Hidayatullah.or.id — Alhamdulillah, atas kuasa dan hidayah-Nya, seorang wanita keturunan Tionghoa (Tiongkok) masuk Islam dengan menyatakan persaksian dua kalimat syahadat (syahadatain) di Masjid Ummul Quro, Komplek Pondok Pesantren Hidayatullah Kota Depok, Jawa Barat, Senin malam lalu.
Perempuan tersebut bernama asli Djing Lie Lie yang berusia 38 tahun. Ayahnya sendiri bernama Chen Fa Kiun. Djing Lie Lie datang didampingi rombongan kerabatnya usai shalat Magrib.
Pembacaan dua kalimat syahadat Ibu Djing Lie Lie dipandu oleh Ustadz Lalu Mabrul yang juga sekretaris Yayasan Pondok Pesantren Hidayatullah Depok. Ikrar syahadat yang dibacakan Djing Lie Lie yang dipandu oleh Ustadz Mabrur disaksikan oleh ratusan santri.
Pada kesempatan tersebut, Djing Lie Lie secara resmi juga berganti nama menjadi Nur Fitria Azizah. Yayasan Pesantren Hidayatullah Depok juga mengeluarkan surat keterangan resmi tentang keislaman Nur Fitria Azizah yang diberikan kepada yang bersangkutan untuk digunakan sebagai kelengkapan berkas dalam pengurusan surat dokumen ke instansi negara terkait.
Ustadz Lalu Mabrul dalam taushiah sambutannya sebelum ikrar syahadat dilakukan, menerangkan bahwa untuk menjadi seorang muslim sangatlah mudah. Yang diperlukan hanyalah membaca dua kalimat syahadat (kesaksian) dengan penuh keyakinan. Yang kedua, hendaknya ada saksi.
“Jadi cukup dua itu saja, tidak ribet, dan sangat mudah. Tapi harus ditekankan bahwa tidak ada paksaan untuk memeluk agama Islam. Seorang yang masuk Islam tidak boleh karena dipaksa atau pemaksaan, tapi karena memang penuh kesadaran dan kesukarelaan,” ujarnya menjelaskan.
Tujuan saksi dalam sebuah pelafazan kalimat syahadat bagi seorang muallaf adalah agar muallaf ini diakui dan diketahui telah pindah agama oleh masyarakat muslim lainnya secara luas. Sehingga selanjutnya, dia disikapi sebagaimana layaknya seorang muslim.
Hanya dengan melakukan dua hal di atas, berikrar syahadat dan disaksikan muslim yang lain, maka sang muallaf telah dinyatakan sebagai muslim yang sah islamnya. Dia mendapatkan hak dan kewajiban, sebagaimana muslim lainnya.
Oleh karenanya, beliau kembali menegaskan bahwa untuk menjadi seorang muslim sangatlah mudah. Tidak perlu acara khusus, dan dilakukan tanpa modal. Yang sulit adalah memastikan keikhlasan dan kejujuran hati ketika masuk Islam. Untuk yang disebut terakhir, maka hanya Allah Ta’ala dan yang bersangkutan yang tahu.
Beliau juga menyitir bahwa seorang non-muslim dari agama apapun baik dia berasal dari Hindu, Buddha, Kristen, Katolik, Konghucu, Atheis, Shinta, Bahai, Zoroastrian, Yahudi, dan lainnya, maka ketika dia masuk Islam seluruh dosa-dosa masa lalunya akan terhapus sebagaimana bayi yang baru lahir berdasarkan dalil-dalil Q.S. Al-Anfaal ayat 38 yang berbunyi:
“Jika mereka berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa mereka yang sudah lalu; dan jika mereka kembali lagi, sesungguhnya akan berlaku (kepada mereka) sunnah (ketetapan Allah) terhadap orang-orang dahulu.“
Beliau menerangkan, mendapatkan petunjuk untuk masuk Islam adalah nikmat besar bagi setiap hamba. Karena sejatinya, orang yang masuk islam, berarti dia kembali kepada fitrahnya. Fitrah untuk bertuhan satu, fitrah mengikuti utusan tuhan yang terakhir, dan fitrah untuk mengamalkan al-Quran sebagai kitab Tuhan. Lebih dari itu, Islam merupakan satu-satunya agama yang akan menyelamatkan manusia dari hukuman neraka.
Ustadz Mabrul juga mengingatkan beberapa anjuran yang disunnahkan dilakukan oleh seseorang yang baru memeluk agama Islam. Diantaranya dianjurkan mandi besar. Dalam beberapa penjelasan ulama, dianjurkan bagi orang yang baru saja masuk islam untuk mandi besar dengan membasahi seluruh badan mulai dari ujung rambut hingga ujung kaki.
Seorang muallaf juga harus mulai belajar dan mengerjaka kewajiban shalat sebab shalat merupakan rukun Islam yang kedua setelah syahadat. Karena itu, setelah muallaf mengikrarkan syahadat, dia berkewajiban menjalankan shalat sebagaimana muslim yang lainnya.
“Lalu, jika sudah memahami tata cara shalat dan hafal al-Fatihah serta bacaan shalat yang wajib, maka dia bisa shalat sendiri,” kata Ustadz Mabrul.
Dan jika muallafnya adalah seorang laki-laki, maka hendaknya selalu diajak untuk jamaah shalat wajib di masjid. Dengan tetap terus mengkaji tata cara shalat yang sempurna.
Ustadz Mabrul menambahkan, Islam tidak pernah memberatkan umatnya dalam menjalankan amal ibadah jika memang belum cukup mampu. Sehingga apabila seorang muallaf belum memahami cara shalat yang benar, setidaknya dia elajar tata cara shalat yang benar, dan menghafal bacaan-bacaan wajib dalam shalat.
Beliau juga menerangkan bahwa seorang muallaf jika dia laki laki harus di-Khitan apabila memang belum berkhitan. Sebab khitan hukumnya wajib bagi lelaki. Karena khitan bagian dari menjaga fitrah kesucian manusia.
Selanjutnya, muallaf diarahkan untuk mempelajari syariat islam lainnya, yang wajib baginya, seperti tata cara puasa, menjawab salam, mendoakan orang bersin, dan jika dia orang yang mampu, diajari tentang syariat zakat.
“Semakin sering belajar, akan semakin membuat sang muallaf mencintai agama Islam,” ujarnya.
Pihak Yayasan Pondok Pesantren Hidayatullah, kata Ustadz Mabrul, akan mengeluarkan surat resmi keterangan keislaman Djing Lie Lie sebagai dokumen yang disertakan untuk melaporkan ke dinas pemerintah untuk masalah pembaharuan data administrasi pada Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarha (KK).
Bagi masyarakat yang kebetulan sedang ingin memeluk agama Islam dengan benar-benar penuh kesadaran dan pemahaman yang benar serta tanpa adanya pemaksaan atau kehendak dari orang lain, maka bisa menyatakan keislamannya dengan melafazkan 2 kalimat syahadat (syahadatain) dengan disaksikan oleh sejumlah orang saksi.
Dapat juga datang ke lembaga-lembaga Islam seperti pesantren untuk mengikrarkan syahadat, atau datang dengan identittas yang jelas dan valid ke Yayasan Pondok Pesantren Hidayatullah di mana saja di nusantara atau ke perwakilan kantor Persaudaraan Dai Nusantara (POSDAI) yang saat ini sedang membuka layanan informasi dan rehabilitasi muallaf. (ybh/hio)