AdvertisementAdvertisement

Tanpa Pacaran, Hidayatullah Batam Gelar Nikah Mubarak

Content Partner

Tiga mempelai pria, Fahrul Islam, Remun Suwardi dan Abdul Rasyid mendengarkan sighat ta’lik yang dibacakan oleh Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Batuaji, H Suardi di Masjid Agung Hidayatullah Batam, Batuaji setelah akad nikah  // Foto: Iman Wachyudi/ batampos.co.id
Tiga mempelai pria, Fahrul Islam, Remun Suwardi dan Abdul Rasyid mendengarkan sighat ta’lik yang dibacakan oleh Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Batuaji, H Suardi di Masjid Agung Hidayatullah Batam, Batuaji setelah akad nikah // Foto: Iman Wachyudi/ batampos.co.id

Hidayatullah.or.id – Yayasan Pondok Pesantren Hidayatullah Batam kembali menggelar pernikahan mubarak untuk kedua kalinya. Sabtu (7/5) pukul 07.00 WIB, sebanyak tiga pasang pengantin dinikahkan secara massal oleh Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Batuaji, H Suardi di Masjid Agung Hidayatullah Batam, Batuaji.

Ketiga pasang pengantin tersebut, Fahrul Islam berpasangan dengan Nur Fadhillah, Remun Suwardi dengan Rika Mariance dan Abdul Rasyid dengan Nur Hayati. Mereka merupakan ustaz dan ustazah yang mendidik para santri di Pesantren Hidayatullah.

Hadir pada acara tersebut Pimpinan Pondok Pesantren Hidayatullah Batam, Ustaz Khoirul Amri, para ustaz dan ustazah, santri, dan tamu undangan.

Tokoh pendiri Yayasan Hidayatullah Batam, KH Jamaludin Nur yang menjadi saksi pada acara sakral tersebut mengatakan, di antara tujuan kegiatan ini untuk menjalankan salah satu syariat Islam yaitu pernikahan. Dengan harapan, kelak dari pernikahan ini akan lahir kader- kader pembela Islam.

“Bahwa dengan menikah nantinya akan lahir generasi-generasi Islam yang taat yang terus membela, mengokohkan dan menyiarkan agama Allah, kiranya ini menjadi harapan kita bersama, aamiin,” ujar Jamaludin saat menyampaikan nasehat pernikahan.

Lebih lanjut, Jamaludin mengatakan, bahwa menikah merupakan sebuah jihad dan sudah melaksanakan dari separoh agama.

“Kalau sudah menikah harus bisa menjadi imam buat keluarga. Penuhilah rumahtangga itu dengan kasih sayang dan tanggungjawab, dengan demikian akan diperoleh ketenangan dan ketentraman,” ujar pria yang juga menjadi peserta pernikahan Mubarak 100 pasang di Gunung Tembak pada 1997 silam.

Dalam ceramahnya, Jamaluddin juga sempat menceritakan tentang proses lamaran untuk ketiga pengantin pria tersebut.

“Para pengantin pria dan perempuan ini tak pernah bertemu langsung sebelumnya. Tak ada itu pacar-pacaran. Sayalah yang melamar mereka untuk ketiga pengantin pria ini. Mereka baru saling bertemu saat penyerahan mahar, itu pun hanya lihat sekilas saja, cuma melirik lah. Alhamdulillah sejauh ini pernikahan seperti ini berhasil dan Insha Allah tidak ada yang gagal, saya sendiri juga menikah dengan cara dijodohkan seperti ini pada tahun 1997 lalu,” kenangnya.

Jamaluddin juga mengatakan, bahwa salah satu tujuan menikah adalah untuk memenuhi kebutuhan fitrah manusia. Dan Islam pun memudahkan urusan bagi siapa yang sudah siap dan mampu untuk menikah.

“Islam mengoreksi adat jahiliah bangsa Arab yang berlebihan dalam menetapkan mahar. Mahar yang tinggi seringkali menjadi barrier bagi pernikahan. Akibatnya, banyak perkawinan yang tak dapat dilangsungkan karena ketidaksanggupan memenuhi tuntutan mahar yang tinggi dari pihak perempuan. Hal itu jelas menyalahi kehendak agama Islam,” katanya.

“Nabi menganjurkan memberi mahar walaupun berbentuk cincin besi. Sebab, mahar bukanlah simbol nilai perempuan dalam perkawinan, tetapi simbol kewajiban suami akan memberi nafkah kepada istrinya,” katanya lagi.

Jamaludin menambahkan, jadi bagi yang sudah siap untuk menikah, maka kita pun akan memfasilitasinya dengan demikian akan menutup rapat-rapat pintu perzinaan yang dilarang keras dalam Islam.

Nur Hayati, salah seorang mempelai perempuan mengatakan bahwa ia sama sekali tidak keberatan melakukan pernikahan seperti itu, meskipun ia juga tidak memiliki bayangan tentang suaminya.

“Belum pernah kenal, saya hanya tahu bahwa calon suami saya juga binaan Hidayatullah, saya percaya dengan pilihan ustaz di pesantren karena tidak mungkin kami dipilihkan orang yang salah,” ujarnya.

Seperti diketahui, pernikahan mubarak adalah isitilah pernikahan massal yang digelar oleh Pesantren Hidayatullah untuk menikahkan para santrinya yang telah memasuki usia matang berumah tangga. Dalam prosesnya, para peserta pernikahan tidak pernah saling berjumpa atau mengenal sehingga tidak ada kata pacaran.

Pacaran baru dilakukan setelah menikah dimana antar mereka saling bertaaruf lebih jauh. Kendatipun demikian prosesnya tetap memenuhi kaidah keumuman seperti kedua pihak mempelai saling bertemu agar sama-sama mengenal lebih jauh.

Alhamdulillah, dalam pelaksanaannya selalu sukses yang indikatornya tiadanya kasus seperti ketidakcocokan yang timbul setelah pernikahan selain riak-riak kecil yang biasa terjadi di dalam bahtera rumah tangga. (btp/hio)

- Advertisement -spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Indeks Berita Terbaru

Waspada Jebakan Pinjol dan Paylater Kalangan Anak Muda dengan Literasi Keuangan

MAKASSAR (Hidayatullah.or.id) -- Maraknya kasus jeratan pinjaman online (pinjol) dan paylater di kalangan anak muda terutama mahasiswa dan pelajar...
- Advertisement -spot_img

Baca Terkait Lainnya

- Advertisement -spot_img