PEMIMPIN Umum Hidayatullah, Ust. H. Abdurrahman Muhammad, memberikan sebuah pernyataan menarik dalam ceramah evaluasi panitia Silaturrahim Nasional (Silatnas) Hidayatullah pada Ahad, 19 Jumadil Awal 1445 (3/12/2023).
“Saya sangat menjaga diri supaya dapat prima melaksanakan tugas, mengendalikan acara di masjid dan menyampaikan apa yang bisa saya sampaikan. Karena semua penyampaian saya itu harus dari tetesan shalat malam. Saya tidak berani mencoba keluar dari itu”.
Ada beberapa diksi penting yang bisa kita garis bawahi. Mulai dari menjaga diri, prima melaksanakan tugas, mengendalikan acara, dan menyampaikan sesuatu dengan basis shalat malam.
Tentu saja ungkapan itu bukan sekadar kalimat yang memukau. Tetapi sarat pesan dan makna, yang sudah semestinya kita memperhatikan dan menguatkannya sebagai kesinambungan penguatan jati diri dalam kiprah dakwah dan tarbiyah.
Spirit Al Qur’an
Bagi sebagian orang, kata menjaga diri, mungkin merupakan implementasi aspek goal dalam sebuah rangkaian penerapan teori manajemen.
Namun, lebih dari sekadar tinjauan parsial, Pemimpin Umum sedang memberikan isyarat bahwa setiap kader itu sejatinya adalah episentrum gerakan. Maka harus benar-benar pandai menjaga diri.
Secara bahasa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) episentrum adalah titik pada permukaan bumi yang terletak tegak lurus di atas pusat gempa yang ada di dalam bumi. Itulah titik pusat gempa yang mengguncang bumi.
Dalam konteks gerakan, episentrum, bisa kita maknai sebagai pusat kendali, pusat perhatian, pusat gerakan, yang memberi warna, pengaruh dan mendorong kemajuan signifikan terhadap pelaksanaan sebuah agenda, program, atau bahkan visi.
Dalam konteks Al Qur’an, perintah menjaga diri perlu persiapan. Persiapan butuh perencanaan dan seterusnya.
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi” (QS. Al-Anfal: 60).
Ungkapan Pemimpin Umum Hidayatullah bahwa perlu menjaga diri agar prima dalam menjalankan tugas, supaya dapat mengendalikan acara di masjid, menunjukkan kepada semua kader dan jama’ah bahwa perencanaan, manajerial yang baik, harus menjadi kultur yang inheren dalam gerak langkah Hidayatullah ke depan. Mulai dari sekarang!
Shalat Malam
Diksi berikutnya adalah tidak bicara melainkan ada tetesan shalat malam.
“Pada sebagian malam lakukanlah sholat tahajud sebagai (suatu ibadah) tambahan bagimu, mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji” (QS. Al-Isra: 79).
Jadi, kalau seseorang berbicara dan ia telah melaksanakan tahajud, besar kemungkinan ia akan dapat memendarkan cahaya iman dan keyakinan untuk melangkah lebih rapi, tertib, dan terpimpin.
Sebab orang yang shalat malam ia sudah sempat merayu, merengek, dan meminta dengan sangat kepada Allah akan kebaikan.
Dan, seperti yang sebagian orang rasakan usai mendirikan shalat malam. Mereka memiliki rasa tenang, kecintaan terhadap iman yang semakin tumbuh dan keinginan menjadi insan yang bermanfaat yang lebih kuat.
Jadi, poin pertama dalam evaluasi panitia Silatnas yang Pemimpin Umum Hidayatullah tekankan adalah bagaimana semua kader semakin rapi, tertib, terpimpin, dan tercerahkan dengan shalat malam.
Dan, ini adalah bentuk tasbih dalam wujud perilaku harian yang harus terus dilakukan. Wallahu a’lam.*
*) Mas Imam Nawawi, penulis adalah Direktur Progressive Studies & Empowerment Center (Prospect) | Ketua Umum PP Pemuda Hidayatullah Periode 2020-2023.