MANOKWATI (Hidayatullah.or.id) — Isra’ miraj jatuh pada 27 Rajab 1440 Hijriah atau Rabu, 3 April 2019. Peristiwa Isra Miraj menjadi perjalanan agung Nabi Muhammad menuju langit ke-7.
Pada peristiwa ini, banyak hikmah yang dapat diambil oleh umat muslim. Isra Miraj menjadi peristiwa penting bagi umat Islam karena pada peristiwa ini Nabi Muhammad mendapatkan perintah untuk menunaikan shalat lima waktu sehari semalam.
Rasulullah SAW mengalami peristiwa Isra Miraj setelah mendapatkan kesedihan yang luar biasa, ini kembali diperingati jamaah Masjid Nurul Fatah Reremi Puncak Manokwari, Papua Barat pada Selasa (2/4/2019) malam dengan menghadirkan Ustadz Muhammad Sanusy, S.IP dari Pondok Pesantren Hidayatullah Manokwari.
Dalam ceramahnya, Ustadz Sanusi memaparkan kembali tentang apa itu isra miraj. Dia menerangkan bahwa isra miraj adalah bagian kedua dari perjalanan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam dalam waktu satu malam saja.
Kejadian ini merupakan salah satu peristiwa penting bagi umat Islam, karena pada peristiwa inilah dia mendapat perintah untuk menunaikan salat lima waktu sehari semalam. Beberapa penggambaran tentang kejadian ini dapat dilihat di surah ke-17 di Al-Quran, yaitu Surah Al-Isra.
Perjalan pada malam hari Rasulullah membelah malam dengan melewati masjid al-Aqsha di Palestina dan Sidratul Muntaha untuk memenuhi undangan dan perintah Allah SWT.
Perjalanan beliau membelah malam dengan melewati masjid al-Aqsha di Palestina dan Sidratul Muntaha untuk memenuhi undangan dan perintah Allah SWT. Peristiwa ini biasa kita sebut dengan Isra Mi’raj. Ada kisah dan hikmah Isra Miraj Rasulullah SAW.
Ketika nabi bercerita ihwal peristiwa tersebut kepada penduduk Quraisy Makkah. Tidak hanya kafir Quraisy yang tidak mempercayainya. Bahkan orang-orang yang sebelumnya telah memeluk Islam pun banyak yang murtad karena tidak percaya dengan peristiwa tersebut.
Hanya Abu Bakar yang tidak ragu sedikitpun dengan kejadian yang dialami nabi. Tentu hal ini juga bisa dijadikan tolak ukur, siapa saja yang masih setia dan siapa saja yang ingkar.
Alasan mereka tidak mempercayai hal tersebut karena jarak tempuh dari Makkah ke Baitul Maqdis yang seharusnya ditempuh dengan waktu sebulan pada masa itu hanya ditempuh nabi selama satu malam.
Mereka tetap tidak percaya walaupun nabi mampu menyebutkan ciri-ciri baitul maqdis dan menyebutkan pertemuannya dengan kafilah bani tertentu dengan segala ciri dan barang-barang yang dibawanya.
Peristiwa Isra’ dan Mi’raj adalah sebuah peristiwa yang futuristik. Pada saat itu perjalanan dari Makkah ke Baitul Maqdis yang biasanya ditempuh dalam kurun waktu satu bulan, bisa ditempuh oleh nabi dalam waktu satu malam. Pada saat itu memang dirasa aneh karena kendaraan satu-satunya adalah unta atau kuda.