AdvertisementAdvertisement

Milenial dan Kebanggaan Jadi sebagai Seorang Muslim

Content Partner

Oleh Hidayatullah,SH,MH
MEMANG tidak mudah menjadi seorang muslim shaleh apalagi di zaman seperti saat ini. Di tengah kepungan media sekuler dan liberal, sulit bagi generasi milenial untuk tidak terkena pengaruh buruk. Medsos telah menjadi kitab rujukan hidup anak-anak muda. Mereka lebih akrab dengan Facebook, Instagram dan Twitter ketimbang Al-Qur’an.
Keluarga yang seharusnya menjadi pondasi dasar bagi pertumbuhan dan perkembangan anak tidak mampu mengantar anaknya menjadi anak shaleh. Justru di rumahnya ia belajar ketidakramahan dan perilaku yang jauh dari cerminan akhlak Islami.
Lingkungan sebagai tempat (biah) menumbuhkembangkan kepribadian anak yang didapati hanya kekerasan dan konflik sosial. Alih-alih membantu perkembangan positif anak malahan justru menambah semakin jauh dari Allah Ta’ala.
Inilah potret kehidupan sebagian besar generasi mileneal saat ini. Mereka tidak dikenalkan dengan agama sejak dini. Tidak diajarkan dengan kehidupan islami di rumahnya. Lingkungan sekolah dan tempat tinggal juga jauh dari nilai-nilai Islam. Wajar jikalau generasi mileneal muslim jauh dari tuntunan Islam.
Ana Isyhadu bil Muslimin
“Saksikan bahwasanya saya adalah seorang muslim”. Kalimat kebanggaan (izzah) ini sudah mulai jarang terdengar dari seorang muslim, apalagi generasi mileneal.
Generasi mileneal saat ini telah menjadi generasi pembebek, lebih suka ikut-ikutan. Mereka mengikuti trend terkini mulai dari gaya hidup, pola makan sampai perilaku sehari-hari. Apalagi jikalau datang dari Barat dianggap sebuah kemoderenan.
Tidak hanya gaya hidup yang diikutin. Hampir  semua yang dilakukan oleh orang kafir menjadi panutan. Sebut saja contoh perayaan tahun baru, ulang tahun, hingga perayaan Valentine Day selalu ramai dan marak dilakukan.
Padahal Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ . (رواه ابو داود)
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Abu Dawud)
Terkhusus Valentine Day yang dirayakan tiap bulan Februari lagi ramai diadakan. Padahal sesungguhnya ia adalah perayaan paganisme, lalu diadopsi menjadi ritual agama Nasrani. Merayakannya berarti telah meniru-niru mereka.
Sungguh ironis memang kondisi umat Islam saat ini terutama generasi milenial. Seolah-olah mereka menutup mata dan menyatakan boleh-boleh saja merayakan hari valentine yang cikal bakal sebenarnya adalah ritual paganisme.
Sudah sepatutnya kaum muslimin berpikir, tidak sepantasnya mereka merayakan hari tersebut setelah jelas-jelas nyata bahwa ritual valentine adalah ritual non muslim bahkan bermula dari ritual paganisme. Tidak boleh generasi mileneal merayakan perayaan agama lain semacam valentine.
Allah Ta’ala mengingatkan:
وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا ۞
“Dan orang-orang yang tidak menyaksikan perbuatan zur, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.” (QS. Al-Furqon 25: 72)
Mari kita jaga anak-anak kita dan generasi mileneal muslim dari melakukan tasyabbuh kepada orang-orang kafir. Kita ajarkan mereka dengan pendidikan Islam sejak dini. Semoga dengan itu generasi milenial kita bangga akan kemuslimannya.
_______
*) UST HIDAYATULLAH, Penulis adalah Ketua PENA Jabodebek dan pengasuh Pondok Pesantren Ashaabul Kahfi Hidayatullah Bekasi
- Advertisement -spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Indeks Berita Terbaru

Hidayatullah dan Revitalisasi Peran Muballigh dalam Mencerdaskan Kehidupan Bangsa

PERAN muballigh dalam mencerdaskan kehidupan bangsa di Indonesia sangatlah penting. Di tengah berbagai tantangan yang dihadapi, muballigh terus menjadi...
- Advertisement -spot_img

Baca Terkait Lainnya

- Advertisement -spot_img