JAKARTA (Hidayatullah.or.id) — Sekolah Dai Hidayatullah Ciomas Bogor kembali menggelar wisuda dan penugasan lulusan angkatan VIII yang digelar di Gedung Pusat Dakwah Hidayatullah, Jalan Cipinang Cempedak I/14, Otista, Polonia, Jatinegara, Jakarta, Senin, 19 Ramadhan 1444 (10/4/2023).
Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Hidayatullah Ust. Dr. H. Nashirul Haq menyampaikan pembekalan umum melepas sebanyak 35 dai muda yang ditugaskan ke berbagai titik di Nusantara ini.
Ia berpesan, hendaknya menjadi penyeru risalah Islam yang agung dengan berbekal ilmu dan akhlak.
Menurutnya, dai merupakan profesi utama dan mulia sehingga menjalaninya memiliki konsekuensi yang tidak ringan. Kendatipun berat, namun ia akan menjadi mudah dan membahagiakan dengan hadirnya pertolongan Allah SWT.
“Dai adalah profesi paling mulia. Sebab, profesi ini pula yang dilakoni para Nabi. Namun, ketika kita sudah memilih untuk mengikuti jalan para Nabi maka konsekuensinya kita juga akan mengalami apa yang dialami para Nabi,” katanya.
Ia lantas menguraikan perihal terobosan dilakukan oleh Hidayatullah di masa masa awal perlangkahan dakwahnya yang mengirim dai dainya ke berbagai titik di penjuru negeri tanpa bekal memadai, termasuk kelangkaan materi dan persediaan selama perjalanan hingga tiba di tujuan.
“Setiap kali ada penugasan, mereka berangkat dan berhasil. Itu karena ada doa yang mengiringi perjalanan ke tempat tugas dakwahnya,” katanya.
Selain melakukan ekspansi dakwah, ia menyampaikan pentingnya modal ilmu dan spiritual dimana dengan keduanya akan menuntun dai bagaimana ia bersikap dengan benar dan memunculkan kepekaan (sense) dalam memahami kondisi umat ditengah berbagai masalah khilafiyah yang ada.
“Rasulullah telah mewariskan kepemimpinan dalam dakwah dan Hidayatullah mengambil spirit itu. Jadi para sahabat itu tidak ngumpul di Madinah, mereka menyebar ada yang ke Kufah seperti Ibnu Mas’ud, dan lainnya,” katanya.
Karenanya, terangnya, hingga saat ini Hidayatullah masih mempertahankan dua kunci sukses dakwah ini yaitu ‘alaa basiiratin (menyeru kepada kebenaran) dan ana wa manittaba’anii (kepemimpinan). “Alhamdulillah, inilah yang memudahkan perjalanan dakwah kader kader Hidayatullah,” katanya menjelaskan kandungan Surat Yusuf Ayat 108 itu.
Ia menambahkan, kalau ada dai yang memilih milih tempat tugas dakwah, apalagi menolak, maka biasanya akan semakin berat tantangan yang dihadapi.
“Malah kadang kadang kalau kita pasrahkan, justru disanalah Allah memberikan kemudahan karena di sana ada iringan doa,” imbuhnya.
Kejujuran dan Keberanian
Pada kesempatan tersebut, Ketua Dewan Pertimbangan (Wantim) Hidayatullah yang juga Deputi Bidang Dakwah & Pelayanan Ummat DPP Hidayatullah Ust. H. Hamim Thohari, didapuk menutup acara wisuda penugasan ini dengan kuliah tujuh menit (kultum) sambil menantikan azan magrib berkumandang.
Mengawali materinya, ia menyampaikan kisah Rasulullah Muhammad Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam yang dikenal sebagai orang yang lurus dan jujur. Dengan kepribadian mulia beliau tersebut, ia begitu sangat dicintai tidak saja kerabat dekatnya melainkan semua orang yang mengenalnya kala itu.
Namun, ketika ia mulai menyampaikan dakwah risalah Islam, tak semua penduduk Makkah saat itu mau menerimanya. Ia bahkan dicemooh oleh kerabatnya sendiri.
Hikmah dari kisah itu menurut Hamim adalah bahwa pekerjaan dakwah memang tak mudah. Bahkan Muhammad yang telah dikenal luas ditengah kafilah sebagai orang yang jujur sampai digelari orang terpercaya (Al Amin), tiba tiba langsung dijauhi dan dicaki maki hanya karena ia menyampaikan Islam sebagai kebenaran dan petunjuk bagi umat manusia.
“Muhammad Rasulullah sudah punya modal ketika terjun di masyarakat yaitu kejujuran. Namun, bagaimana kemudian ketika ia berdakwah, beliau terluka dan berdarah darah,” kata Hamim.
Artinya, jelas Hamim, dengan sedemikian terkenalnya kejujuran Rasulullah itu saja ternyata beliau tetap mendapatkan penolakan, tekanan, intimidasi, dan berbagai upaya propaganda bahkan ancaman pembunuhan terhadap dirinya.
“Jika berkaca kepada Rasulullah yang terkenal baik dan jujur, beliau mendapat tekanan dari berbagai. Adik adik sekalian pun akan turun berdakwah di masyarakat. Jika Rasulullah saja sampai mendapat tekanan, apalagi kalau kita masih baru, baru pertama kali, tidak mungkin lagsung diterima,” katanya.
Selain kejujuran, modal kedua Rasulullah dalam berdakwah adalah keberanian. Menurut Hamim, keberanian harus dipunyai oleh seorang dai agar ia mampu menghadapi masalah dan punya mekanisme penyelesaian.
“Biar ilmu setinggi langit tapi kalau nggak ada keberanian, mau apa. Muhammad modalnya adalah kejujuran dan keberanian. Kalau nggak ada kebenarania, bagaimana mungkin Nabi mau naik gunung menyerukan Islam,” katanya menandaskan.
Wisuda dan penugasan dai ini juga dihadiri oleh sejumlah pengurus DPP Hidayatullah seperti Kabid Dakwah dan Yanmat Drs. Nursyamsa Hadis, Ketua Departemen Komunikasi dan Penyiaran Ust. Shohibul Anwar, M.Pd.I, Ketua Departemen Sumberdaya Insani Ust. Arfan AU, Ketua Departemen Perkaderan Ust. Muhammad Shaleh Utsman, dan Ketua Departemen Rekrutmen dan Pembinaan Anggota Ust. Iwan Abdullah.
Hadir pula Ketua Posdai Pusat Ust. Samani Harjo, Ketua Sekolah Dai Ciomas Ust. Saefuddin Ahmad, Ketua Badan Koordinasi Pembinaan Tilawah al Qur’an (BKPTQ) Hidayatullah Ust. Agung Tranajaya, Instruktur Grand MBA Pusat Ust. Muhdi Muhammad, serta unsur pimpinan mitra strategis seperti Laznas BMH, Bamuis BNI, Majelis Telkomsel Takwa (MTT), Hisana, Natural Nusantara (Nasa) dan lain sebagainya
Salah seorang wisudawan dai yang berasal dari Papua, Ekdar Takamokan, mengaku merasakan hal istimewa dan tempaan yang berkesan selama menjalani pendidikan 2 tahun di Sekolah Dai Ciomas Bogor. “Saya siap tugas di mana saja dan siap berangkat untuk mengenalkan Islam,” katanya.*/Yacong B. Halike