
JAKARTA (Hidayatullah.or.id) — Lembaga Sembelih Halal (LSH) Hidayatullah menggelar acara Bimbingan Teknis (Bimtek) dan Pelatihan Juru Sembelih Halal yang digelar selama 3 hari di Pusat Dakwah Hidayatullah, Cipinang Cempedak, Otista, Polonia, Jakarta, dibuka pada Sabtu, 20 Syawal 1446 (19/4/2025).
Dalam kehidupan seorang muslim, memastikan kehalalan makanan yang dikonsumsi bukan sekadar kewajiban ritual, melainkan wujud ketaatan kepada Allah SWT sekaligus bentuk tanggung jawab sosial.
Dalam sambutannya membuka acara ini, Ketua Dewan Pembina LSH Hidayatullah, Drs. Nursyamsa Hadis, menegaskan pentingnya menjaga kehalalan pangan hewan sebagai amanah ilahi yang memiliki dimensi spiritual, sosial, dan ekonomi.
Ia menyoroti dasar hukum eksistensi LSH, peran strategisnya dalam mengawal kehalalan, serta peluang ekonomi yang terbuka melalui pengelolaan sembelihan halal yang profesional.
LSH Hidayatullah, terang Nursyamsa, hadir sebagai garda terdepan dalam memastikan masyarakat muslim Indonesia mengonsumsi daging yang disembelih sesuai syariat. Dengan mengacu pada Al-Qur’an, khususnya Surah Al-Baqarah ayat 168, Nursyamsa menegaskan bahwa kehalalan pangan adalah perintah universal bagi umat manusia.
“Ayat ini menjadi landasan utama yang menegaskan bahwa makanan halal dan thayyib adalah kebutuhan esensial untuk menjaga kesucian jiwa dan raga,” katanya.
Lebih lanjut, Surah Al-Maidah ayat 5 memperjelas bahwa sembelihan dari Ahlul Kitab diperbolehkan, sementara Surah Al-An’am ayat 121 melarang konsumsi sembelihan yang tidak menyebut nama Allah, karena hal itu merupakan kefasikan. Ketiga ayat ini menjadi pijakan teologis bagi LSH Hidayatullah dalam menjalankan misinya.
Di sisi hukum positif, LSH Hidayatullah beroperasi sesuai Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. UU ini mengatur pengawasan, sertifikasi, dan pengakuan sertifikat halal, memberikan kerangka hukum yang kuat bagi lembaga seperti LSH untuk memastikan standar kehalalan terpenuhi.
“Dalam hal ini, LSH tidak hanya berperan sebagai lembaga sertifikasi, tetapi juga sebagai agen dakwah yang menjaga umat dari konsumsi daging yang tidak sesuai syariat,” imbuhnya.



Pada kesempatan tersebut juga dilakukan pengukuhan Pengurus Wilayah LSH Hidayatullah se-Indonesia kepada 24 peserta yang hadir perwakilan dari berbagai provinsi di tanah air. Pengukuhan dilakukan langsung oleh Ketua LSH Hidayatullah Pusat, Ust. H. Nanang Hanani, S.Pd.I, MA, dan turut disaksikan Dewan Pembina dan Pengawas.
Nursyamsa menekankan dua langkah strategis bagi pengurus LSH. Pertama, memperluas pelayanan sembelihan halal ke Rumah Potong Hewan (RPH) dan masyarakat secara umum. Dan, Kedua, mengikuti bimbingan teknis untuk memperoleh sertifikasi sebagai jaminan pelayanan profesional.
“Kedua langkah ini untuk meneguhkan komitmen LSH untuk tidak hanya memenuhi kebutuhan spiritual umat, tetapi juga meningkatkan standar profesionalisme dalam pengelolaan sembelihan halal,” terang Nursyamsa.
Dengan memperluas jangkauan ke RPH, LSH ingin memastikan bahwa daging yang beredar di pasar, restoran, dan rumah tangga memenuhi kriteria syariat. Sementara itu, Bimtek menjadi sarana untuk membekali para pegiat LSH dengan pengetahuan dan keterampilan teknis, sehingga pelayanan yang diberikan tidak hanya halal secara syariat, tetapi juga higienis dan terpercaya.
Menyentuh Aspek Ekonomi dan Dakwah
Menariknya, Nursyamsa juga menyoroti dimensi ekonomi dari keberadaan LSH. Mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS) terkait jumlah RPH dan volume hewan yang dipotong—seperti sapi, kambing, dan ayam—terlihat adanya ceruk ekonomi yang menjanjikan.
Menurut Nursyamsa, industri sembelihan halal tidak hanya berkontribusi pada pemenuhan kebutuhan pangan, tetapi juga membuka peluang usaha bagi pelaku ekonomi syariah, mulai dari penyedia jasa sembelihan hingga distribusi daging halal.
Namun, lebih dari sekadar peluang ekonomi, Nursyamsa menegaskan bahwa peran LSH adalah media dakwah dan menyelamatkan umat dari mengonsumsi daging hewan yang tidak disembelih secara syariah.
“Dalam konteks Indonesia, di mana mayoritas penduduknya muslim, tanggung jawab ini menjadi semakin krusial. Konsumsi daging yang tidak halal tidak hanya berdampak pada aspek spiritual individu, tetapi juga pada kepercayaan masyarakat terhadap sistem pangan yang mereka konsumsi,” tandasnya.
Sementara itu, Ketua LSH Hidayatullah Pusat, Ust. H. Nanang Hanani, dalam keterangannya menambahkan, sebagai bagian dari jaringan Hidayatullah, LSH memiliki akar yang kuat dalam gerakan dakwah dan pendidikan Islam.
“Lembaga ini tidak hanya fokus pada sertifikasi halal, tetapi juga pada edukasi masyarakat tentang pentingnya kehalalan pangan hewan. Melalui pelatihan, sosialisasi, dan pengawasan di RPH, LSH berupaya membangun ekosistem pangan halal yang terintegrasi,” jelas Nanang.
Dalam hal ini, lanjut Nanang, LSH tidak sekadar menjadi pengawas, tetapi juga pendidik yang membimbing masyarakat menuju kesadaran akan pentingnya memilih makanan yang halal dan thayyib.
Nanang menyadari bawah di tengah tantangan modern seperti globalisasi dan maraknya produk impor, peran LSH semakin strategis sehingga dituntut untuk terus menguatkan perannya tersebut.
“Lembaga ini menjadi benteng yang memastikan bahwa nilai-nilai syariat tetap terjaga di tengah dinamika pasar. Dengan pendekatan yang menggabungkan nilai spiritual, profesionalisme, dan peluang ekonomi, LSH Hidayatullah menunjukkan bahwa menjaga kehalalan pangan adalah misi yang multidimensional,” katanya.
Dia menegaskan, dengan landasan Al-Qur’an, dukungan hukum nasional, dan strategi pelayanan yang profesional, LSH tidak hanya berupaya mengawal kehalalan daging yang dikonsumsi umat, tetapi juga membuka jalan bagi kebangkitan ekonomi berbasis syariat.
“Mari bersama-sama menjaga kehalalan pangan, bukan hanya untuk diri kita, tetapi juga untuk generasi mendatang, demi terwujudnya kehidupan yang barokah dan sesuai dengan kehendak Ilahi,” tandasnya.*/