TAKDIR tak ada yang tahu. Sebagai manusia, kita hanya diperintah untuk berikhtiar sebaik mungkin. Itulah yang setidaknya sedang dihadapi Muslimin bersama istri.
Dai dan guru ngaji ini ini tengah dalam persiapan perjalanan menuju ke tempat tugasnya di Kepulauan Mentawai, ketika ia harus menghadapi cobaan yang cukup berat. Ya, sang ayah tercinta kembali harus dilarikan ke Puskesmas.
Di pusat kesehatan masyarakat di desa Kebun Rami, Kecamatan Tomini, Luwu Timur itu, sang ayah dirawat inap sampai 4 hari. Muslimin tak mungkin meninggalkan orang yang telah membesarkannya itu dalam kondisi sakit. Dia pun terpaksa harus menunda kepulangan.
Muslimin memang telah cukup lama baru dapat kembali lagi kampung halaman menjumpai orangtua tercinta. Dengan usia yang sudah renta, orangtuanya kerap sakit sakitan. Ia pun manfaatkan betul kesempatan tersebut untuk melayani orangtua sebaik baiknya (birrul walidain).
Tugas Pengabdian
Lulus dari Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Hidayatullah Depok tahun 2015, Muslimin menerima SK yang langsung ditugaskan ke Timika, Papua.
Usai menjalani masa pengabdian 2 tahun di Timika, Muslimin yang menempuh pendidikan sejak SMP di Hidayatullah ini sempat pulang kampung bersilaturrahim ke orangtua dan handai taulan di Luwu Timur.
Tak lama di kampung, ia pun minta izin ke orangtua dan juga melapor ke DPW Hidayatullah Papua untuk menjalani kursus bahasa Inggris di Kediri selama 3 bulan. Di Kota Tahu ini, Muslimin juga sekaligus nyambi mengajar.
Setelah kurang lebih tiga bulan di Kediri, lelaki yang pernah belajar di Madrasah Aliyah (MA) Hidayatullah Gunung Tembak Balikpapan ini menyempatkan waktu berkunjung ke Kampus Hidayatullah Depok.
“Saat itu niatnya mau silaturrahim dengan ustadz ustadz,” katanya berkisah saat sarapan pagi bersama media ini di bilangan Cilodong, Depok, Senin, 2 Dzulqa’idah 1444 (22/5/2023).
Di Depok kala itu, ia bertemu dengan para senior, guru, para ustadz yang pernah mendidiknya. Termasuk ia berkesempatan berjumpa langsung dengan Ust. Abdul Muhaimin, ketika itu ketua STIE Hidayatullah yang sekaligus ketua Departemen SDI DPP Hidayatullah.
Rupanya pertemuan dengan Ust. Muhaimin itu jadi awal untuk debut Muslimin berikutnya dalam meniti jalan penugasan dakwah.
Dalam perjumpaan itu, Muslimin ditanya kesiapan apakah bersedia jika ditugaskan ke Kepulauan Mentawai. Tak banyak pikir, Muslimin pun menganggukan kepala. “Siap!,” katanya yang langsung disambut senyum Ust. Muhaimin.
Setelah berkoordinasi dengan DPW Hidayatullah Papua, SK Tugas Muslimin ke Mentawai pun terbit. Dia pun berangkat dengan bekal ala kadarnya. Melintasi awan, seberangi lautan.
Nikahi Putri Padang Mentawai
Tugas dakwah dan kegiatan sehari hari Muslimin berpusat di Sipora Jaya, Sipora Utara, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat. Di daerah Tuapejat ini terdapat kampus Pesantren Hidayatullah yang luasnya sekitar 10 hektare.
Selain secara rutin memenuhi permintaan khatib Jum’at, taushiah majelis taklim, mengajar mengaji di berbagai tempat, dan membina muallaf pedalaman, Muslimin juga terdaftar sebagai salah satu penyuluh agama Kemenag di daerah yang langganan terkena gempa itu.
Disinilah pula Muslimin akhirnya menemukan pendamping hidupnya. Dia percaya sebuah bunyi sajak bahwa setiap orang memiliki takdirnya sendiri dan satu-satunya keharusan adalah mengikutinya, menerimanya, ke mana pun ia membawanya.
Takdir memang tidak dirancang oleh manusia biasa seperti kita. Ia dibuat oleh Tuhan. Muslimin akhirnya mempersunting seorang gadis Padang – Mentawai bernama Dini Yuslami, salah satu santri putri di Ponpes Hidayatullah. Kini, mereka telah dikaruniai seorang buah hati bernama Nur Afifah Auni.
Setelah 5 tahun berjibaku di bumi Mentawai dengan segala suka dukanya, Muslimin meminta izin ke pengurus untuk pulang kampung ke Luwu Timur seraya memperkenalkan sang istri ke orangtua dan para kerabatnya.
Dua pekan lalu ia bertolak dari Makassar. Dengan dibantu biaya perjalanan secukupnya dari Yayasan Al Bayan Hidayatullah Makassar, ia sekeluarga akhirnya dapat melanjutkan perjalanan menuju ke tempat tugas. Ia pun mengaku amat terharu dengan dukungan tersebut.
“Alhamdulillah, bantuan Allah ak terduga, tiba tiba bendahara Al Bayan datang ngasih tambahan ongkos perjalanan, disaat kondisi memang sudah menipis,” katanya haru.
Setelah menempuh perjalanan 3 hari 2 malam perjalanan kapal dari Makassar ke Surabaya. Lalu lanjut lagi dari Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya ke Tanjung Priok, Jakarta. Saat ini Muslimin sekeluarga masih tertahan di Depok. Sudah lebih sepekan ini dia terpaksa harus menunda perjalanan menuju Mentawai.
Selain karena harus menyesuaikan budget dengan harga tiket meskapai yang rutin dicek secara online, anaknya yang baru 2 tahun mengalami demam tinggi dan batuk berat. Sehingga ia pun harus fokus dulu penyembuhan si anak.
“Mungkin sedang adaptasi cuaca di Depok, apalagi habis perjalanan jauh naik kapal,” katanya yang mendampingi sang istri yang sedang mengalami demam yang juga bisa jadi disebabkan karena faktor tersebut.
Untuk keperluan sehari hari selama di Depok, Muslimin membeli makanan di warung terdekat. Tak perlu mewah, sebab ia pun harus mengirit pengeluaran karena perjalanan yang akan ditempuh masih terbilang jauh.
“Insya Allah kalau anak sudah sembuh, sehat dan memungkinkan dibawa, baru kami beli tiket ke Padang. Semoga besok atau lusa sudah membaik,” kata Muslimin menandaskan kepada media ini beberapa saat lalu.*/Yacong B. Halike