JAKARTA (Hidayatullah.or.id) — Wakil Ketua Umum Partai Nasdem Ahmad Ali yang juga head coach atau Kepala Pelatih Tim Nasional (Timnas) Pemenangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar menyambangi Pusat Dakwah Hidayatullah, Jalan Cipinang Cempedak I/14, Otista, Polonia, Jakarta, Kamis (21/12/2023).
Kedatangan Ahmad Ali sekaligus menjadi narasumber dalam acara Sarasehan Dakwah Korps Muballigh Hidayatullah (KMH) bertajuk “Dakwah Politik & Politik Dakwah”.
Pria yang biasa disapa Bang Ali ini rupanya datang tidak sendiri. Ia turut dibersamai tiga asisten head coach Timasn AMIN, yakni Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Gus Jazilul Fawaid, politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Tamsil Linrung, dan Wakil Ketua Majelis Syura PKS Ahmad Heryawan.
Anggota Dewan Pertimbangan Hidayatullah Dr. H. Abdul Aziz Qahhar Muzakkar, M,Si, yang menjadi pembicara pertama sekaligus mengantar diskusi itu mempersilahkan para tamu duduk di kursi di atas panggung utama.
Aziz menyampaikan rasa bahagia dan terimakasih atas kedatangan tokoh yang tidak direncanakan tersebut.
“Tadi setelah saya perhatikan di meja makan, ternyata ini coach semua. Jadi ini tidak disengaja, tetapi bukan kebetulan karena tidak ada yang kebetulan,” katanya disambut tepuk tangan hadirin.
Dakwah Politik dan Politik Dakwah
Masih dalam sambutannya, Aziz menyampaikan bahwa kesadaran politik amat penting dibangun di tengah umat sehingga menjadikan politik sebagai kendaraan untuk berkhidmat kepada kebaikan.
Gerakan pencerahan politik ini, kata Aziz, merupakan tugas setiap dai. Hal tersebut seperti telah dilakoni para tokoh yang hadir yang merupakan aktifis dakwah yang juga aktifis politik.
“Kita kita yang berbasis ormas ini semakin sadar bahwa Islam ini tidak mungkin bisa berkembang kalau kita hanya menjadi penonton terhadap realitas politik yang berjalan,” katanya.
Dalam pada itu, kesadaran politik oleh pesantren dan ormas Islam yang kian bertumbuh ini sebebenarnya tak memiliki hasrat kekuasaan selain mengharapkan kebaikan untuk bangsa dan negara. Mereka hanya ingin negara diurus dengan benar.
“Orang pesantren sebenarnya tidak banyak keinginannya untuk kekuasaan ini, cuma ingin penguasa benar benar berpihak kepada kepentingan umat. Kita hanya ingin negara ini berjalan sesuai dengan Pancasila, berjalan sesuai dengan UUD 1945,” tegas Aziz.
Sementara itu, Ahmad Ali mengawali dengan menyapa para dai yang hadir. Dia mengatakan sudah seringkali ingin datang ke DPP Hidayatullah, namun baru pada kesempatan ini bisa hadir.
Bagi Ali, dakwah politik dan politik dakwah merupakan dua persenyawaan yang saling berhubungan karena Islam memang tak bisa dilepaskan dari politik.
“Dua hal yang dibolak balik tapi maknanya menjadi berbeda. Tema ini menarik dan menjadi sangat pas dengan kondisi kekinian,” katanya.
Tetapi yang menjadi masalah, kata Ali, adalah kita selalu berbicara serta melibatkan diri pada politik di saat momen politik tertentu saja, namun diluar momen itu amat nihil dilakukan pencerahan politik.
Menurut Ali, Indonesia terlalu lama dikuasai politik liberal sehingga semua pendekatannya adalah materi. Karena itu ia pun mewanti wanti agar jangan sampai dai, kyai, dan tokoh agama diperalat melalui pendekatan sekuler ini demi untuk memenuhi syahwat politik.
“Maka untuk itu, saya mengapresiasi betul Hidayatullah yang kemudian membuka persoalan politik ini menjadi bagian dari dakwah,” kata Ali, seraya berharap semoga Hidayatullah menjadi pelopor dalam membangun kesadaran politik umat yang dilakukan secara terus menerus dalam membimbing masyarakat.
Senada dengan itu, Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Gus Jazilul Fawaid menyampaikan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang kita cintai adalah produk dari tokoh, dai, ulama, dan orang orang shaleh.
“Jangan lupa, bahwa yang di depan saya ini adalah para pewaris dari yang namanya Indonesia,” imbuhnya di hadapan ratusan dai Jakarta yang mengikuti sarasehan ini.
Gus Jazilul Fawaid menekankan bahwa Indonesia bukan negara Islam tetapi Indonesia negaranya orang Islam. Namun sayangnya, kata Gus Jazilul, umat Islam makin dijauhkan dari Indonesia, bahkan makin dijauhkan dari yang namanya politik.
“Sehingga kalau menyebut dakwah, itu sudah pasti politik. Kalau sudah menyebut politik, itu sudah pasti dakwah. Dakwah dengan politik itu sama saja. Ini sama halnya ketika kita menyebut Indonesia, itu muslim,” imbuhnya.
Gus Jazilul juga menyoal pemyakit alergi politik yang diidap oleh umat termasuk ormas Islam. Menurutnya, ormas Islam selalu tak mau disebut berpolitik sehingga menghindarkan diri sama sekali dari urusan politik. Padahal, menurutnya, ormas Islam adalah entitas politik karena ada dalam negara.
“Oleh sebab itu, saya berharap arahkan politik pada tempatnya yang baik dan tempatkan pemimpin Indonesia itu sebagai pewaris orang orang yang shaleh,” ujarnya.
Pada kesemparan tersebut Direktur Progressive Studies & Empowerment Center (Prospect) Imam Nawawi yang menjadi moderator acara juga meminta politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Tamsil Linrung dan Wakil Ketua Majelis Syura PKS Ahmad Heryawan untuk menyapa hadirin.
Selain itu, keduanya juga berbagi ilmu, wawasan, dan pengalaman kepada para dai dalam melakoni kiprah dakwah di parlemen dan pemerintahan untuk kemaslahatan bangsa dan negara. (ybh/hidayatullah.or.id)