
BOMBARDIR penjajah atas Palestina, khususnya Gaza, telah mencapai titik kritis yang mengguncang hati umat manusia. Kekejaman yang dilakukan Israel, dengan dukungan Amerika Serikat dan sekutunya itu, telah memicu seruan keras dari dunia Islam.
Pada 4 April 2025, Syaikh Ali Al-Qaradaghi, Sekretaris Jenderal International Union of Muslim Scholars (IUMS), mengeluarkan fatwa yang menyerukan intervensi militer, ekonomi, dan politik dari seluruh negara Muslim untuk menghentikan genosida dan penghancuran di Palestina. Pernyataan ini, yang dikutip dari Middle East Eye News, menegaskan bahwa diamnya pemerintah Arab dan Islam di tengah penderitaan Gaza adalah dosa besar menurut hukum Islam.
Fatwa tersebut, yang terdiri dari 15 poin, mendapat dukungan penuh dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Sudarnoto Abdul Hakim, Ketua MUI Bidang Hubungan Luar Negeri, pada 8 April 2025, menyatakan bahwa fatwa ini selaras dengan keputusan Ijtima’ Ulama MUI. Ia menekankan kewajiban umat Islam untuk membela Palestina, termasuk dengan merekomendasikan pengiriman pasukan guna melindungi rakyat Gaza dari kebiadaban Israel.
Menurutnya, dunia Islam harus bersatu dalam pendekatan yang terkoordinasi untuk melawan agresor dan mewujudkan kemerdekaan Palestina.
Sudarnoto menambahkan bahwa membiarkan Israel terus melakukan pembantaian massal bertentangan dengan prinsip Islam, khususnya ajaran amar ma’ruf nahi munkar—mendorong kebaikan dan mencegah kemungkaran.
Ia menyebut Israel sebagai “teroris terbesar abad ini” yang, bersama aliansi pendukungnya, mengancam perdamaian dunia. Jika tidak dihentikan, kehancuran akan meluas, dan umat Islam memiliki tanggung jawab untuk mengakhiri kemungkaran sistemik ini.
Perintah Jihad dalam Islam
Jihad dalam konteks ini bukan sekadar seruan emosional, melainkan panggilan yang berakar pada Al-Qur’an dan hadis. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Surah At-Taubah ayat 41:
انْفِرُوا خِفَافًا وَثِقَالًا وَجَاهِدُوا بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Berperanglah kalian dengan sendiri-sendiri atau berkelompok-kelompok, dan berjuanglah di jalan Allah dengan harta dan jiwa kalian. Yang demikian itu lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui.”
Ayat ini menegaskan bahwa jihad adalah kewajiban yang mencakup penggunaan harta dan jiwa demi keadilan. Dalam Surah Al-Baqarah ayat 193, Allah juga memerintahkan:
وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ لِلَّهِ فَإِنِ انْتَهَوْا فَلَا عُدْوَانَ إِلَّا عَلَى الظَّالِمِينَ
“Perangilah mereka sehingga tidak ada fitnah dan agama itu hanyalah milik Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan jika mereka berhenti (berperang) maka tidak boleh memusuhi kecuali atas orang-orang yang zalim.”
Ayat ini menunjukkan bahwa perjuangan melawan kezaliman harus berlangsung hingga fitnah berakhir, dengan fokus pada pelaku kezaliman.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, sebagaimana diriwayatkan oleh Anas bin Malik:
عن أنس رضي الله عنه أن النبي- صلى الله عليه وسلم- قال: «جَاهِدُوا المُشْرِكِينَ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ وَأَلْسِنَتِكُمْ». أخرجه أبو داود والنسائي
“Perangilah kaum musyrik dengan harta, jiwa, dan lisan kalian.” (HR. Abu Dawud dan Nasa’i).
Sabda ini memperluas makna jihad, tidak hanya terbatas pada peperangan fisik, tetapi juga perjuangan melalui ucapan dan harta.
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di membagi jihad menjadi dua jenis. Pertama, jihad untuk memperbaiki aqidah, akhlak, dan perilaku umat Islam, yang menjadi dasar utama. Kedua, jihad melawan musuh agama—seperti kaum kafir, munafik, atau pelaku kesesatan—yang menyerang Islam dan umatnya. Genosida di Gaza oleh Israel jelas termasuk dalam kategori kedua, menjadikannya panggilan jihad yang mendesak.
Posisi Umat Islam
Di tengah situasi ini, umat Islam dunia termasuk di dalamnya organisasi Islam seperti Hidayatullah memiliki peran strategis. Dalam Pedoman Dasar Organisasi Bab II Pasal 2 ayat 1, Hidayatullah disebut sebagai Al Haraqah Al Jihadiyah Al Islamiyah—gerakan perjuangan Islam yang merupakan bagian dari umat Muslim global. Posisi ini mewajibkan Hidayatullah menjawab seruan IUMS, tentunya dengan berkoordinasi bersama pemerintah dan organisasi lain untuk membela Palestina.
Ada beberapa langkah praktis yang dapat diambil. Pertama, menggalang donasi untuk membantu korban di Gaza. Kedua, menyebarkan informasi terkini dari sumber kredibel tentang kondisi di sana, baik melalui berita maupun foto.
Ketiga, mengorganisasi demonstrasi untuk menekan sekutu Israel, seperti Amerika Serikat. Keempat, mengajak umat untuk berdoa bagi perjuangan rakyat Palestina.
Kelima, memboikot produk-produk Israel sebagai bentuk tekanan ekonomi. Agar efektif, langkah-langkah ini perlu dikoordinasikan secara sistematis oleh Pengurus Pusat Hidayatullah, diikuti dengan pernyataan resmi organisasi.
Menyatukan Langkah
Seruan jihad ini bukan tanpa tantangan. Konsolidasi dunia Islam sering terhambat oleh perbedaan politik dan kepentingan nasional. Namun, fatwa IUMS dan dukungan MUI menjadi titik awal untuk menyatukan langkah. Pendekatan yang komprehensif—militer, ekonomi, dan politik—harus dijalankan secara serentak agar Israel dan sekutunya dapat ditundukkan.
Lebih dari itu, perjuangan ini adalah ujian bagi umat Islam untuk menegakkan keadilan. Membiarkan genosida berlangsung sama dengan mengabaikan perintah Allah dan Rasul-Nya. Sebaimana ditegaskan MUI, kehancuran Gaza bukan hanya tragedi lokal, tetapi ancaman global yang menuntut respons kolektif.
Rakyat Palestina, khususnya Gaza, sedang menanti pembelaan nyata kita dan dari semua orang orang merdeka di belahan bumi manapun. Jihad dalam berbagai bentuk—dari doa hingga aksi langsung—adalah cara umat Islam menunjukkan solidaritas.
Semoga seruan ini membuahkan langkah konkret, mengakhiri penderitaan, dan mewujudkan Palestina yang merdeka. Di mana posisi kita? Jawabannya ada pada tindakan yang kita ambil hari ini.[]
*) Nursyamsa Hadis, penulis dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Hidayatullah Depok, Jawa Barat