Oleh Azhari Tammase, M.Pd.I*
DALAM Bahasa Arab, kata آيةٌ jamaknya آياتٌ, bermakna tanda atau alamat (Kamus al-Bisri, hlm.20). Sesuatu yang dengannya dikenal lebih jauh. Sedangkan ayat al-kauniyyah (الآيات الكونية) adalah tanda-tanda ciptaan, dengan maksud kita merenunginya (tafakur) agar mendapatkan ibrah (pelajaran), hikmah (ilmu pengetahuan) dan pengalaman (karena proses berpikir).
Ayat ini ada dua: ayat tanziliyyah dan ayat kauniyyah. Allah SWT memberikan keduanya agar: manusia mengenal-Nya (ma’rifatullah), mengakui hanya Allah yang mampu menciptakan, mengatur, dan memberi rezki (rububiyah), kemudian meyakininya bahwa bentuk penyembahan hanya tertuju satu Dzat saja (uluhiyah), hingga memberi satu konsekuensi logis akan penahbisan diri sebagai makhluk, yang tercipta dalam keadaan lemah, hina, dan bodoh.
Sehingga mendorong manusia menyatakan diri lewat persaksian (syahadat) bahwa segala yang diagungkan berupa sembahan sembahan selain Allah, mutlak dinafikan, kemudian menetapkan (itsbat) satu sembahan saja yaitu Allah, bahwa semua ini lillahi taala, لاَ مَعبودَ بِحقٍ إلا الله.
Ayat tanziliyyah yaitu Al-Qur’an: kalam Allah SWT yang diturunkan kepada Rasulullah Saw lewat wasilah Jibril as. Turun menyeluruh dari lauhul mahfuzh ke baitul izzah di langit dunia pada malam Lailatul Qadr dan secara bertahap dan berangsur-angsur selama 23 tahun lamanya (Manna al-Qatthan, Mabahits fii Ulumil Qur’an).
Fungsinya sebagai pedoman hidup agar manusia tidak tersesat, tetap on the track di jalan yang lurus, petunjuk tanpa keraguan, cahaya penerang bagi gelapnya zaman jahiliah, pembeda antara hak dan bathil, sebagai bayyinat, basyiran wa nadziran, bahkan juga disebut sebagai ruh, karena Al-Qur’an sejatinya menghidupkan jiwa manusia, karena juga dibawa oleh ar-Ruh (nama lain Jibril as).
Lewat ayat tanziliyyah ini Allah SWT menyampaikan semua, termasuk ciptaan-ciptaan-Nya. Dikabarkannya bahwa semua itu ciptaan Allah. Bahwa Allah menciptakan jagat raya alam semesta ini. Ada langit, bumi, matahari, bulan, bintang, planet, gunung, laut, darat, hewan, tumbuhan, siang dan malam, hingga fenomena alam lainnya. Tidak ada yang sia-sia. Tidak terjadi secara kebetulan. Tidak terbentuk dengan sendirinya. Dan tidak mewujud karena proses perubahan dan seleksi alam yang berlangsung sangat lama. Semua diciptakan dengan teliti dan penuh keistimewaan dalam masa yang tercantum dalam Al-Qur’an.
Allah SWT Berfirman:
اَللّٰهُ الَّذِيْ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا فِيْ سِتَّةِ اَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوٰى عَلَى الْعَرْشِۗ مَا لَكُمْ مِّنْ دُوْنِهٖ مِنْ وَّلِيٍّ وَّلَا شَفِيْعٍۗ اَفَلَا تَتَذَكَّرُوْنَ
Allah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy. Bagimu tidak ada seorang pun penolong maupun pemberi syafaat selain Dia. Maka apakah kamu tidak memperhatikan? (QS. as-Sajadah:4)
Tergambarlah seluruh ciptaan tersebut di dalam Al-Qur’an, dengan begitu apik dan luar biasa. Gambaran itu semua dinamakan ayat kauniyyah, yang juga menuntut kita untuk dibaca dan direnungkan.
Kalau Al-Qur’an sebagai ayat tanziliyyah dibaca secara tekstual: dilafalkan, dihafal, didengar, diterjemahkan, ditadabburi, hingga diamalkan. Maka ayat kauniyyah pun juga harus dibaca: dikaji, diteliti, diriset, hingga memunculkan temuan-temuan sains untuk kemaslahatan hidup manusia.
Jadi, kedua ayat tersebut mutlak kita iqro. Karena itu menjadi tanda dan alamat akan eksistensi Tuhan untuk diketahui lebih jauh. Tanpa membaca ayat-ayat Allah ini, mustahil kita mengenal-Nya. Bagaimana mungkin mengenal sesuatu tanpa kita tahu tanda dan alamatnya.
Nah, upaya membaca dan menggabungkan dua ayat bacaan inilah yang disebut sebagai ulul albab, yaitu orang-orang yang menggunakan instrumen fikir dan dzikirnya, sebagai bentuk penghambaan diri kepada Allah SWT semata.
إِنَّ فِى خَلْقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَٱخْتِلَٰفِ ٱلَّيْلِ وَٱلنَّهَارِ لَءَايَٰتٍ لِّأُو۟لِى ٱلْأَلْبَٰبِ . ٱلَّذِينَ يَذْكُرُونَ ٱللَّهَ قِيَٰمًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِى خَلْقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَٰطِلًا سُبْحَٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (QS. Ali Imran: 190-191)
Bahwa ulul albab adalah orang-orang yang selalu mengingat Allah dalam segala kondisi sekaligus orang yang berpikir tentang kehebatan penciptaan langit, bumi dan meyakininya. Mereka berkata: “Wahai Tuhan Kami, Engkau tidak menciptakan hal ini sia-sia dan hanya sebagai hiburan, namun Engkau menciptakannya sebagai petunjuk atas kuasa dan hikmahMu. Kami menyucikanmu dari segala sesuatu yang tidak sesuai denganMu dan dari kesia-siaan. Maka jadikanlah ketaatan kami kepadaMu itu sebagai pelindung dari neraka). (Wahbah az-Zuhaili, Tafsir al-Wajiz).
Misalnya, sebagai penguat saja akan kehebatan penciptaan alam ini. Bahwa jarak bumi ke matahari: 149,6 juta km. Sedangkan jarak bumi ke bulan 384.400 km. Bagaimana seandainya jika keduanya dibalik, matahari didekatkan sedangkan bulan dijauhkan.
Perlu juga kita ketahui bahwa bumi ini berputar dengan kecepatan super cepat, 1770 km/jam (padahal mobil F1 hanya mentok 400 km/jam). Meski demikian kita tidak merasakan putaran dan goncangannya. Sekitar 6370 Km jauh di bawah pijakan kaki kita, terdapat lelehan batuan yang sangat panas sedang terperangkap dalam kerak bumi yang disebut magma. Cairan pijar tersebut panasnya hingga 1000 derajat Celsius, dan dapat meledak menghancurkan permukaan bumi ini kapan saja.
Maha Sempurna bagi Allah apa yang diciptakannya. Kita tidak ikut berputar, berguncang, aman beraktifitas dan lancar, menikmati pergiliran siang dan malam. Semoga kita senantiasa bersyukur kepada Allah atas karunia-Nya.
قُلْ أَرَأَيْتُمْ إِنْ جَعَلَ اللَّهُ عَلَيْكُمُ اللَّيْلَ سَرْمَدًا إِلَىٰ يَوْمِ الْقِيَامَةِ مَنْ إِلَٰهٌ غَيْرُ اللَّهِ يَأْتِيكُمْ بِضِيَاءٍ ۖ أَفَلَا تَسْمَعُونَ
Katakanlah: “Terangkanlah kepadaku, jika Allah menjadikan untukmu malam itu terus menerus sampai hari kiamat, siapakah Tuhan selain Allah yang akan mendatangkan sinar terang kepadamu? Maka apakah kamu tidak mendengar?” (QS. Al-Qashash:71)
قُلْ أَرَأَيْتُمْ إِنْ جَعَلَ اللَّهُ عَلَيْكُمُ النَّهَارَ سَرْمَدًا إِلَىٰ يَوْمِ الْقِيَامَةِ مَنْ إِلَٰهٌ غَيْرُ اللَّهِ يَأْتِيكُمْ بِلَيْلٍ تَسْكُنُونَ فِيهِ ۖ أَفَلَا تُبْصِرُونَ
Katakanlah: “Terangkanlah kepadaku, jika Allah menjadikan untukmu siang itu terus menerus sampai hari kiamat, siapakah Tuhan selain Allah yang akan mendatangkan malam kepadamu yang kamu beristirahat padanya? Maka apakah kamu tidak memperhatikan?” (QS. Al-Qashash: 72)
Masya Allah, semoga kita terhantar menjadi orang-orang yang ulul albab,dan menjadi hamba-Nya yang selalu bersyukur.
Penulis adalah pengajar di Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Hidayatullah Batam