HIDORID — Jika dulu Anda pernah bepergian dari kota Mamuju menuju kota Palu di Sulawesi Tengah, melintas dengan jalur darat. Jangan heran jika kemudian Anda mendapati sebuah dusun yang banyak wanita-wanita berjilbab besar, dari usia kanak-kanak, remaja, hingga orangtua. Semua nampak nyaman mengenakan atribut keislaman pada kegiatannya sehari-hari.
Seandainya sempat mampir dan meluangkan waktu untuk sholat di musholla-musholla atau di masjid yang Anda temui di sepanjang jalan poros ini. Akan tampak pemandangan warga laki-lakinya berjamaah lima waktu dan dengan gampangnya meninggalkan semua rutinitas baik yang di sawah, kebun atau kios-kios milik mereka saat azan telah berkumandang.
Apabila Anda menemukan pemandangan tersebut, itu berarti Anda memasuki sebuah dusun bernama Muhajir, yang kini sedang berafiliasi menjadi sebuah desa di Kecamatan Karossa, Kabupaten Mamuju Tengah, Sulbar.
Konon sebuah aib besar di masyarakat di dusun ini, kalau punya anak perempuan yang senang bergaul dengan lawan jenisnya.
“Meskipun waktu itu baru sepeda yang ada tetapi tidak ada muda-mudi berboncengan,” tutu Mansaeni, salah satu tokoh masyarakat warga dusun Muhajir yang berprofesi guru di tempat itu.
Kondisi tadi, menurut penuturan Mansaeni yang sejak tahun 2007 menjadi penyuluh sekolah itu, telah berlangsung sejak awal dibukanya dusun Muhajir pada awal-awal tahun 1960-an, hingga era 90-an suasana meneduhkan hati itu terlihat.
Namun, sejalan dengan perkembangan zaman, terlebih pada era teknologi informasi yang perkembangannya jauh lebih kencang dari laju kuda-kuda ternak warga dusun ini, membuat tetua kampung resah. Para perintis dusun Muhajir miris melihat anak cucunya mulai banyak mengalami pergeseran budaya.
Masih menurut Mansaeni, sejak awal tahun 1990, dusun yang ia tinggali itu mulai mengalami perubahan pada tradisi keislamannya, beberapa warga sedikit demi sedikit sibuk menunggui tanamannya di kebun dan bahkan mulai berani meninggalkan sholat berjamaah.
Bahkan yang membuat ia dan orangtua sedih ketika melihat gaya hidup bebas menggejala pada kaum mudanya, “Selain faktor terbukanya informasi, lemahnya iman sebagai filter dalam bergaul dan jarangnya kajian-kajian membuat kami kurang didengar nasihatnya,” ungkapnya dibarengi air muka yang keruh.
Umumnya orang Sulbar tahu kalau di Muhajir pada awalnya terkenal sebagai penghasil buah durian. Selain manis rasanya, buah durian di dusun Muhajir tidak mengenal musim. Berbuah sepanjang tahun, bedanya hanya akan berbuah lebih lebat pada musimnya.
Di luar musim durian, kini durian-durian manis itu sudah jarang lagi tergantung di pondok-pondok yang dibangun warga di sepanjang jalan poros, sebagaimana pengakuan beberapa warga. Sejumlah tetua yang kami temui, bahkan menyebut bisa jadi telah jarangnya buah durian di sini disebabkan karena berkurangnya rahmat Allah Subhanahu Wata’ala dan masuknya pengusaha perkebunan kelapa sawit yang membabi buta menggunduli semua pepohonan di ladang.
Diakui Jauhari, alumni pesantren yang kini mengajar di sebuah sekolah swasta di sana. Dia menyebutkan saat ini dirinya dan beberapa tokoh masyarakat sedang menggiatkan kembali majelis di empat dusun pemekaran.
“Kami harus mengandeng dai Hidayatullah, karena semangat teman-teman mengajari kami di pedalaman sangat tinggi sekali,” sambutnya.
Menyambut panggilan sinergi dakwah tersebut, Hidayatullah Sulbar cukup antusias. Mereka memandang, untuk membangun kembali kampung yang dulunya Islami ini harus dimulai dari membangun spiritualitas warganya, ini syarat mutlak.
“Makanya diharapkan dengan menghidupkan kembali majelis-majelis taklim ini merupakan upaya cerdas untuk mengembalikan tradisi yang pernah ada,” tutur sekretaris PW Hidayatullah Sulbar Anwar Baits, S.Pd saat mengisi taklim di Masjid Al-Muhajirin di Dusun Muhajir Timur, beberapa saat lalu.
Berjarak 30 kilometer dari ibukota Kabupaten Mamuju Tengah ke arah utara. Dusun Muhajir bertempat di jalur provinsi yang sudah beraspal, kondisi ini memudahkan akses dakwah ke dusun yang memiliki sebuah sekolah dasar yang semua siswinya berjilbab ini.*
Laporan langsung wartawan Hidayatullah.or.id di Mamuju, Muhammad Bashori