Pengajaran Alquran adalah pendidikan dasar Islam sejak dini. Saat ini telah lahir banyak metode yang digunakan oleh masyarakat Indonesia. Metode Al-Baghdadi, metode Iqra’ dan metode Qira’ati di antaranya.
Hanya saja, metode instan dalam pengajaran Alquran perlu dicermati, Demikian disampaikan Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA dalam orasinya pada salah satu sesi dari Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) Ulama Alquran Tahun 2013. Kegiatan itu diselenggarakan oleh Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran, Balitbang dan Diklat Kementerian Agama di hotel Ledian, Banten (23/5).
“Pengajaran Alquran yang dipercepat (instan) tidak akan mampu membentuk karakter, karena ada nilai yang berubah dalam proses singkat itu”, tegas Wakil Menteri Agama ini mengingatkan.
Dalam sesi yang bertema “Pengembangan Pendidikan Karakter Berbasis Alquran dan Menanamkannya kepada Peserta Didik” ini, Nasar juga menyatakan bahwa Alquran menegaskan agar dalam proses pendidikan Islam dilakukan tazkiyat al-nafs (penyucian diri) dahulu sebelum tahap pembelajaran (ta’lim) terhadap anak didik, seraya menyitir QS Aljumu’ah: 2.
Karena proses itu membutuhkan cukup waktu, menurut pakar tasawwuf ini, maka metode instan bisa merubah nilai pembentukan karakter dalam proses pengajaran Alquran. Aspek ini yang harus diperhatikan, harapnya dengan serius.
Pada acara yang dihadiri oleh para ulama, pakar, pengkaji, dan peminat studi Alquran ini, Guru Besar Ilmu Tafsir UIN Jakarta ini memandang bahwa yang tidak kalah penting bagi pembentukan karakter anak didik dalam pengajaran Alquran adalah soal pemahaman terhadap makna Alquran harus dilakukan secara komprehensif (menyeluruh) dan tidak parsial (sepotong-sepotong), tutupnya. (kem/ybh/hio)