam motor sebagai kendaraan, rombongan berangkat dari Rambutan, Banyuasin, pada pukul 02.00 dini hari.

Akhirnya, setelah menempu perjalanan 2 jam lebih, kami tiba di pelabuhan Tanjung Api-api menjelang Shubuh, pada pukul 04.30, dengan semangat yang membara.

Petualangan di Laut

Setelah tiba di pelabuhan, rombongan naik kapal ferry pada pukul 09.00, bersamaan dengan kapal kedua yang berangkat pada pukul 05.00. Perjalanan di atas kapal Ferry memberikan pengalaman yang tak terlupakan selama 5 jam.

Selama perjalanan ini, kami bisa merenung, beribadah, dan meresapi keindahan laut yang membentang tanpa batas.

Tiba di Pelabuhan Tanjung Kalian (Mentok) Bangka Barat pada pukul 02.00 siang, rombongan singgah di Masjid Hidayatuddin Muntok untuk melaksanakan shalat jamak zhuhur ashar, memperkokoh ikatan spiritual mereka.

Pertemuan Tak Terduga

Selama perjalanan di darat yang berlangsung selama 4,5 jam, rombongan melewati jalan yang sepi dari pemukiman warga. Kami menyaksikan keindahan alam dan keheningan yang mendalam, memungkinkan kami merenung dan mendekatkan diri pada penciptaan Allah.

Kami kemudian mampir makan siang di Rumah Makan Pak Kumis dengan hidangan ala Jawa menggugah selera kami, sambil berbagi cerita dengan rombongan penambang timah dari Lampung, sebuah pertemuan yang tak terduga.

Shalat Maghrib dilaksanakan beberapa jam kemudian di Masjid Salsabila Polda Babel, dan hanya sekira 10 menit kemudian, rombongan tiba di lokasi akhir.

Pesantren Hidayatullah Babel

Lokasi pondok pesantren Hidayatullah Babel terasa seperti oase ketenangan, dengan luas sekitar 4 hektar. Di sana, terdapat lembaga pendidikan formal SMP dan SMA, serta Tahfizh Quran.

Rombongan diberi layanan dan jamuan yang sangat baik oleh tuan rumah, merasakan kehangatan dan keramahan yang menguatkan semangat mereka.

Untuk penginapan, para orang tua ditempatkan di Guest House pesantren sementara yang lainnya menginap di Asrama santri yang baru dibangun, menciptakan vibe persaudaraan yang erat.

Kajian dan Silaturahim

Mereka mengikuti berbagai acara selama pertemuan ini, termasuk Kajian Sistematika Wahyu yang dibawakan oleh KH Anwari Hanbali dan silaturahim antar kader Hidayatullah.

Semua acara ini ditujukan untuk memperdalam pemahaman agama dan meningkatkan keimanan kami.

Hari kedua, setelah shalat zhuhur, rombongan pun bersiap pulang, membawa pulang pengetahuan dan semangat baru.

Sebelum kembali ke “tanah air”, rombongan singgah sejenak di Pantai Tanjung Pesona dan Pantai Para, Sungai Liat, Bangka.

Sayangnya, musim ombak besar menghalangi mereka untuk berenang. Namun, pantai yang indah ini memberikan ketenangan dan kenangan manis yang tidak terlupakan.

Tantangan di Laut

Saat sampai di pelabuhan Tanjung Kalian, kami menemui tantangan tak terduga. Ombak besar membuat penyeberangan tertunda dari pukul 23.00 hingga pukul 03.00 dini hari.

Meskipun sulit, kami menjalani dengan kesabaran dan keteguhan hati, mengingatkan bahwa dalam perjalanan hidup, kita harus bersiap menghadapi rintangan.

Kembali ke Rumah

Pukul 07.30, kami akhirnya bersandar di Pelabuhan Tanjung Api-api. Di pinggir jalan di daerah Jalur 17, kami membeli semangka segar untuk mengisi perut, merasakan kelezatan hasil bumi Sriwijaya.

Setelah makan siang di Seberang Cinde, dengan menu Soto Ayam dan Babat, kami akhirnya sampai di rumah menjelang zhuhur.

Saat menginjakkan kaki di rumah, kami membawa pulang banyak kenangan berharga dan pelajaran spiritual yang tak ternilai harganya.

Perjalanan ini bukan hanya tentang menjelajahi geografi, tetapi juga menggali ke dalam diri sendiri dan mendekatkan diri pada Tuhan.

Itulah kisah singkat catatan perjalanan penulis ke Kepulauan Bangka Belitung yang merupakan provinsi ke-9 yang penulis kunjungi di wilayah Pulau Sumatera. (ybh/hidayatullah.or.id)

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Indeks Berita Terbaru

Hidayatullah dan Revitalisasi Peran Muballigh dalam Mencerdaskan Kehidupan Bangsa

PERAN muballigh dalam mencerdaskan kehidupan bangsa di Indonesia sangatlah penting. Di tengah berbagai tantangan yang dihadapi, muballigh terus menjadi...
- Advertisement -spot_img

Baca Terkait Lainnya

- Advertisement -spot_img