DALAM menghadapi tantangan yang terus berubah dalam kehidupan, budaya organisasi memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga kesinambungan dan keberhasilan suatu entitas.
Tinjauan perspektif Islam terhadap budaya organisasi dapat memberikan fondasi yang kuat dan relevan, memastikan bahwa nilai-nilai agung seperti keadilan, kerja sama, dan integritas tetap menjadi jatidiri organisasi.
Dengan memperkuat eksistensi budaya organisasi, kita dapat menciptakan lingkungan yang inklusif, berdaya, dan mampu menghadapi tantangan masa kini serta masa depan dengan kepercayaan dan keberanian.
Budaya organisasi yang kuat lahir dari gagasan utama para pendirinya, dan kemudian dielaborasi oleh generasi pelanjutnya dan kemudian dirumuskan dalam sebuah rumusan yang disepakati.
Budaya ini melekat dengan jatidiri organisasi, dan seringkali dapat dimaknai sebagai DNA Organiasi. Sehinnga menjadi fondasi utama bagi dinamika perjalanan organiasi hingga menuju kesuksesan jangka panjang sebuah entitas.
Sehingga, dalam perspektif Islam, membumikan jatidiri organisasi menjadi kunci untuk menjaga relevansi dan ketangguhan di tengah perubahan zaman dan tantangan yang muncul.
Membumikan jatidiri organisasi berarti menjadikan nilai-nilai utama, yang bersumber dari prinsip dan karakter dasar mengapa organisasi itu lahir.
Jika kita menengok dalam perspektif Islam, pada budaya organisasi menekankan nilai-nilai yang bersifat rahmatan lil alamiin (universal) dan abadi yang memiliki relevansi tak terbatas terhadap kondisi zaman.
Keadilan dalam pengambilan keputusan, empati dalam hubungan antar sesama, dan tanggung jawab sosial yang tinggi adalah prinsip-prinsip yang dapat memandu organisasi melalui perubahan dan ketidakpastian.
Dengan mendasarkan budaya organisasi pada nilai-nilai seperti ini, organisasi dapat menjadi agen perubahan yang positif dalam masyarakat, memberikan kontribusi yang berarti bagi kesejahteraan umat manusia secara keseluruhan.
Selain itu, perspektif Islam dalam budaya organisasi pada saat bersamaan menawarkan pandangan yang holistik dan berkelanjutan terhadap pengembangan organisasi.
Dengan memprioritaskan keseimbangan antara kepentingan akhirat, aspek finansial, sosial, dan moral, organisasi dapat menciptakan visi yang inklusif dan berkelanjutan untuk masa depan. Ini mencakup investasi dalam pengembangan SDI yang berbasis keadilan, keterlibatan aktif dalam tanggung jawab sosial, dan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.
Sehingga dengan kata lain, dengan memperkuat eksistensi budaya organisasi, organisasi dapat menjadi sumber inspirasi dan kebaikan bagi siapapun yang bertahan dalam menghadapi tantangan masa kini dan mendatang. Tidak hanya sebatas pada stakeholder organisasi semata.
Internalisasi Jatidiri Organisasi
Jatidiri organisasi akan menjadi kredo semata, jika kemudian tidak dilakukan proses internalisasi kepada seluruh stakeholder organisasi. Sehingga internalisasi jatidiri organisasi akan mengantarkannya sebagai pondasi dasar bagi budaya organisasi.
Internalisasi ini akan membumikan jatidiri, dan selanjutnya akan menjiwai setiap aktifitas keorganiasian.
Dalam perspektif organisasi Islam, untuk melakukan internaliasi jatidiri setidaknya melibatkan beberapa langkah yang penting, meliputi:
Pertama, Transformasi Nilai Inti
Salah satu cara utama untuk melakukan internalisasi jatidiri organisasi adalah melalui pendidikan dan pelatihan yang terfokus pada nilai-nilai Islam yang relevan dengan tujuan dan visi organisasi. Juga dilakukan pembinaan dan pendampingan baik secara formal maupun informal dalam rangka proses transformasi nilai, yang mengelaborasi dan membumikan jatidiri organisasi untuk kemudian akan menjadi landasan bagi budaya organisasi yang kuat.
Kedua, Pengintegrasian Nilai-nilai dalam Kebijakan dan Prosedur
Nilai-nilai Islam yang dimanifetasikan dalam jatidiri organisasi harus diintegrasikan ke dalam kebijakan, prosedur, dan praktik operasional organisasi. Hal ini untuk memastikan bahwa setiap aspek kegiatan organisasi tercermin dan didorong oleh prinsip-prinsip Islam yang mendasari budaya organisasi. Ada parameter yang jelas untuk mengukur proses pengintegrasian ini, sehingga menjamin bahwa tidak ada kegiatan dalam organisasi yang menyimpang dari jatidiri itu sendiri.
Ketiga, Pengembangan Budaya Organisasi yang Memperkuat Jatidiri
Budaya organisasi yang didasarkan pada nilai-nilai Islam dan dibingkai dalam jatidiri, harus dipromosikan dan diperkuat melalui berbagai inisiatif, termasuk komunikasi internal yang jelas, pendampingan dan pembinaan yang intensif, penghargaan terhadap perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai Islam, serta pembangunan lingkungan organisasi yang mendukung dan memfasilitasi praktik-praktik berbasis jatidiri.
Keempat, Pembinaan dan Pengawasan Berkelanjutan
Internalisasi jatidiri organisasi memerlukan pembinaan dan pengawasan berkelanjutan untuk memastikan bahwa nilai-nilai Islam yang terkandung dalam jatidiri terus dipegang teguh dan diamalkan oleh seluruh anggota organisasi. Ini melibatkan pembinaan dan kepemimpinan yang berorientasi pada nilai-nilai Islam, serta pengawasan terhadap perilaku, kebijakan dan keputusan organisasi yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.
Kelima, Keterlibatan dan Partisipasi Aktif
Seluruh anggota organisasi harus terlibat secara aktif dalam proses internalisasi jatidiri organisasi. Ini dapat dilakukan melalui partisipasi dalam kegiatan pembinaan, pelatihan, dan diskusi yang bertujuan untuk memperkuat pemahaman dan praktik-praktik yang sesuai dengan nilai-nilai Islam. Sehingga nilai inti dalam organisasi, dapat dipahami oleh semua lapisan dalam organisasi dari stuktur atas hingga anggota biasa.
Dengan melaksanakan langkah-langkah ini secara konsisten dan berkelanjutan, organisasi akan dapat berhasil dalam menginternalisasi jatidiri mereka sebagai basis budaya organisasi.
Hal ini tidak hanya akan memperkuat identitas dan karakter organisasi, tetapi juga akan menciptakan lingkungan kerja yang beretika, inklusif, dan berdaya sesuai dengan jatidiri itu sendiri.
Jatidiri sebagai Basis Budaya Organisasi
Dalam perspektif organisasi Islam, sebagaimana dijelaskan di atas, jatidiri merupakan konsep yang mirip dengan DNA dalam tubuh manusia. Jatidiri adalah esensi atau identitas inti dari suatu organisasi yang mencerminkan nilai-nilai, prinsip, dan keyakinan yang mendasarinya.
Analogi ini menggambarkan bahwa jatidiri adalah landasan yang mendasari semua aspek budaya organisasi, serupa dengan bagaimana DNA menentukan karakteristik fisik dan genetik individu.
Dalam konteks Islam, jatidiri organisasi mencakup nilai-nilai yang universal yang kemudian diderivasikan dalam rumusan yang menunjukkan identitas dan karakteristik organisasi. Sehingga menjadi platform bagi organisasi itu sendiri.
Dengan kata lain, nilai-nilai ini bukan hanya menjadi panduan dalam pengambilan keputusan dan perilaku, tetapi juga menjadi sumber inspirasi dan motivasi bagi anggota organisasi untuk berkontribusi secara positif dalam mencapai tujuan bersama.
Jatidiri organisasi yang dibangun di atas prinsip-prinsip Islam dan dirumuskan menjadi identitas organisasi dimaksud, akan menjamin bahwa organisasi tersebut berfungsi sesuai dengan ajaran agama dan manhaj yang dianut, sehingga akan memperkuat hubungan antarindividu, dan memberikan dampak positif dalam organisasi, yang pada saatnya akan berimbas dan mempengaruhi kehidupan bermasyarakat.
Dengan memiliki jatidiri yang kuat dan selaras dengan nilai-nilai Islam, sebuah organisasi dapat mengembangkan budaya yang inklusif, berdaya, dan berkelanjutan. Hal ini memungkinkan organisasi untuk tetap relevan dan beradaptasi dengan perubahan zaman serta menghadapi berbagai tantangan yang muncul dengan keyakinan dan keberanian.
Sebagai hasilnya, budaya organisasi yang didasarkan pada jatidiri tidak hanya menciptakan lingkungan dan kehidupan organisasi yang harmonis serta produktif, tetapi juga memberikan kontribusi positif bagi perkembangan masyarakat dan kesejahteraan umat manusia secara keseluruhan.
Penutup
Dengan demikian, dalam era perubahan yang terus menerus, organisasi yang mengadopsi pendekatan ini akan tetap relevan dan berkelanjutan, menjadikan jatidiri sebagai basis budaya organisasi dan selanjutnya menjadi pendorong utama kesuksesan dan keberlangsungan organisasi dalam jangka panjang.
Akhirnya, dengan menguatkan eksistensi budaya organisasi, maka organisasi dapat memperkuat fondasi mereka untuk menjawab tantangan masa depan dengan keyakinan dan keberanian.
Melalui internalisasi nilai-nilai Islam sebagai jatidiri organisasi, bukan hanya menciptakan lingkungan kerja yang inklusif dan berdaya, tetapi juga memperkuat kontribusi positif organisasi terhadap kemajuan masyarakat secara keseluruhan.
*) Asih Subagyo, penulis adalah Peneliti Senior Hidayatullah Institute