Kekeranjingannya berorganisasi tidak tanggung-tanggung. Dia tidak ingin hanya namanya yang tercantum dalam sturktur organisasi tanpa terjun dan berkutat didalamnya. Pada setiap organisasi yang dimasukinya dia selalu memegang jabatan yang dia minati yakni Bahagian Da’wah dan Pengkaderan, sehingga mendorongnya untuk sibuk. Dalam setiap pertemuan selalu saja ada ide dan gagasan brilian yang dilontarkan. Sehingga manakala ada pertemuan dan dirinya tidak hadir, peserta pertemuan pasti mencarinya karena pertemuan terasa hambar tanpa dia.
Ketika duduk dibangku PGA Negeri 6 tahun Makassar, dia memilih organsasi pelajar PII (Pelajar Islam Indonesia ) sebagai wadah tempat berkiprah. Dia duduk sebagai pengurus ranting disekolahnya dan seterusnya ke level wilayah. Organisasi yang dimasukinya ini dikenal sebagai organisasi pelajar paling militan dan mati-matian menentang Partai Komunis Indonesia (PKI). Padahal PKI waktu itu menguasai pemerintahan. Sehingga organisasinya itu selalu menjadi sasaran tembak partai yang tengah merajut hegemoni politik untuk berkuasa itu.
Ini yang membuat dia semakin merasa mantap berkiprah di organisasi ini. Suatu waktu diawal tahun 1965 ketika seluruh pengurus PII se-KBM (Kota Besar Makassar) mengadakan training bertempat di Perguruan Islam Datumuseng[12] penulis dan Ustadz Muhsin Kahar termasuk peserta training itu. Ketika salah satu tokoh PII Andi Baso Amir (adik kandung Jenderal M. Jusuf Amir) memberi ceramah tiba-tiba tempat training dihujani batu. Yang melakukan tidak lain adalah anggota-anggota Pemuda Rakyat (organisasi pemudanya PKI) dan CGMI (Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia –organisasi mahasiswa milik PKI).
Andi Baso Amier yang dikenal sebagai sastrawan dan pembicara vokal berkata, “Biarkan suara itu berbunyi dengan suaranya sendiri, kita tak usah gentar”. Itu menunjukkan betapa seru perseteruan PII dengan PKI . Anggota PII yang bertugas sebagai keamanan sudah siap-siaga menghadapi pengganggu itu. Kejadian yang serupa dengan ini sering sekali terjadi hampir setiap ada pertemuan yang diadakan PII dan HMI. Sering juga ada coretan di tembok-tembok yang dibuat oleh mereka sendiri yang berbunyi; Bubarkan Pemuda Rakyat dan CGMI. Apalagi saat menjelang terjadinya Gerakan Tiga Puluh September (G30S)[13].
PII Cabang Makassar waktu itu diketuai oleh Kamal DP, seorang anak kelahiran Pammana Poso yang cukup cerdas. Saudara-saudaranya yang lain disergap oleh parpol-parpol seperti M.Noor DP menjadi anggota Masyumi dan Karim DP duduk di CC-PKI bahkan pernah menjadi Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI-Pusat), Pemimpin Redaksi Harian Suara Rakjat, milik PKI, sebelum PWI dikendalikan oleh H. Mahbub Djunaidi, Pemimpin Redaksi Harian Duta Masyarakat milik Nahdatul Ulama, koran terbesar waktu itu.
Muhsin Kahar tertarik memasuki organisasi ini karena termasuk organisasi yang menjadi lambang perlawanan terhadap kekuasaan yang dhalim. Organisasi ini mengharamkan nasakom (Nasional Agama dan Komunis) suatu perandauan yang dilakukan oleh rezim Soekarno dibawah bayang-bayang PKI, organisasi politik yang sering dipelesetkan oleh kader-kader PII sebagai singkatan dari Partai Kafir Indonesia.
Kemilitanan PII ini dibuktikan dimana satu tahun sebelum terjadi Gerakan 30 September/PKI (G30S/PKI), pada 1964, PII sudah mengusulkan kepada pemerintah agar PKI dibubarkan dalam pertemuan yang disebut Peristiwa Kanigoro. Suatu usul yang diyakini tidak mungkin diterima. Namun untuk menunjukkan bahwa PII sangat membenci partai yang telah memenjarakan penegak-penegak kebenaran seperti Dr. Mohammad Natsir, Prof. Dr. Hamka, K.H.Isa Anshary, Mr. Mohammad Roem, Mr. Kasman Singodimejo, Mr. Syafruddin Prawiranegara, dll, dan menghabisi beberapa orang ulama – maka hal itu dilakukan. Lima hari saja sesudah terjadi peristiwa berdarah yang dilakukan PKI untuk mengambil alih secara mutlak pemerintahan di negeri ini ( 4 Oktober 1965), PII bersama HMI, Pemuda Muhammadiyah dan Gerakan Pemuda Anshor meminta dengan keras agar PKI segera dibubarkan. Empat hari sesudah itu (8 Oktober 1965) PII dibawah pimpinan Abdul Wahid Kadungga (putra Palopo yang duduk di Pengurus Besar PII priode 1964-1968) memimpin gerakan pembakaran kantor CC-PKI (Central Comite-Partai Komunis Indonesia) bersama Hussein Umar Sastranegara, Aziz Ati,dll.
Keterlibatannya di organisasi ini dapat dirasakan hikmahnya karena telah membentuk jiwanya menjadi militan dan cekatan berorganisasi. Juga dapat berkenalan dekat tokoh-tokoh penggerak generasi muda di daerahnya seperti Zoubair Bakry, Yamin Amna, Tanri Abeng, Djamaluddin Latief, Aziz Aty, dll. Dan tokoh-tokoh berlevel nasional seperti Hussein Umar Sastranegara (PII Pusat), Utomo Dananjaya, Husni Thamrin, Ahmad Djuwaeni, dll.
[12] Perguruan Islam yang cukup terkenal sejak tahun 50-an, yang telah memberi sibghah keislaman kepada Wapres RI, Drs.H.M. Jusuf Kalla.
[13] Gerakan yang dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada 30 September 1965 yang membunuh secara biadab Jenderal Achmad Yani.dkk kemudian memasukkan kedalam lubang sempit di daerah yang disebut Lubang Buaya.