Hidayatullah.or.id – Setiap muballigh atau dai yang mengemban amanah mendakwahkan Islam kepada segenap khalayak harus selalu berusaha memperbaiki dan bermuhasabah diri guna mewujudkan integritas pribadi yang unggul dan mulia.
Demikian pesan disampaikan Pimpinan Umum Hidayatullah, Ustadz Abdurrahman Muhammad, dalam acara Silaturrahim Dai Hidayatullah se-Jawa Timur digelar di di Pendopo Utama Komplek Hidayatullah Probolinggo, belum lama ini.
Beliau menegaskan, menjadi dai, penyeru, sekaligus penerus pengemban risalah kenabian harus memiliki integritas kepribadian yang tinggi yakni terutama baiknya mutu spiritual dan intelektual serta sifat yang menunjukkan kesatuan utuh sehingga kelak memancarkan kewibawaan.
Beliau mengatakan membangun integritas memang tidaklah mudah. Akan tetapi, tegasnya, kita harus terus memacu dan memompa diri agar mencapai hal tersebut. Sebab, jelas beliau, karena kita sudah memilih jalan ini yag merupakan jalan terhormat dan mulia di mata Allah Ta’ala.
“Senjata utama para dai adalah taqorrub ilallah, selalu mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. Para dai harus senatiasa berdekatan dengan Allah Ta’ala, sang pemberi kemudahan. Karena perjalanan para dai dalam menyinari umat penuh gempuran hambatan dan tantangan,” kata Ustadz Abdurrahman Muhammad.
Beliau menegaskan, kegiatanĀ bertaqorrub (upaya mendekatkan diri) kepada Allah Ta’ala adalah mutlak adanya, fardhu ain bagi seluruh dai.Ā Beliau mengimbuhkan, dai adalah menjadi pegawai Allah Ta’ala merupakan aktifitas termulia karena Allah Ta’ala langsung yang menjadi “bosnya”.
“Allah Subhanahu Wata’ala yang menggaji dan memberikan jaminan hidupnya,” ucapnya.
Namun, terangnya, ada duaĀ hal yang perlu perhatikan setiap dai agar ia dimata Allah Ta’ala tetap utuh, tidak kurang sedikit pun.
Pertama, katanya, hendaknya semangat para dai dalam membimbing umat tidak dilandasi dengan motivasi kata dendam. Semangatnya bukan karena balas dendam sebagaimana Syiah menjadikan peristiwa Karbala sebagai motivasi gerak dakwahnya.
“Semangat dakwah karena dendam justru meruntuhkan niat kita, bukan lagi karena Allah Ta’ala tetapi ada maksud lain,” tegasnya.
Kedua, lanjut beliau, pada diri dai tidak boleh ada rasa iri, dengki, fitnah, ghibah dan penyakit hati lainnya, kepada madāu, apalagi sesama dai. Karena semua itu dapat menodai niat dan menghambat lajunya langkah dakwah.
“Salah satu tugas atau tantangan terbesar dan terberat dai adalah melahirkan manusia-manusia unggul, mampu membimbing umat menjadi manusia unggul. Unggul di mata Allah Ta’ala indikasinya adalah bertaqwa. Bukan dengan berlomba mendirikan bangunan-bangunan megah nan indah, karena kalau ukuran sukses dilihat dari bentuk fisik bangunan, maka raja Firāaun sudah dapat dikatakan sukses, begitupun kaum Tsamud dan kaum-kaum sebelumnya,” ungkap beliau.
Namun, beliau menggarisbawahi, bahwa boleh saja membuat bangunan, asalkan bangunan tersebut mempunyai nilai fungsi yang sama dengan Kaābah di Baitullah. Bangunan Kaābah apabila dilihat dari bentuk fisik keindahan maka hampir tidak bernilai. Tetapi bangunan tersebutlah yang memiliki medan magnet spiritual dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala, dibandingkan dengan bangunan-bangunan indah lainnya.
“Jadi dai boleh membangun bangunan asalkan tetap mempunyai tujuan menjadikan bangunan tersebut sebagai ladang magnet spiritual. Apabila tidak demikian maka kesiasian yang didapatkan,” ujarnya.
Selain menajamkan spiritual, lanjutnya, para dai diharapkan terus meningkatkan semangat ber-walijah, yakni semangat persaudaraan yang kuat dilandasi dengan keimanan. Semangat ber-walijah terus dibenahi sampai pada tingkat persaudaraan seperti para sahabat Muhajirin dan Anshor dimana persudaraan mereka sangat erat dan kuat sehinga apapun yang dibutuhkan saudaranya akan diberikan.
Beliau mengemukakan kisah tentang pembuktian persaudaraan sahabat Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi wasallam tatkala di perang Yarmuk. Mereka rela menemui syahid karena kehausan yang sangat disebabkan saudaranya yang lain butuh air yang sebenarnya iapun butuhkan.
“Persaudaraan walijah adalah persaudaraan melebihi sekat batas hubungan biologis, karena mereka dipersaudarakan dengan kalimat Laa ilaah Illallah Muhammadan Rasulullah,” imbuhnya.
Terakhir, Pimpinan Umum Hidayatullah pula menghimbau kepada pada dai agar selalu mengoreksi total diri masing-masing. Mengoreksi total adalah dengan selalu meluruskan niat, membasahi bibir dengan kalimat Laa haula Walaa kuwwata illa billah, tidak ada daya dan kekuatan selain dari Allah dan juga kalimat istighfar.
“Hanya dengan merendahkan diri di hadapan Allah kita akan memperoleh kemenangan.Ā Dengan merasa lemah, berat dengan tugas-tugas yang diamanahkan, maka jangan putus asa dan mencari pihak-pihak lain yang dijadikan pelampiasan kekesalan dan kesalahan. Tetapi ambillah air wudhu dan shalatlah, mintalah pada-Nya, Dzat yang memberi solusi dalam setiap permasalahan makhluknya. Selalulah libatkan Allah dalam setiap gerak dan langkah,” ujarnya.
Sebelumnya, pada Jum’at dini hari, di tempat yang sama, diadakan kegiatan shalat tahajjud bersama yang langsung diimami beliau. (Syamsu Alam Jaga)