Dalam perjalanannya meninggalkan kota Makassar, terlebih dulu transit di rumah keponakannya, Nurdin Abdullah di kompleks Pabrik Minyak Berdikari, Makassar. Ustadz Muhsin Kahar meninggalkan Makassar berjalan ke arah selatan menuju daerah Gowa diantar dengan motor skuter oleh Drs. Amir Said (kemanakannya, dosen IAIN/Universitas Muhammadiyah) menuju ke Limbung ke rumah Mansyur Soma {anggota DPR-Gowa, Fraksi Partai Muslimin Indonesia).
Sebelumnya penulis diperintahkan mengecek kawan-kawan yang memimpin gerakan semalam dan mengecek reaksi petugas keamanan kota. Ternyata memang peristiwa itu cukup menghebohkan dan sudah termuat di koran-koran. Laporan kami tentang kondisi kota membuat dia ingin segera meninggalkan kota.
Penulis bersama As’ad Kahar, adik kandung Ustadz Muhsin Kahar, menuju Limbung dengan menggunakan sepeda engkol milik Ibu Zulaiha (saudara sepupu Ustadz Muhsin Kahar) langsung menuju Kampung Bontomaero. Di kampung dimana penulis dibesarkan ini sempat shalat Jum’at dan bermalam di rumah Sirajuddin Bali dengan penuh kekhawatiran, kalau-kalau petugas menyergap kami. Apalagi pada waktu tengah malam Ustadz Muhsin Kahar datang diantar oleh Mansyur Soma.
Malam itu juga pengurus Pemuda Muhammadiyah Bontomaero sibuk mencari orang-orang yang dapat mengantar kami. Ba’da Subuh Sabtu, 30 Agustus 1969, kami berjalan kaki dengan petunjuk beberapa Pemuda Muhammadiyah di Cabang Bontomaero yakni M.Amin Dewa Daeng Awing, Ketua Pemuda Muhammadiyah bersama Yusuf Hasan dan Silahuddin (anggota Pemuda Muhammadiyah). Bertolak dari rumah Sirajuddin Bali (Sekretaris Pemuda Muhammadiyah) melewati beberapa kampung seperti Palompong-Desa Pa’bentengang, menyeberang Sungai Jeneberang , Pakkatto Ca’di, Timbuseng, Bontoramba, Sawanggi, Daya. Di dekat Pasar Daya waktu Maghrib, penulis bersama Ustadz Muhsin Kahar berpisah dengan semua anggota rombongan. As’ad Kahar meneruskan perjalanan ke kota Maros, yang lainnya kembali ke Limbung. Penulis berdua menuju Mandai, lalu ke barat sampai di Kaemba . Ustadz Muhsin Kahar berdua dengan penulis tiba ditempat ini pada waktu Isya dalam keadaan sangat lelah, kehabisan tenaga setelah seharian berjalan kaki sejauh k.l. 40 km.
Terdengar berita kemudian bahwa pemuda-pemuda yang berjasa mengantar kami itu termasuk Sirajuddin Bali, akhirnya ditahan juga oleh Kodim Makassar.
Di Kaemba , yakni salah satu ranting Muhammadiyah daerah Maros yang baru terbentuk. Sampai di tempat ini betul-betul sudah kehabisan tenaga, karena berjalan kaki seharian. Bermalam di rumah Abdul Fattah, pagi harinya sempat dijenguk oleh Bapak Zainuddin Daeng Mattiro (Pengurus Muhammadiyah Cabang Bontoala Makassar ) yang datang dari Makassar setelah mengetahui bahwa kami berada di tempat kelahirannya itu. Saya dan Ustadz Muhsin Kahar diberi bantuan masing-masing Rp 5.000, sebelum Muhsin Kahar bertolak ke Pare-Pare, hari Ahad 31 Agustus, dibonceng dengan menggunakan motor Vespa oleh Haji Mahyuddin Thaha menempuh jarak 150 Km. Penulis sendiri masih tinggal di tempat itu beberapa hari memberi ceramah bersambung tetantang bahaya judi yang sedang marak.