AdvertisementAdvertisement

Penegasan Pendiri Hidayatullah tentang Motif Perjuangan

Content Partner

JIKA berjuang dan tidak menang, buat apa? Itu anggapan banyak orang. Bahwa berjuang itu harus menguntungkan.

Tidak masalah, memang itu harus. Tapi kata KH. Ahmad Bahauddin Nursalim atau biasa disapa Gus Baha, untuk apa kalau untung itu ternyata hanya bagi diri sendiri, tidak berguna sama sekali dalam menolong agama Allah.

Tentu perjuangan kita adalah untuk kemenangan Islam dan umat Islam, bukan kejayaan pribadi.

Pada level inilah kita akan mudah melihat, apakah benar nawaitu kita berada dalam gerakan dakwah dan tarbiyah ini memang mau berjuang, atau mau mendapat keuntungan pribadi saja.

Pakaian bagus, Islami, tapi pikiran, lisan, dan tindakan isinya banyak keluhan daripada pencerahan dan optimisme gerakan.

Bahasanya idealis, tapi sepak terjanganya kelihatan sekali ingin berkuasa tanpa batas, bahkan kalau bisa, tetap bercokol, sebagai apapun namanya, yang penting masih dapat pundi-pundi keuntungan.

Pengaruh dan posisi yang diemban kadang kala membuat diri lupa telah melakukan “akuisisi” urusan, sehingga sangat mudah memandang orang lain rendah, walaupun sejatinya orang lain itu punya amanah dan tanggungjawab.

Nah, orang seperti itu, dalam pandangan Ustadz Abdullah Said, akan sulit merasakan nikmatnya jadi pejuang seperti Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali.

Jangan Sampai Beda Jauh

Ustadz Abdullah Said Rahimahullah dalam ceramah Muharram 1404 / 1984 di Balikpapan memberikan penekanan begitu dalam akan fenomena orang yang seperti itu:

“Disinilah letak masalahnya, kita juga mau berbuat seperti Umar, mau bertingkah seperti Abu Bakar, mengapa tak kunjung sama?

Padahal kita Islam, Abu Bakar dan Umar juga Islam. Al-Qur’an pedoman kita, pedoman mereka juga al-Qur’an.

Tetapi dalam penampilannya Abu Bakar penuh kasih sayang sedang kita penuh kebencian. Umar bin Khaththab penuh santun sedang kita penuh permusuhan. Abu Bakar memberi maaf kepada orang, kita tidak.

Bahkan orang yang tak bersalah sekalipun rasanya kita mau hukum, orang yang tidak mempunyai pelanggaran apapun kita benci, mereka dermawan kita malah kikir. Mereka mengorbankan harta bendanya untuk agama, sedang kita malah harta agama yang dikorbankan untuk diri kita.

Mengapa demikian? Sekali lagi, mereka, mereka bertindak dan bertingkah dan bertutur dengan motif iman, sedang kita hanya lahirnya saja mengatasnamakan Islam. Ternyata motifnya hanya nafsu, gengsi, emosi dan interest untuk kepentingan pribadi”.

Introspeksi Diri

Penjelasan pendiri Hidayatullah ini mungkin tampak klasik dan berulang, tetapi memang itu perkara paling mendasar dan sangat menentukan.

“Sesungguhnya amal itu ‎tergantung niatnya. Dan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa ‎yang diniatkan.” (HR. Bukhari).

‎Allah Ta’ala juga menegaskan hal ini.

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. al-Bayyinah ayat 5).

Jadi, dalam perjuangan Islam, ukuran menang bukan sebatas capaian yang banyak orang saksikan. Tetapi, benarkah iman telah menang dari pengaruh hawa nafsu, yang memandang kepentingan umat jauh lebih utama daripada kepentingan diri sendiri.

Jika ini menjadi mentalitas kaum muda dalam berjuang, maka kemenangan itu ada dalam diri, bukan pada apa yang manusia beri penghargaan, lalu terlupakan dan tidak ada perubahan sama sekali dalam realitas kehidupan.

Sungguh ini sebuah renungan fundamental bagi kita semua.*

*) Penulis adalah Direktur Progressive Studies & Empowerment Center (Prospect) | Ketua Umum PP Pemuda Hidayatullah 2020-2023. Publikasi pokok pokok pikiran Ustadz Abdullah Said ini atas kerjasama Media Center Silatnas Hidayatullah dan Hidayatullah.or.id dalam rangka menyambut Silatnas Hidayatullah 2023

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Indeks Berita Terbaru

Hidayatullah dan Revitalisasi Peran Muballigh dalam Mencerdaskan Kehidupan Bangsa

PERAN muballigh dalam mencerdaskan kehidupan bangsa di Indonesia sangatlah penting. Di tengah berbagai tantangan yang dihadapi, muballigh terus menjadi...
- Advertisement -spot_img

Baca Terkait Lainnya

- Advertisement -spot_img