AdvertisementAdvertisement

Tradisi Berpikir Menggali Pengetahuan dan Memahami Kehendak Maha Pencipta

Content Partner

TRADISI berpikir menjadi bagian yang amat fundamental dari perkembangan ilmu pengetahuan dan pemikiran dalam agama Islam.

Salah satu kisah dalam Al-Qur’an menunjukkan kepada kita bagaimana Haman, salah seorang arsitek suruhan Fir’aun yang diminta untuk membangun gedung yang tinggi agar dapat melihat Tuhannya Nabi Musa alaihissalam.

Haman sanggup membangun gedung yang tinggi sebagaimana perintah Fir’aun. Dia lakukan hal tersebut tidak lepas dari proses berpikir dan menggali Ilmu pengetahuan. Sehingga ia menemukan pola untuk membangun gedung-gedung tinggi dan megah tersebut.

Sayangnya, proses membaca serta menggali ilmu pengetahuan yang dilakukan oleh Haman tak mengantarnya untuk sampai memahami kehendak Allah SWT di dalam ayat ayat kauniyah-NYA. Haman dengan pengetahuannya tak menemukan kebenaran dan hanya menjadi alat bagi Fir’aun.

Berbeda dengan Khalilullah Nabi Ibrahim Alaihisalam. Ia membaca Ayat-ayat kauniyah Allah SWT sebagai Maha Pencipta, dzat tertinggi, dan tak ada yang menandingi. Ibrahim juga memahami betul maksud dan tujuan dari ayat-ayat tersebut, yang Allah SWT hadirkan secara empiris serta menggugah proses berpikir dan keyakinan Nabi Ibrahim Alahisalam terhadap-Nya.

Nabi Ibrahim Alaihisalam, tidak hanya menggali pengetahuan dari proses berpikir, menanyakan siapa Tuhan yang menciptkan bulan dan matahari, tetapi ia juga berpikir sehingga memahami betul kehendak ayat ayat Allah SWT tersebut.

Sehingga dengan proses berpikir yang utuh, menghantarkannya pada kesimpulan bahwa tidak ada yang lebih besar dan lebih tinggi daripada Allah Ta’ala. Patung-patung berhala pun dihancurkan olehnya.

Fondasi Berpikir

Pendidikan adalah suatu bagian penting dan fundamental dalam Islam. Di dalam Al-Qur’an Surah Al-Mujadilah ayat 11, Allah menyatakan, “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.”

Begitu juga hadist Nabi Shallahu alaihi wassalam, yang memberikan dorongan kuat kepada setiap dari kita untuk mencari ilmu. Dengan pernyataan bahwa, “Mencari ilmu adalah fardhu bagi setiap muslim.”

Dalam pendidikan Islam, ada dua metode berpikir yang sangat penting dan menjadi patokan dan sebagai postulat hukum. Pertama, Ijma’ (konsensus umat Islam), dan kedua, Qiyas (analogi hukum).

Ijma’ mencerminkan kesepakatan umat Islam dalam menerapkan hukum yang dipahami bersama. Sedangkan Qiyas di sisi lainnya, yaitu proses analogi dalam menafsirkan hukum Islam dalam dalam konteks kontemporer.

Kedua metode di atas adalah contoh bagaimana tradisi berpikir Islam sangat beradaptasi dalam dalam hukum dan perubahan zaman.

Selain Ijma’ dan Qiyas, dalam Islam juga terdapat Ijtihad. Ijtihad adalah bentuk tertinggi dari tradisi berpikir dalam Islam, yang mana terjadi proses berpikir kritis dan penalaran oleh ulama yang pada prosesnya harus memenuhi syarat syarat otoritatif tertentu untuk mengeluarkan pendapat hukum atau fatwa terhadap berbagai masalah kontemporer.

Ulama seperti Imam Syafi’i dan Imam Hanafi, adalah contoh dari pemikir kalangan ulama yang melakukan Ijtihad dengan sukses. Ijtihad yang dilakukan oleh ulama memungkinkan hukum Islam relevan di setiap era, juga terhadap perbuhahan sosial, teknologi, dan problematika semasa.

Terus Belajar dan Bepikir

Islam mengajarkan umatnya untuk terus menerus belajar sepanjang hayat. Dalam Al-Quran Surah Al-Isra ayat 36, dijelaskan bahwa Allah telah memberikan pengetahuan sebagai anugerah dan tanggung jawab untuk digunakan dengan baik.

Bahkan, Nabi Muhammad SAW juga secara aktif memotivasi pengikutnya untuk mencari pengetahuan.

Dalam sejarah kita juga belajar, dari beberapa kisah inspiratif akan semangat belajar yang gigih dan tekun, serta kefokusan dalam berpikir memaksimalkan potensi akal sebagai seorang manusia.

Kisah Imam Bukhari dalam mengumpulkan hadist dengan penuh kesungguhan, bagian contoh nyata dedikasi seorang hamba dalam mencari ilmu.

Begitu juga, Ibnu Sina, seorang filsuf dan dokter terkemuka dalam sejarah islam dan dunia. Dari kisahnya membuktikan betapa pentingnya ilmu pengetahuan dalam pengembangan masyarakat Islam. Kisah keduanya mengilhami kita untuk terus gigih dalam belajar.

Bagi seorang guru, tentu kisah tersebut akan mengilhami sebagai “cambuk” untuk melahirkan siswa siswi yang berkualitas, keilmuannya diakui, serta namanya tak lekang dimakan zaman.

Tantangan di depan Mata

Pada akhirnya, tantangan nyata telah tampak di depan mata. Dalam era digital seperti hari ini, kita dihadapkan pada tantangan perkembangan teknologi dan informasi yang amat cepat serta begitu pesat.

Sebagai apapun posisi kita sekarang ini, dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan perubahan dan memastikan pemahaman yang benar tentang ajaran agama di tengah pengaruh media sosial dan teknologi.

Isu-isu kontemporer seperti bioetika, hak asasi manusia, dan lingkungan hidup memerlukan ijtihad agar hukum Islam tetap relevan dan bermanfaat.

Di waktu yang sama sebisa mungkin generasi muda Islam, mahasiswa, santri, dan khususnya pendidik, sudah harus mulai giat dalam menghidupkan kembali tradisi berpikir.

Karena, dengan menjaga tradisi berpikir di sarang-sarang kaderisasi (baca; sekolah), akan memberikan satu harapan baru akan masa depan generasi muda Islam dengan pikiran “emasnya”.

Disamping itu, ulama dan cendekiawan Islam harus berkontribusi dalam menghadapi isu isu ini dengan kepemimpinan intelektual dan melakukan kaderisasi kepada generasi muda.

Sejenak kita refleksikan, bahwa tradisi berpikir dalam Islam adalah warisan yang kaya dan amatlah bermanfaat. Islam mendorong umatnya untuk belajar, berpikir kritis, dan menggali pengetahuan sebagai cara untuk mendekatkan diri pada Allah Ta’ala.

Dengan menjaga semangat ini dalam kehidupan sehari hari secara bijak dan bertanggung jawab ditengah tantangan zaman modern, umat Islam dapat terus memberi kontribusi positif kepada dunia dan memahami kehendak Allah dengan lebih mendalam. Ini adalah kewajiban dan anugerah bagi kita semua.

*) Penulis adalah Pengurus Pusat Pemuda Hidayatullah dan aktivis YPI Al-Fattah Ponpes Hidayatullah Kota Batu

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Indeks Berita Terbaru

SAR Hidayatullah Hadiri Rakor Basarnas Perkuat Kolaborasi dan Efektivitas Operasi

JAKARTA (Hidayatullah.or.id) -- Ketua Umum SAR Hidayatullah, Irwan Harun, didampingi Sekretaris Jenderal, Tafdhilul Umam, menghadiri undangan sebagai peserta Rapat...
- Advertisement -spot_img

Baca Terkait Lainnya

- Advertisement -spot_img