Hidayatullah.or.id — Salah seorang pendiri Hidayatullah yang masih hidup dan Alhamdulillah sehat hingga hari ini, Ustadz Hasan Ibrahim, menegaskan bicara perjuangan kalau tidak ada generasi kader maka bohong saja karena perjuangan tidak cukup satu generasi tapi bergenerasi.
Penegasan tersebut disampaikan diharapan puluhan Kepala Sekolah yang mengikuti training kempemimpinan di Kota Depok, Jawa Barat, belum lama ini.
“Mari kuatkan perjuangan di Hidayatullah sekuat tenaga sampai berhasil. Kalau belum berhasil maka kita wariskan perjuangan ini kepada anak anak kader kita. Kalau mereka belum berhasil maka diteruskan oleh cucu cucu kader kita dan seterusnya,” kata beliau menukil tausyiah almarhum Abdullah Said.
Kata beliau, Nabi Muhammad mengawali kenabian dengan menekuni pengkaderan di Daarul Arqam. Di sana bibit lahirnya kader para sahabat yang akhirnya berhasil membawa risalah Islam hingga keluar jazirah Arab, ke Afrika dan Asia.
Beliau melanjutkan, Allahuyarham Abdullah Said mengawali Hidayatullah ini dengan training ke training, sangat sering training kemudian penugasan. Penugasan santri dakwah ke masjid masjid Balikpapan. Programnya adalah PBBTQ (Pemberantasan Buta Baca Tulis Quran).
Sehingga, saat walikota Balikpapan kala itu, Arbain Asnawi, seorang yang religius dan ahli ibadah keliling ke masjid masjid Balikpapan dan bertanya kepada pengurus masjid tentang kegiatannya, hampir semua pengurus menjawab sama.
“Kegiatan kami taklim, anak anak mengaji dan di asuh oleh para ustadz, santri Hidayatullah”. Itulah awal kepincut pak walikota.
“Itulah ketika pekerjaan mengurus agama Allah ini dilakukan dengan ikhlas dan bersungguh sungguh maka Allah akan memberikan pertolongan dengan cara-Nya yang kita tidak tahu dan tidak sangka sangka,” kata Ustadz Hasan Ibrahim.
Kemudian penugasan keluar Balikpapan yang pertama adalah wilayah Kaltim itupun yang kotamadya tepatnya di Berau. Pesan Abdullah Said saat itu, “Sampaikan ke umat apa saja yang kalian tahu dan lakukan apa kalian amalkan di Gunung Tembak ini” sebuah pesan sederhana tapi memiliki makna yang kuat.
Ustadz Hasan menceritakan, awal penugasan ke daerah daerah, rata rata kader tidak ada yang dikenal, tidak ada alamat yang dituju. Sehingga ada cerita santri di kapal saat hendak berangkat tugas ke Papua. Ditanya oleh penumpang lain.
“Adik mau ke mana?”
“Ke Papua?
“Siapa yang menjemput”
“Tidak ada”
“Tapi, sudah ada yang dikenal?
“Belum”
“Sudah tau alamat yang dituju?
“Belum juga”
Penumpang tersebut semakin penasaran.
“Terus apa tujuan adik ke Papua?”
“Mendirikan pesantren”
“Lho, bagaimana bisa, tidak ada yang dikenal, tidak ada alamat?
“Insyaallah, doanya saja,” jawab penumpang tersebut, tambah terheran heranlah penumpang yang bertanya ini.
Alhamdulillah hari ini telah berdiri Hidayatullah di ratusan titik kabupaten dengan proses yang mirip mirip begitu. Ada keyakinan yang ditanamkan oleh Ustadz Abdullah Said, bahwa dimana mana ada Allah.
“Tidak mungkin Allah Ta’ala menyia siakan hamba yang memperjuangkan agama-Nya. Inilah spirit keyakinan dan nilai kejuangan yang mahal di Hidayatullah. Dulu sekolah tidak ada meja, belum ada gedung, buku ajar juga belum ada, pendidikan guru guru belum banyak sarjana tapi mampu melahirkan kader kader yang hebat,” kata Ustadz Hasan yang merupakan pelaku sejarah berdirinya Hidayatullah ini.
Kata beliau, meskipun dulu banyak orang yang mencemooh Hidayatullah dengan mengatakan tidak ada kyainya, tidak ada yang bisa baca kitab, sarang teroris, dan cemoohan sebagai sumber bid’ah dan segainya, tapi Hidayatullah terus bekerja.
Karenanya menurut beliau training kepemimpinan ini adalah Kesempatan untuk menata dan membina diri dengan membuat pelatihan pelatihan. Tidak terpengaruh oleh omongan orang.
Dulu bahkan banyak pihak memprediksi umur Hidayatullah seumur dengan pendiriannya.
“Alhamdulillah, sampai empat dekade ini, Hidayatullah masih eksis dan terus berkembang.
Salah satu sebabnya, pengkaderan masih jalan untuk mencetak generasi penerus,” ujar beliau.
Maka it, pesan beliau, fungsi sekolah dan perguruan tinggi Hidayatullah bersama guru dan dosennya itu sangat strategis untuk pengkaderan menanam akidah yang kuat dan orientasi hidup yang benar.
Di akhir pemaparannya Ustadz Hasan Ibrahim tidak mau disebut tua hanya karena rambut yang sudah memutih atau badan yang sedikit lemah.
“Karena semangat saya masih muda dan cita cita masih kuat. Apalagi teman teman yang fisik masih kuat, rambut masih hitam, harus lebih semangat dan kuat perjuangannya,” pungkas beliau. */ Paryadi Abdul Ghofar