RAMADHAN, bulan penuh berkah dan ampunan, telah sepekan lebih meninggalkan jejak takwa dalam sanubari kita.
Takwa bagaikan benih yang ditanam di bulan Ramadhan, yang kemudian tumbuh dan berbuah di bulan-bulan berikutnya.
Buah dari takwa ini bukan hanya kebaikan individu, tapi juga kontribusi nyata bagi pembangunan peradaban Islam.
Ketakwaan yang hakiki bukanlah pencapaian instan, melainkan sebuah perjalanan panjang yang terus berkembang seiring waktu.
Bulan Ramadhan yang baru saja berlalu memberikan momentum penting dalam memperdalam ketakwaan, dengan meningkatkan intensitas dan kualitas ibadah serta refleksi spiritual.
Namun, tantangannya adalah menjaga konsistensi dalam menjalankan ibadah dan prinsip-prinsip ketakwaan bahkan setelah Ramadhan berakhir.
Predikat takwa yang diraih di bulan Ramadhan harus menjadi bekal untuk membangun peradaban yang sesuai dengan tuntutan zaman dan membawa rahmat bagi seluruh alam.
Sehingga, sangat beralasan jika bulan Syawal dijadikan sebagai titik balik untuk membangun peradaban Islam yang gemilang, dengan meneladani Rasulullah dan generasi salaf, dan dengan semangat juang dan kolaborasi antar umat Islam.
Rekonstruksi Peradaban Islam: Menuju Kejayaan Masa Lalu
Bulan Syawal menjadi waktu yang tepat untuk mempertahankan dan meningkatkan lagi derajat ketakwaan yang telah di raih di bulan seberapapn tingkat pencapaiannya. Hal tersebut sebagai bentuk kesadaran bahwa proses spiritual tidak berhenti begitu saja.
Dengan mempertahankan konsistensi dan semangat yang sama, diharapkan dapat meraih pencapaian spiritual yang lebih tinggi lagi hingga memasuki bulan Ramadhan tahun depan.
Bulan Syawal, seringkali diartikan sebagai bulan kemenangan, sehingga menjadi momentum tepat untuk merekonstruksi kembali eksistensi peradaban Islam yang pernah berjaya di masa lampau.
Ini merupakan saat yang tepat untuk untuk merefleksikan kembali makna Ramadhan, di mana inputnya adalah orang beriman, prosesnya adalah puasa dengan segala perintah, larangan, serta keutamaan di dalamnya, dan outputnya adalah orang-orang yang bertakwa.
Orang-orang bertakwa inilah yang akan menjadi fondasi peradaban Islam yang gemilang. Ketakwaan tersebut bagaikan kompas yang menuntun mereka menuju jalan yang benar, memperkuat iman, dan membangkitkan semangat untuk berkontribusi dalam membangun peradaban yang rahmatan lil ‘alamin.
Konsep Peradaban Islam: Meneladani Era Rasulullah dan Generasi Salaf
Malik Bennabi, seorang pemikir Islam kontemporer dari al-Jazair dalam karyanya Shurūṭ al-Nahḍah, menjelaskan bahwa peradaban (ḥaḍārah) adalah gabungan dari tiga unsur utama, yaitu manusia (insān), tanah (turāb) dan waktu (waqt). Bagaimanapun, semua unsur ini tidak mungkin berpadu untuk menghasilkan peradaban tanpa adanya pemikiran keagamaan (al-fikrah al-dīniyyah) yang “berpengaruh terhadap terjadinya senyawa ketiga unsur” di atas.
Berpijak dari pemikiran di atas, Bennabi menjelaskan lebih detail bahwa suatu peradaban tidak akan muncul dalam suatu ummat di wilayah dan masa tertentu, kecuali dalam bentuk wahyu yang turun dari langit yang menjadi pedoman dan petunjuk ummat manusia. Artinya, wahyu tersebut akan membangun landasan peradabannya dalam memberikan arahan kepada manusia menuju Tuhan dalam pengertian umum.
Sehingga dari proses diatas, mampu mengintegrasikan ketiga unsur yang dirumuskan tersebut. Dengan demikian menjadi tepat adanya jika kemudian disimpulkan bahwa : ‘wahyu membentuk peradaban’.
Jika konsepsi tersebut ditarik sejak era Rasulullah, sahabat, tabi’n dan generasi salafush sholeh merupakan contoh nyata peradaban Islam yang gemilang. Rasulullah saw. membangun peradaban Islam sejak di Makkah hingga ke Madinah berdasar dan berpedoman kepada wahyu yang turun.
Dari guidelines wahyu tersebut, Beliau meletakkan fondasi persaudaraan, keadilan, kesetaraan dan musyawarah sebagai basis masyarakat dan negara yang dibangun. Demikian pula para sahabat sebagai pelanjut Nabi SAW, dengan keteladanan dan semangat juangnya, menyebarkan Islam ke seluruh penjuru dunia dan membangun peradaban Isalam yang unggul, maju dan bermoral.
Menengok Keemasan Peradaban Islam
Pada era ketika bangsa Barat mengalami masa Dark Age (masa kegelapan) yang penuh dengan kemunduran ilmu pengetahuan dan teknologi, dunia Islam justru mencapai puncak kejayaannya, yang dikenal sebagai Masa Keemasan Islam (golden age). Masa ini berlangsung dari abad ke-8 hingga abad ke-13 Masehi, saat itu terjadi ledakan kegiatan intelektual dan ilmiah yang luar biasa di dunia Islam.
Berbagai disiplin ilmu seperti matematika, astronomi, kedokteran, kimia, dan filsafat berkembang pesat. Pusat-pusat pembelajaran seperti Baitul Hikmah (house of wisdom) di Baghdad dan Cordoba di Spanyol menjadi tempat berkumpulnya para cendekiawan, ilmuwan, dan peneliti dari berbagai latar belakang agama dan etnis.
Karya-karya klasik dari para ilmuwan Muslim seperti Ibnu Sina (Kedokteran), Al-Khwarizmi Matematika), Ibnu Al-Haytham (fisika/optik), Al Jazairi (teknologi/robotic), Al-Razi (farmasi), Al Battani dan Al-Biruni (astronomi), dan masih banyak lagi, memberikan kontribusi besar dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Tidak sedikit mereka adalah seorang polymath (menguasai berbagai ilmu pengetahuan) dan menjadikan al-Qur’an sebagai basis keilmuannya.
Penemuan dan inovasi mereka, sebagai mana diuraikan diberbagai bidang : astronomi, matematika, astronomi, kedokteran, dan teknologi, dan lain sebagainya tidak hanya membawa manfaat besar bagi masyarakat Muslim, tetapi juga memberikan fondasi yang kuat bagi kemajuan ilmiah dunia secara keseluruhan.
Realitas tersebut menunjukkan bahwa, masa keemasan Islam, teruutama dalam bidang sains dan teknologi, merupakan bukti nyata bahwa Islam tidak hanya agama spiritual, tetapi juga agama yang mendorong kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kontribusi Islam di bidang sains dan teknologi telah memberikan manfaat bagi seluruh umat manusia, dan menjadi warisan berharga yang patut dilestarikan dan dikembangkan hingga saat ini.
Rekonstruksi Peradaban Islam di Era Modern
Malik Bennabi memahami bahwa peradaban sebagai sebuah rentang kehidupan yang terdiri dari tiga fase. Yang pertama adalah “kelahiran” (al-mīlād ) atau “kebangkitan” (al-nahḍah), diikuti oleh fase puncak (al-awj), dan diakhiri oleh “kemerosotan” (al-ufūl). Dan hampir semua pemikir Islam dewasa ini, menyepakati bahwa posisi umat Islam saat ini berada pada fase terakhir, yaitu kemorosotan.
Sehingga perlu dilakukan upaya serius untuk membangkitkan kembali dan kemuidian berada pada posisi punak lagi. Padahal, model peradaban Islam yang gemilang ini sebagaimana dijelakan di atas akan terus relevan untuk diterapkan dalam berbagai dimensi ruang dan waktu. Kendatipun saat ini berada di tengah gempuran modernitas, liberaslime dan sekularisme, umat Islam perlu kembali kepada nilai-nilai fundamental Islam dan membangun peradaban yang sesuai dengan zaman.
Ini bukan pekerjaan semudah membuka telapak tangan. Namun mesti dimulai dari hal-hal terkecil yang mungkin kita lakukan. Tidak bisa seporadis dan serampanhan. Sudah barang tentu mesti tersetruktur, sistemis dan massif. Beberapa model rekonstruksi peradaban Islam di era modern membutuhkan langkah-langkah konkret dan kolaborasi antar umat Islam.
Oleh karenanya sudah saatnya umat Islam membutuhkan roadmaps (peta jalan), yang dapat memberikan arah kemana akan menuju, dan bagaimana untuk menuju destinasi itu. Sehingga mereka membentuk satu barisan dan bangunan yang kokoh sebagaimana disinyalir dalam Surat Ash-Shaff ayat 4.
Peta Jalan : Sebuah Tawaran Rekonstruksi Peradaban Islam
Sebagaimana diuraikan di atas, rekonstruksi peradaban Islam menjadi sebuah keniscayaan untuk meraih kembali keunggulan di masa depan. Berikut kami tawarkan tujuh pilar penting yang perlu diuraikan dalam upaya rekonstruksi ini:
Pertama, Pendidikan dan Sumber Daya Manusia (SDM)
- Membangun sistem pendidikan Islam yang berkualitas: Kurikulum pendidikan Islam harus komprehensif, menggabungkan ilmu agama dan pengetahuan umum, serta menumbuhkan nilai-nilai karakter dan kepemimpinan.
- Meningkatkan akses pendidikan bagi semua: Memastikan setiap individu Muslim memiliki kesempatan untuk mengenyam pendidikan berkualitas, termasuk di daerah terpencil dan pelosok.
- Memperkuat pendidikan tinggi Islam: Mengembangkan universitas dan lembaga pendidikan tinggi Islam yang unggul dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, mencetak SDM yang kompeten dan inovatif.
- Meningkatkan kualitas guru dan dosen: Memberikan pelatihan dan pengembangan profesional yang berkelanjutan bagi para pengajar di lembaga pendidikan Islam.
Kedua, Penguasaan Sains dan Teknologi
- Mendorong penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi: Menyediakan dana dan infrastruktur yang memadai untuk para peneliti dan ilmuwan Muslim.
- Meningkatkan kerjasama antar lembaga penelitian Islam: Membangun jaringan dan kolaborasi antar lembaga penelitian Islam di berbagai negara untuk mempercepat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sehingga mampu menguasai berbagai aspek sains dan teknologi
- Menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam kehidupan sehari-hari: Memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat Muslim, seperti di bidang kesehatan, pertanian, dan industri.
- Menumbuhkan budaya literasi sains dan teknologi: Mendorong budaya membaca dan mempelajari sains dan teknologi di kalangan masyarakat Muslim.
- Melahirkan green teknologi yang ramah lingkungan : umat Islam perlu melahirlkan teknologi yang ramah lingkungan, sehingga akan menjadi golongan penyelamat lingkungan bukan perusak lingkungan.
Ketiga, Penguatan Ekonomi Umat
- Membangun sistem ekonomi Islam yang adil dan sejahtera: Menerapkan prinsip-prinsip syariah Islam dalam sistem ekonomi, seperti zakat, wakaf, dan mudharabah.
- Mengembangkan UMKM dan koperasi syariah: Memberikan dukungan dan pembinaan bagi para pelaku UMKM dan koperasi syariah untuk meningkatkan daya saing.
- Meningkatkan literasi keuangan syariah: Mendidik masyarakat tentang keuangan syariah dan mendorong penggunaan produk-produk keuangan syariah.
- Membangun kerjasama ekonomi antar negara Muslim: Meningkatkan kerjasama perdagangan dan investasi antar negara Muslim untuk memperkuat ekonomi umat Islam.
Keempat, Kelembagaan dan Kepemimpinan
- Membangun organisasi dan lembaga Islam yang profesional dan efektif: Membangun organisasi dan lembaga Islam yang memiliki visi misi yang jelas, tata kelola yang baik, dan sumber daya manusia yang kompeten.
- Mengembangkan kepemimpinan yang visioner dan inspiratif: Mendidik dan membina para pemimpin Muslim yang memiliki integritas, visi yang jelas, dan kemampuan kepemimpinan yang baik.
- Memperkuat peran ulama dan intelektual Muslim: Memberikan ruang dan kesempatan bagi ulama dan intelektual Muslim untuk berkontribusi dalam pembangunan bangsa dan negara.
- Memperkuat organisasi pemuda Islam: Mendorong partisipasi pemuda Islam dalam berbagai kegiatan positif dan membangun persatuan dan kesatuan umat.
Kelima, Memperetat Persatuan dan Kesatuan antar Umat
- Menumbuhkan rasa persaudaraan dan solidaritas antar umat Islam: Meningkatkan dialog dan komunikasi antar kelompok dan mazhab Islam untuk memperkuat persatuan.
- Menyelesaikan konflik internal dengan damai: Menyelesaikan perselisihan dan konflik antar umat Islam dengan cara-cara damai dan dialogis.
- Membangun kerjasama antar organisasi Islam: Meningkatkan kerjasama dan koordinasi antar organisasi Islam untuk mencapai tujuan bersama.
- Memperkuat peran media massa Islam: Membangun media massa Islam yang profesional dan bertanggung jawab untuk menyebarkan informasi yang benar dan mencerahkan umat Islam.
Keenam, Dakwah dan Pembinaan Umat
- Menyebarkan dakwah Islam yang ramah dan inklusif: Menyampaikan dakwah Islam dengan cara yang mudah dipahami dan diterima oleh semua kalangan.
- Memperkuat pembinaan generasi muda Islam: Memberikan pembinaan dan pendidikan agama yang komprehensif kepada generasi muda Islam untuk menanamkan nilai-nilai keislaman yang kuat.
- Memanfaatkan teknologi dalam dakwah: Memanfaatkan media sosial dan platform digital lainnya untuk menyebarkan dakwah Islam dengan lebih luas dan efektif.
- Meningkatkan kualitas dai dan mubaligh: Memberikan pelatihan dan pengembangan profesional bagi para dai dan mubaligh untuk meningkatkan kualitas dakwah.
Ketujuh, Akses Politik dan Kekuasaan
- Mendorong partisipasi politik umat Islam: Mendorong umat Islam untuk aktif berpartisipasi dalam politik dan kepemimpinan bangsa.
- Membangun kader pemimpin muslim: Mendidik dan melatih calon pemimpin muslim yang memiliki integritas, kompetensi, dan visi yang jelas.
- Memanfaatkan akses politik: Memanfaatkan akses politik untuk memperjuangkan kepentingan umat Islam dan mewujudkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
- Membangun koalisi dengan kekuatan lain: Membangun koalisi dengan kekuatan lain untuk memperkuat posisi politik umat Islam.
Sekali lagi, merekonstruksi peradaban Islam yang unggul dan relevan disegala ruang dan waktu bukanlah tugas yang mudah, hal ini tidak dapat dikerjjakan oleh orang per-orang ataupun komunitas semata, namun diperlukan kesadaran Bersama dengan tekad yang kuat dan kerjasama yang solid antar sesame umat Islam, maka mampu mewujudkannya. Sehingga, masa depan gemilang peradaban Islam ada di tangan kita.
Penutup
Bulan Syawal adalah momentum yang tepat untuk memulai merekonstruksi peradaban Islam. Takwa yang diraih di bulan Ramadhan harus menjadi bekal untuk membangun peradaban yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan generasi sesudahnya, dan kemudian disesuaikan dengan dinamika tuntutan zaman dan membawa rahmat bagi seluruh alam.
Ingatlah, peradaban Islam yang gemilang tidak tercipta dengan sendirinya. Ia membutuhkan usaha dan komitmen dari seluruh umat Islam untuk mewujudkannya. Sehingga mumpung masih hangat, menjadikan bulan Syawal sebagai awal kebangkitan peradaban Islam yang membawa rahmat dan kedamaian bagi seluruh dunia, merupakan pilihan yang tidak bisa ditawar. Dam dari sini kita jemput dan songsong kejayaan Islam kembali. Wallahu a’lam
*) ASIH SUBAGYO, penulis peneliti senior Hidayatullah Institute (HI)