SENI tidak lebih penting daripada hidup. Namun, hidup terasa menyedihkan bila tanpa seni. Jadi, orang yang tidak tahu cara hidup yang baik dalam hidupnya pasti akan meraba-raba.
Umat manusia adalah bahagian dari keseluruhan, apa yang kita sebut dengan semesta, dan bahagian yang terbatas dalam ruang dan waktu. Ia mengalami dirinya sendiri, pikiran, dan perasaannya ibarat terlepas dari yang lainnya -yang bersifat seperti khayalan. Khayalan ini, sesungguhnya adalah sejenis ‘penjara’, yang mengekang kita dari nafsu-nafsu keinginan pribadi dan nafsu beberapa orang terdekatnya. Tugas kita adalah membebaskan diri dari penjara ini, dengan cara memperluas lingkaran pengorbanan kita hingga mencakup semua makhluk hidup dan seluruh alam dalam keindahannya.
Tiada sesuatu pun yang memberi nilai manfaat pada kesehatan manusia dan memberikan kesempatan hidup di muka bumi ini. Manusia yang menjalani hidupnya secara tak bermanfaat bagi makhluk lainnya, bukan saja tak beruntung, akan tetapi ‘tak layak bagi kehidupan’.
Pikiran manusia tak mampu untuk meraih semesta. Kita ibarat seorang anak yang memasuki perpustakaan raksasa. Dinding-dinding dan langit-langitnya tertutup rapat oleh buku-buku dalam berbagai bahasa yang berbeda-beda. Seorang anak mengetahui bahwa pasti ada seseorang yang menulis semua buku-buku itu. Walau ia tak mengetahui siapa dan bagaimana caranya. Ia pun tak mengerti bahasa yang digunakan dalam penulisan buku-buku itu. Akan tetapi, dalam benak seorang anak mencatat adanya suatu rancangan baku dalam susunan buku-buku tersebut.
Yang terpenting adalah untuk tidak berhenti mempertanyakannya. Keingintahuan memiliki alasan sendiri untuk membangkitkan rasa panasaran.
Apa yang kita saksikan di alam adalah suatu struktur yang mengagumkan, yang hanya dapat kita pahami dengan taksempurna. Seorang pemikir semestinya merasa sedemikian rendahnya. Tak ada yang dapat dilakukan terhadap spiritualisme, inilah ungkapan rasa religiusitas yang murni. Disitulah emosi terhalus kita, dimana kita mampu merasakannya. Di sinilah tergelar bagian terkecil dari semua seni dan pengetahuan sejati tentang hidup. Siapa pun yang asing bagi perasaan ini, yang tak lagi mampu merasakan ketakjuban, dan hidup dalam kondisi ketakutan, sesungguhnya telah mati.
Peradaban manusia dirangkai melalui mata rantai ajaran agama. Nabi dan rasul adalah punggawa peradaban yang mengantarkan umatnya agar selamat dari jebakan setan yang menghancurkan. Perpecahan, peperangan, sengketa antar suku dan bangsa menunjukkan bahwa manusia belum dewasa dalam beragama.
Hanya agama yang dapat mengikat hati sanubari manusia, yang mana hati manusia tak dapat diikat oleh yang lain. Perbedaan suku dan bangsa tereliminir oleh ikatan agama. Agama adalah dasar peradaban dunia yang kekal tak tertandingi oleh ajaran dan doktrin selainnya.
Islam datang dibawa oleh seorang umi, tetapi berhasil merajut hati umat manusia menjadi satu tujuan yaitu membangun peradaban manusia yang luhur lagi agung. Keagungannya terlukis dalam sejarah peradaban masyarakat Madinah al-Munawarah. Inilah makna seni kehidupan menuju peradaban Islam.*