Oleh Abdul Ghofar Hadi*
DI BULAN Muharam ini, tema sentral pembicaraan dan pembahasan umat Islam adalah tentang hijrah. Sebagai sejarah fenomenal dari perjalanan dakwah Rasulullah yang harus meninggalkan Makkah sebagai tempat kelahiran dan kampung halaman menuju Madinah. Ini bukan perjalanan biasa tapi bertaruh nyawa dengan ancaman dari para pemuda pilihan kaum Quraisy.
Mereka sudah melakukan musyawarah mufakat untuk membunuh Rasulullah. Sebuah konspirasi direncanakan matang, mengepung rumahnya, menunggu detik-detik malam dengan peralatan dan personel yang lengkap untuk mengeksekusi Rasulullah di malam yang sudah ditentukan.
Tapi Allah tidak pernah tidur dan terlambat untuk menolong hamba-Nya. Semua pemuda dibuat ngantuk tertidur beberapa saat sehingga Rasulullah keluar rumah dengan aman ditemani sahhabat dekatnya yaitu Abu Bakar.
Rasulullah hijrah bukan karena pengecut atau takut dengan berbagai resiko di Makkah. Meski sudah diboikot kurang lebih dua tahun, diintimidasi dan beberapa sahabat sahabiyah juga sudah dibunuh menjadi syahid dan syahidah. Bukan karena takut mengambil risiko itu, meski seandainya Rasulullah terbunuh di Makkah pasti akan tercatat syahid tapi Rasulullah tidak berpikir egois karena perjalanan dakwah masih panjang.
Bukan juga karena cengeng dengan wafatnya istri tercintanya Siti Khadijah dan pamannya yang senantiasa melindunginya yaitu Abu Thalib. Secara kemanusiaan memang mengeluarkan air mata dan sedih tapi bukan itu yang menjadi sebab hijrah.
Rasulullah hijrah juga bukan karena tidak percaya dengan mukjizat. Allah pasti akan memberikan pertolongan atas berbagai ancaman kaum kafir Quraisy Makkah. Tidak mungkin Allah membiarkan kekasih-Nya teraniaya dalam memperjuangan perintah-Nya.
Hijrah merupakan konsekuensi dari keimanan yang tumbuh dan mendorong Rasulullah dan orang-orang beriman untuk mengaktualisasikan imannya. Hijrah juga bagian dari tarbiyah strategi dakwah yang dilakukan Rasulullah kepada umatnya. Tidak ada hijrah tanpa iman, tidak mungkin seseorang mau berhijrah tanpa didahului dengan iman.
Ketika iman tumbuh maka ada keinginan dalam diri untuk berubah menjadi lebih baik. Kemudian meningkat lagi mengajak orang lain dan membuat kondisi di lingkungan sekitarnya juga bisa lebih baik. Keinginan baik yang besar sering dibahasakan sebagai bentuk idealisme.
Iman itu memerlukan aktualisasi dan hijrah adalah jalan untuk mendapatkan tempat dan kondisi untuk mengaktualisasikan iman. Iman ada kerisauan dalam dirinya terhadap kondisi di sekitar yang belum baik dan ada keterpanggilan iman untuk mengubahnya lebih baik. Iman bukan hanya diam, stagnan, egois, cuek dan pasif terhadap kondisi yang ada.
Kemudian dalam perjalanan hijrah tentu tidak mudah dan banyak tantangan. Terkadang harus berdarah-darah, mengorbankan harta, keluarga, waktu dan hal-hal yang kita cintai. Maka Islam mensyariatkan jihad atau berjuang seoptimalkan mungkin.
Tanpa ada kesungguhan, perjuangan dan pengorbanan yang menjadi nilai jihad maka tidak mungkin berhasil dalam hijrah. Jihad bukan hanya dalam makna qital atau perang.
Sehingga iman, hijrah dan jihad adalah tiga hal yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan seorang muslim. Itulah segitiga emas yang akan mengantar kepada kejayaan Islam dan muslimin.
Ada dua ayat berikut ini secara jelas menunjukkan keterkaitan antara iman, hijrah, dan jihad sebagai tiga hal yang tidak terpisahkan.
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللهِ أُولَئِكَ يَرْجُونَ رَحْمَةَ اللهِ وَاللهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman serta orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS Al-Baqarah:218).
الَّذِينَ آمَنُواْ وَهَاجَرُواْ وَجَاهَدُواْ فِي سَبِيلِ اللّهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ أَعْظَمُ دَرَجَةً عِندَ اللّهِ وَأُوْلَئِكَ هُمُ الْفَائِزُونَ
“Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta, benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan” (QS. At-Taubah: 20).
Pemaknaan yang benar terhadap iman, hijrah dan jihad akan melahirkan paradigma dan kekuatan moral bagi orang beriman untuk meraih kemenangan.
Hari ini ada banyak usaha dalam pendangkalan makna iman, hijrah dan jihad, bahkan mendistrosi bahkan mendelete kurikulum hijrah dan jihad dari ajaran Islam. Dengan berbagai seminar, penerbitan buku, pemberedelan kitab yang seolah jihad itu menjadi penyebab ketertinggalan dan kejumudan dalam Islam.
Sehingga di bulan Muharam ini, pendiri Hidayatullah Allahuyarham Abdullah Said dan Hidayatullah hingga hari ini senantiasa menjadikan Muharam dan hari-hari besar Islam sebagai momentum untuk konsolidasi idiil dan silaturahim antar kader untuk menguatkan paradigma iman, hijrah, jihad bagi para kader, dai Hidayatullah dalam mengemban amanah dakwah dan tarbiyah.
Pengamalan Iman, hijrah dan jihad adalah kata kunci untuk membuka kejayaan Islam yang pernah diraih generasi Rasulullah di awal Islam.[]
*)ABDUL GHOFAR HADI, penulis adalah Wakil Sekretaris Jenderal DPP Hidayatullah