Hidayatullah.or.id – Ke Gunung Tembak naik angkot hijau, ditemani Ustaz Joko. Hari ini Hari Ahad, saatnya menyaksikan perjanjian berat (mitsaqon gholiidzo, Red).
PANTUN ini terlontar sebagai pembuka dari mulut Master of Ceremony (MC) saat dimulainya Walimatul ‘Ursy atau Pernikahan Mubarok Mujahid Dakwah Ponpes Hidayatullah, Minggu (7/8).
Pagi itu, sebanyak 38 pasangan yang merupakan kader-kader ponpes mengikuti proses pernikahan massal dengan melibatkan empat penghulu dari KUA Balikpapan Timur (Baltim).
Masjid Ar-Riyadh Ponpes Hidayatullah jadi saksi pernikahan yang telah dimulai sejak berdirinya ponpes itu. Tampak hadir Walikota Balikpapan H Rizal Effendi, senator DPD/MPR RI Dr Aziz Qohar Muzakkar, Direktur BTV H Sugito, Ketua Kadin Balikpapan Yaser Arafat dan Kepala KUA Baltim.
Sementara jajaran Ponpes tampak Ketua Yayasan Pondok Pesantren Hidayatullah Gunung Tembak Ust drs H Zainuddin Musaddad, Ketua Umum DPP Hidayatullah DR H Nashirul Haq serta seluruh pengurus ponpes Hidayatullah.
Zainuddin Musaddad mengatakan, pernikahan ini telah dimulai sejak 1976, di mana pihaknya ingin menjaga nilai-nilai budaya yang mempertemukan kader-kader terbaik.
“Konsep pernikahan sederhana, secara ketatanegaraan kita ikuti sebagai mana yang ditetapkan, secara syari kita ikuti sebaiknya-baiknya dan sebenar-benarnya berdasarkan urutan dalam pernikahan, mulai dari pelamarannya, akad nikah sampai kemudian pelaksanaan pemberian mahar hingga sampai mereka ketemu,” ucapnya.
Menurutnya, pembekalan, persiapan mental, finansial hingga spirit menjadi modal mereka untuk punya visi besar ke depan usai pernikahan.
”Tidak boleh dari sebuah keluarga tanpa pembelajaran dan pencerahan sampai kapan pun. Kepada mereka (pasangan yang menikah, Red) lebih-lebihnya diterima atas karunia Allah SWT, sementara kurang-kurangnya dari pasangan adalah wujud yang diterima dan harus saling melengkapi dan terus belajar,” harapnya.
Ketua Steering Committee, Abdul Ghofar Hadi menambahkan, sebelum pernikahan, semua pasangan diberikan penjajakan selama 2 bulan untuk menentukan pasangan hidup, kemudian dilanjutkan pembekalan atau karantina selama 2 pekan untuk menuju pernikahan.
“Saat karantina pasangan diberikan pembekalan materi berupa, kewajiban suami istri, cara membahagiakan pasangan, bagaimana mengatasi problematika keluarga, bagaimana menjaga kesehatan pasangan, bagaimana mengelola ekonomi keluarga dan materi lainnya bagaimana membentuk keluarga sakinah, mawaddah, warahmah,” pungkasnya.
Sementara Rizal Effendi sangat mengapresiasi pernikahan yang disebutnya sangat luar biasa ini. Karena pernikahan yang mereka bangun ini, katanya, akan menjadi salah satu model yang baik di saat menghadapi tantangan di mana banyak pernikahan yang rapuh, pernikahan yang terlalu berat dalam segi biaya.
“Ini akan memberikan solusi dan sudah teruji sampai sekarang mereka utuh menjadi keluarga pejuang. Dan ini bisa menjadi contoh di tengah tinggi tingkat perceraian,” ungkapnya.
Dan ke depan kata wali kota, masyarakat khususnya pemuda-pemudi melihat langsung dan belajar bagaimana pernikahan baik dan kuat agamanya.
Hal yang sama juga dikatakan Yaser Arafat. “Ini sesuatu hal yang positif dan perlu di contoh di tengah penurunan moral di tengah maraknya hamil di luar nikah. Terlebih lagi secara langsung ini menjalankan sunah nabi,” pungkasnya.
Fathi Fadhlullah dan Nurul Zaman dua peserta menyatakan, motivasi dan niat mengikuti kegiatan ini mencari istri yang saleha dan menjalankan sunah rasul, terlebih berjuang di jalan Allah SWT sangat susah mencari wanita saleha. Usai pernikahan, nantinya seluruh pasangan di tempatkan untuk dakwah di daerah di Indonesia bahkan hingga luar negeri, Madinah dan Sudan Afrika.
Usai menjalani pernikahan ini, pasangan pengantin baru dai dan daiyah ini selanjutnya akan menjalankan tugas dakwah di daerah di seluruh Nusantara. Semoga samara, teguh dalam iman dan istiqomah dalam dakwah. (Kaltim Post)